Peneliti Ahli Riset BRIN, Prof Siti Zuhro. Foto/Dok LIPI
AAA
JAKARTA - Partai politik (parpol) dinilai lebih mementingkan popularitas dan elektabilitas tokoh dalam mencalonkan presiden (capres) di setiap Pilpres. Hal ini dikatakan oleh Peneliti Ahli Riset BRIN, Prof Siti Zuhro.
"Partai-partai politik di Indonesia sudah terbiasa memilih calon di saat yang sudah sangat mepet/genting. Hal ini tampaknya berlanjut sampai saat ini. Mereka berpikir Pilpres masih jauh. Karena itu, nanti-nanti sajalah menetapkan calon," kata Prof Siti, Senin (20/6/2022).
Siti melihat, ada sejumlah pertimbangan yang menjadi alasan parpol mengumumkan capres-cawapres di menit akhir. Salah satunya khawatir calon yang diumumkan tersebut 'masuk angin'.
Siti menilai, idealnya parpol mengusung kadernya dalam setiap kontestasi pemilu. Bukan malah mengandalkan popularitas dan elektabilitas tokoh di survei.
"Idealnya parpol bisa pamer, punya kader-kader andalan yang akan dicalonkan di Pilpres. Demikian juga dengan cara konvensi yang ditempuh partai via proses bottom up juga bagus. Artinya, hak otonom kader tetap dihormati dalam proses seleksi partai," tegas Siti.
Siti Zuhro menambahkan, parpol harus melakukan kaderisasi dengan seksama. Untuk menumbuhkan kembangkan kader-kader yang andal.
Tentunya kata dia, dengan sistem kaderisasi yang berkualitas, berjenjang sesuai dengan kualifikasinya. Proses ini juga lanjut dia, dilengkapi dengan promosi kader yang dilakukan secara merit system.
Menurut dia, promosi kader dilakukan mengacu pada pertimbangan-pertimbangan logis, objektif dan bisa dipertanggungjawabkan.
"Promosi kader bukan mengedepankan cara-cara nepotisme, kolutisme, kekerabatan dan kedekatan semata. Sehingga kader-kader yang berkualitas dan kompeten justru terpinggirkan," ujar Prof Siti.
Dia memahami apabila sistem kaderisasi parpol tersebut tidak bisa berjalan mendadak. Perlu proses panjang. Sebab, membangun nilai-nilai demokrasi melalui pembangunan parpol butuh waktu. Karena itu, lanjut dia, diperlukan komitmen elit untuk memajukan dan menjadikan partainya modern.
"Sampai saat ini sudah menjadi tradisi cara pandang pragmatis dan oportunistis tersebut. Mengapa? Karena mereka memandang kompetisi di pemilu hanya pokoke menang dan harus berada di kekuasaan. Di luar kekuasaan sangat tidak menyenangkan," jelasnya.
Oleh sebab itulah kata dia, partai akan all out dalam memenangkan pemilu dengan berbagai cara. Meskipun kadang terkesan menerobos kaidah atau etika atau kepatutan politik.
Kata dia, Pemilu yang berlangsung selama ini memiliki cara pandang asal menang. Hal ini membuat negara tidak memiliki tanggung jawab membangun peradaban bangsa.
"Sebaliknya, menjadi sangat kompromistis dengan cara-cara yang acapkali merugikan bangsa dan negara," katanya.
Seperti diketahui, ada sederet nama kader parpol yang berpotensi maju di Pilpres 2024 namun popularitas dan elektabilitasnya masih rendah. Sebut saja, Ketua DPP PDIP Puan Maharani, Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar Airlangga Hatarto, Ketum PAN Zulkifli Hasan.
Kemudian, Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Aljufri. Ada juga nama Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketum PKB Muhaimin Iskadar.
Di kesempatan lain, Siti menilai, sosok Airlangga sangat berpeluang ikut berkontestasi di Pilpres 2024. Menurut dia, saat ini tinggal bagaimana Golkar bersama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) menjalankan mesin politiknya untuk meningkatkan elektabilitas Airlangga.
Zuhro mengatakan, Airlangga perlu menunjukkan hasil karya yang bermanfaat bagi masyarakat. Terlebih, Golkar adalah parpol yang besar dan menguntungkan untuk membentuk koalisi.
"Posisi Golkar sebagai partai besar sangat menguntungkan karena tidak perlu berkoalisi dengan banyak partai untuk mengusung capres-cawapres. Golkar cukup berkoalisi dengan satu partai menengah, sudah bisa mengusung capres-cawapres," jelas Siti.
Peneliti LIPI ini melihat, sampai saat ini, mesin politik Golkar belum dihidupkan secara maksimal. Menurut dia, hal ini terjadi karena pendaftaran capres-cawapres baru akan dilakukan September 2023.
"Ketika mesin partai sudah dihidupkan dan dimaksimalkan, tak tertutup kemungkinan tingkat preferensi dan kesukaan serta dukungan terhadap Airlangga Hartarto akan meningkat," tutup Siti.