PDIP Harus Segera Putuskan Kandidat Capres untuk Akhiri Drama Adu Banteng
loading...
A
A
A
JAKARTA - Isu kerenggangan antara Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk sementara mereda. Dua pertemuan beruntun pada Selasa (7/6/2022) dan Rabu (8/6/2022) sedikit meluruhkan spekulasi soal ketegangan hubungan mereka. Meskipun begitu, tidak ada jaminan bahwa situasi tidak akan memanas lagi akibat perbedaan sikap mengenai soal Pilpres 2024.
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan, berlanjut atau tidaknya drama adu banteng tersebut bergantung pada sikap kader-kader PDIP, juga Jokowi dan Megawati.
Agung melihat drama adu banteng yang dimaksudnya dipicu perbedaan sikap menghadapi Pemilu 2024. Bagi PDIP penentuan capres adalah domain ketua umum dan sampai hari ini belum diputuskan. Hal ini dilihat Jokowi sebagai kesempatan untuk ikut menentukan capres banteng moncong putih itu.
”Bagi Presiden Jokowi, ini menjadi arahan lain baginya untuk terlibat secara tak langsung dengan mengirimkan sinyal-sinyal khusus baik kepada Ganjar lewat pertemuan bersama Projo beberapa waktu yang lalu (21/5), maupun sebatas restu kepada para menteri atau kandidat lainnya,” ujar Agung dalam pernyataan tertulis, Kamis (9/6/2022).
Menurut dia, sinyal itu penting disampaikan Jokowi untuk menjamin program-program utamanya berlanjut sehingga ada warisan pemerintahannya (legacy). Sementara mereka yang menerima restu Jokowi, dukungan Jokowi sangat berarti agar mereka tak menghadapi hambatan apa pun saat maju ke gelanggang.
Agung di satu sisi kelompok-kelompok relawan Ganjar kerap bermanuver offside. Mereka merasa figur yang didukungnya secara otomatis harus diusung PDIP karena faktor elektabilitas yang tinggi. Padahal capres yang menentukan partai. Terlebih PDIP yang dikenal publik sebagai partai kader, menganggap elektabilitas hanya salah satu faktor dari banyak variabel penting lain seorang capres.
”Dalam beberapa kesempatan, kader-kader Banteng tampil merespons sikap Relawan Ganjar, termasuk kepada Ganjar sebagai kandidat. Mulai dari sebatas perkataan yang mengkritik kinerja sebagai gubernur hingga tak lagi mengundang Ganjar dalam acara-acara penting PDIP,” kata Agug.
Menurut dia, situasi ini meninggalkan dilema tersendiri bagi Jokowi kendati terakhir kali menyampaikan bahwa relasinya dengan Megawati seperti hubungan ibu-anak ketika bertemu pada peresmian Masjid At-Taufiq.
Melihat realitas tersebut, Agung menyarankan tiga hal. Pertama, kemunculan Ganjar sebagai kandidat capres potensial bersama Puan Maharrani dan beberapa kader lain adalah berkah yang membuktikan kaderisasi PDIP berjalan baik.
”Namun ini bisa menjadi musibah bila Ganjar atau Puan terus mempertontonkan perbedaan sikap secara langsung atau tidak melalui sikap para pendukungnya di hadapan publik,” kata dia.
Karena dalam konteks lebih luas, lanjut Agung, perseteruan antarkader secara terbuka bakal berpengaruh kepada raihan suara partai. Basis pendukung laten bisa terpecah, begitu juga coattail effect dari capres yang diusung PDIP tak terhimpun dalam satu barisan.
”Kebesaran jiwa, baik Ganjar atau Puan untuk menertibkan diri maupun pendukungnya menjadi urgen sebelum keluar sikap ketua umum Megawati,” ujar Agung.
Kedua, suka atau tidak Jokowi adalah kader PDIP sehingga sepatutnya mengikuti arahan Megawati sebagai ketua umum agar menghindari manuver-manuver sensitif terkait Pilpres. Agung mengingatkan banyak jasa kebaikan Megawati yang belum dibalas Jokowi. Sejak Pilkada DKI 2012 saat Jokowi maju bersama Ahok, lalu kali pilpres, sampai saat anak-mantu Jokowi maju dalam Pilkada Solo dan Medan 2020.
”Ketiga, tak bisa dimungkiri tarikan relawan, tarikan kader, dan aspirasi publik terus berlangsung dan berkelindan membentuk ebuah fase bahwa PDIP mesti segera bersikap untuk memutuskan kandidatnya, demi meminimalkan ekses yang mungkin terjadi,” ujar Agung.
