Disertasi Hasto Soal Geopolitik Soekarno Ungkap Rencana Indonesia Uji Coba Bom Atom
loading...
A
A
A
SENTUL - Pertahanan Indonesia di era Presiden Soekarno begitu kuat hingga hampir melakukan uji coba bom atom yang rencananya akan dilakukan pada 5 Oktober 1965, hanya beberapa hari sebelum sang Proklamator RI itu digulingkan.
Mengenai uji coba bom atom itu disampaikan oleh Hasto Kristiyanto dalam paparan disertasinya yang berjudul "Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara". Karyanya itu dipertanggungjawabkan di hadapan para penguji serta tamu undangan di Aula Merah Putih, Kampus Unhan, Sentul, Bogor, Senin (6/6/2022).
Kata Hasto, pemikiran geopolitik Soekarno berkerangka pada Pancasila, berdampak terhadap pertahanan negara pada era pemerintahannya. Saat itu, konsepsi pertahanan yang berdikari dilakukan dengan proyek strategis Industri Pertahanan termasuk pembuatan bom atom.
"Oleh Soekarno tanggal 5 Oktober 1965 sebenarnya akan dilakukan uji coba bom atom sebagai hadiah untuk ABRI, sebagai anak kandung Revolusi Indonesia," jelas Hasto.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan implementasi geopolitik dalam pertahanan negara menjadikan ABRI terkuat di belahan bumi selatan. ABRI juga mampu melakukan force projection, seperti bantuan militer ke Aldjazair (1960-1961); Pakistan pada tahun 1965.
Pengaruh Soekarno nampak dengan adanya koridor pertahanan atas cara pandang geopolitik. Kalimantan misalnya, menjadi koridor strategis bagi kekuatan Angkatan Udara; Angkatan Laut di Indonesia Timur dan Jawa sebagai pusat kekuatan Angkatan Darat.
Hasto melanjutkan, saat itu, kebijakan pertahanan disusun berdasarkan prinsip politik luar negeri bebas aktif dengan politik pertahanan bersifat defensif, aktif, dan tidak agresif. Dengan konsepsi tersebut, jika ada suatu negara yang menyerang Indonesia, maka kekuatan AL dan AU Indonesia harus mampu menghancurkan negara agresor sebelum masuk ke wilayah kedaulatan Indonesia.
"Dalam hal tidak mampu menghancurkan kekuatan militer negara agresor, maka strategi pertahanan rakyat semesta merupakan strategi terakhir, dan Angkatan Darat sebagai kekuatan utama," kata Hasto.
Bagi Hasto, pemikiran dan imajinasi geopolitik bagi kepemimpinan nasional Indonesia yang dilaksanakan Soekarno itu masih sangat penting hingga saat ini. Khususnya di dalam menyusun grand strategy, dan kebijakan teknokratis melalui diplomasi luar negeri dan pertahanan negara.
"Hal itu penting bagi pelaksanaan kepentingan nasional, sebagai respons dinamika dan ancaman nasional, regional, dan global," kata Hasto.
Mengenai uji coba bom atom itu disampaikan oleh Hasto Kristiyanto dalam paparan disertasinya yang berjudul "Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno dan Relevansinya terhadap Pertahanan Negara". Karyanya itu dipertanggungjawabkan di hadapan para penguji serta tamu undangan di Aula Merah Putih, Kampus Unhan, Sentul, Bogor, Senin (6/6/2022).
Kata Hasto, pemikiran geopolitik Soekarno berkerangka pada Pancasila, berdampak terhadap pertahanan negara pada era pemerintahannya. Saat itu, konsepsi pertahanan yang berdikari dilakukan dengan proyek strategis Industri Pertahanan termasuk pembuatan bom atom.
"Oleh Soekarno tanggal 5 Oktober 1965 sebenarnya akan dilakukan uji coba bom atom sebagai hadiah untuk ABRI, sebagai anak kandung Revolusi Indonesia," jelas Hasto.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan implementasi geopolitik dalam pertahanan negara menjadikan ABRI terkuat di belahan bumi selatan. ABRI juga mampu melakukan force projection, seperti bantuan militer ke Aldjazair (1960-1961); Pakistan pada tahun 1965.
Pengaruh Soekarno nampak dengan adanya koridor pertahanan atas cara pandang geopolitik. Kalimantan misalnya, menjadi koridor strategis bagi kekuatan Angkatan Udara; Angkatan Laut di Indonesia Timur dan Jawa sebagai pusat kekuatan Angkatan Darat.
Hasto melanjutkan, saat itu, kebijakan pertahanan disusun berdasarkan prinsip politik luar negeri bebas aktif dengan politik pertahanan bersifat defensif, aktif, dan tidak agresif. Dengan konsepsi tersebut, jika ada suatu negara yang menyerang Indonesia, maka kekuatan AL dan AU Indonesia harus mampu menghancurkan negara agresor sebelum masuk ke wilayah kedaulatan Indonesia.
"Dalam hal tidak mampu menghancurkan kekuatan militer negara agresor, maka strategi pertahanan rakyat semesta merupakan strategi terakhir, dan Angkatan Darat sebagai kekuatan utama," kata Hasto.
Bagi Hasto, pemikiran dan imajinasi geopolitik bagi kepemimpinan nasional Indonesia yang dilaksanakan Soekarno itu masih sangat penting hingga saat ini. Khususnya di dalam menyusun grand strategy, dan kebijakan teknokratis melalui diplomasi luar negeri dan pertahanan negara.
"Hal itu penting bagi pelaksanaan kepentingan nasional, sebagai respons dinamika dan ancaman nasional, regional, dan global," kata Hasto.
(kri)