Lihat Juga: 4 Kapolri Sebelum Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Ada yang Menjabat di Era SBY dan Jokowi
Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan, berlanjut atau tidaknya drama adu banteng tersebut bergantung pada sikap kader-kader PDIP, juga Jokowi dan Megawati.
Agung melihat drama adu banteng yang dimaksudnya dipicu perbedaan sikap menghadapi Pemilu 2024. Bagi PDIP penentuan capres adalah domain ketua umum dan sampai hari ini belum diputuskan. Hal ini dilihat Jokowi sebagai kesempatan untuk ikut menentukan capres banteng moncong putih itu.
”Bagi Presiden Jokowi, ini menjadi arahan lain baginya untuk terlibat secara tak langsung dengan mengirimkan sinyal-sinyal khusus baik kepada Ganjar lewat pertemuan bersama Projo beberapa waktu yang lalu (21/5), maupun sebatas restu kepada para menteri atau kandidat lainnya,” ujar Agung dalam pernyataan tertulis, Kamis (9/6/2022).
Menurut dia, sinyal itu penting disampaikan Jokowi untuk menjamin program-program utamanya berlanjut sehingga ada warisan pemerintahannya (legacy). Sementara mereka yang menerima restu Jokowi, dukungan Jokowi sangat berarti agar mereka tak menghadapi hambatan apa pun saat maju ke gelanggang.
Agung di satu sisi kelompok-kelompok relawan Ganjar kerap bermanuver offside. Mereka merasa figur yang didukungnya secara otomatis harus diusung PDIP karena faktor elektabilitas yang tinggi. Padahal capres yang menentukan partai. Terlebih PDIP yang dikenal publik sebagai partai kader, menganggap elektabilitas hanya salah satu faktor dari banyak variabel penting lain seorang capres.
”Dalam beberapa kesempatan, kader-kader Banteng tampil merespons sikap Relawan Ganjar, termasuk kepada Ganjar sebagai kandidat. Mulai dari sebatas perkataan yang mengkritik kinerja sebagai gubernur hingga tak lagi mengundang Ganjar dalam acara-acara penting PDIP,” kata Agug.
Menurut dia, situasi ini meninggalkan dilema tersendiri bagi Jokowi kendati terakhir kali menyampaikan bahwa relasinya dengan Megawati seperti hubungan ibu-anak ketika bertemu pada peresmian Masjid At-Taufiq.
Melihat realitas tersebut, Agung menyarankan tiga hal. Pertama, kemunculan Ganjar sebagai kandidat capres potensial bersama Puan Maharrani dan beberapa kader lain adalah berkah yang membuktikan kaderisasi PDIP berjalan baik.
”Namun ini bisa menjadi musibah bila Ganjar atau Puan terus mempertontonkan perbedaan sikap secara langsung atau tidak melalui sikap para pendukungnya di hadapan publik,” kata dia.
Karena dalam konteks lebih luas, lanjut Agung, perseteruan antarkader secara terbuka bakal berpengaruh kepada raihan suara partai. Basis pendukung laten bisa terpecah, begitu juga coattail effect dari capres yang diusung PDIP tak terhimpun dalam satu barisan.
”Kebesaran jiwa, baik Ganjar atau Puan untuk menertibkan diri maupun pendukungnya menjadi urgen sebelum keluar sikap ketua umum Megawati,” ujar Agung.
Kedua, suka atau tidak Jokowi adalah kader PDIP sehingga sepatutnya mengikuti arahan Megawati sebagai ketua umum agar menghindari manuver-manuver sensitif terkait Pilpres. Agung mengingatkan banyak jasa kebaikan Megawati yang belum dibalas Jokowi. Sejak Pilkada DKI 2012 saat Jokowi maju bersama Ahok, lalu kali pilpres, sampai saat anak-mantu Jokowi maju dalam Pilkada Solo dan Medan 2020.
”Ketiga, tak bisa dimungkiri tarikan relawan, tarikan kader, dan aspirasi publik terus berlangsung dan berkelindan membentuk ebuah fase bahwa PDIP mesti segera bersikap untuk memutuskan kandidatnya, demi meminimalkan ekses yang mungkin terjadi,” ujar Agung.
Lihat Juga: 4 Kapolri Sebelum Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Ada yang Menjabat di Era SBY dan Jokowi
(muh)