Makna Oligarki dan Ciri-cirinya, Indonesia Termasuk Tipe Mana?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kata oligarki belakangan ini cukup populer karena sering muncul di media massa maupun media sosial. Situasi yang terjadi saat ini, baik di bidang ekonomi, politik, hukum, dan sosial dituding merupakan akibat ulah oligarki yang lebih mengutamakan pribadi maupun kelompok dibanding masyarakat umum.
Oligarki berasal dari bahasa Yunani, Oligarkhia. Istilah ini terbentuk dari dua kata, yakni oligon yang berarti sedikit dan arkho bermakna memerintah. Karena itu, Oligarkhia diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elite kecil masyarakat, baik itu menurut kekayaan, keluarga, atau militer.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oligarki kemudian dimaknai sebagai pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu. Mereka yang masuk dalam oligarki disebut dengan oligark.
Baca juga: Aset Oligarki hingga Miliarder Rusia yang Dibekukan Bakal Dipakai Buat Bangun Ukraina
Ilmuwan politik Amerika Serikat dari Universitas Northwestern, Jeffrey A Winters mendefinisikan oligark sebagai pelaku yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya material yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi dan posisi sosial eksklusifnya.
"Sumber daya itu harus tersedia untuk digunakan demi kepentingan pribadi, biar pun tidak harus dimiliki sendiri. Jika kekayaan pribadi ekstrem mustahil dimiliki atau tidak ada, maka Oligarki juga tidak ada," kata Winters dalam bukunya berjudul Oligarki (2011) dikutip dari artikel 'Teori Oligarki Aristoteles dan Winters' karya Seta Basri, Senin (23/5/2022).
Kunci dari konsep oligarki adalah kekayaan. Kelompok orang-orang yang sangat kaya berusaha menjangkau kekuasaan melalui beragam saluran, baik itu politik, ekonomi, hukum, dan lainnya, agar bisa mempertahankan atau bahkan meningkatkan lagi kekayaannya.
Baca juga: Fahri Hamzah: Tiket Pilpres 2024 Sudah Ada di Tangan Para Oligarki
Oligarki dan demokrasi bisa berjalan beriringan. Dengan kekayaan yang dimiliki, para oligark melalui kanal-kanal demokrasi bisa duduk di posisi-posisi strategis, baik di legislatif, eksekutif, yudikatif, maupun birokrasi. Dengan begitu, mereka bisa mengendalikan kekuasaan untuk kepentingannya.
Menurut Winters ada empat ciri utama dari oligarki. Masing-masing ciri itu adalah, tingkat keterlibatan langsung oligarki dalam pemaksaan hak atas harta dan kekayaan, keterlibatan oligarki pada kekuasaan atau pemerintahan, sifat keterlibatan dalam memaksa apakah kolektif atau terpecah, dan sifat liar atau jinak.
Dari ciri-ciri itu, Winters menggolongkan empat tipe oligarki. Masing-masing Oligarki Panglima (Warring Oligarchy), Oligarki Penguasa Kolektif (Ruling Oligarchy), Oligarki Sultanistik (Sultanistic Oligarchy), dan Oligarki Sipil (Civilian Oligarchy). Apa perbedaan dari masing-masing tipe oligarki tersebut? Berikut ini penjelasannya:
1. Oligarki Panglima
Tipe oligarki ini mengandalkan kekuatan untuk merebut kekuasaan. Antar oligark bersaing untuk menjadi penguasa. Karena itu, biasanya kekuasaan tidak berlangsung lama karena akan ada oligark lain yang bersiap merebutnya. Contoh dari Oligarki Panglima adalah Kekaisaran Byzantium, di mana kekuasaan tidak turun-temurun tapi jatuh ke tangan panglima paling kuat. Juga Kesultanan Mamluk di Mesir, di mana pergantian kekuasaan berjalan sangat cepat. Para penguasa menjadi kaya melalui penaklukan. Semakin banyak yang ditaklukkan, maka semakin kaya.
2. Oligarki Penguasa Kolektif
Para oligark yang masih bermain kekerasan bergabung dalam lembaga kolektif yang memiliki norma-norma yang disepakati bersama. Seperti Oligarki Panglima, tipe Oligarki Penguasan Kolektif juga tidak stabil. Contoh dari oligarki ini adalah persekutuan antara Keluarga Corleone dan Mafia Yahudi untuk menjalankan bisnis di bidang prostitusi, judi, dan pemerasan. Dalam perjalanannya, Mafia Yahudi mengusulkan terjun ke perdagangan narkoba tapi Keluarga Corleone menolak, sehingga terjadi perang antarmafia. Meski Corleone akhirnya mengalah dan mengizinkan perdagangan narkoba di wilayahnya, tapi perang telah mengalirkan banyak darah, sehingga yang terjadi adalah rekonsiliasi semu.
3. Oligarki Sultanistik
Keadaan ini terjadi karena adanya monopoli sarana pemaksaan oleh satu oligark. Seluruh wewenang, termasuk kekerasan, hanya terpusat pada penguasa utama. Oligark lain hanya menggantungkan pertahanan kekayaan pada penguasa utama, tentu saja dalam hubungan patrok-klien dengan norma perilaku dan kewajiban terkait.
4. Oligarki Sipil
Oligarki Sipil sepenuhnya tidak bersenjata dan tidak berkuasa langsung. Para oligark menyerahkan kekuasaan pada lembaga yang memiliki hukum lebih kuat dengan tujuan mempertahankan harta yang dimiliki dan mengelak dari jangkauan negara yang menginginkan redistribusi kekayaannya. Uniknya, Oligarki Sipil selalu bersifat demokratis dan terlibat dalam Pemilu. Sosiolog berpengaruh Amerika Serikat Charles Wright Mills menyebut pengusaha-pengusaha besar di Negeri Paman Sam adalah bagian dari Oligarki Sipil, antara lain Rockefeller, Rothschild, Warburg, Schiff, Morgan, Bill Gates, dan Mark Zuckerberg.
Oligarki berasal dari bahasa Yunani, Oligarkhia. Istilah ini terbentuk dari dua kata, yakni oligon yang berarti sedikit dan arkho bermakna memerintah. Karena itu, Oligarkhia diartikan sebagai bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elite kecil masyarakat, baik itu menurut kekayaan, keluarga, atau militer.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), oligarki kemudian dimaknai sebagai pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu. Mereka yang masuk dalam oligarki disebut dengan oligark.
Baca juga: Aset Oligarki hingga Miliarder Rusia yang Dibekukan Bakal Dipakai Buat Bangun Ukraina
Ilmuwan politik Amerika Serikat dari Universitas Northwestern, Jeffrey A Winters mendefinisikan oligark sebagai pelaku yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya material yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi dan posisi sosial eksklusifnya.
"Sumber daya itu harus tersedia untuk digunakan demi kepentingan pribadi, biar pun tidak harus dimiliki sendiri. Jika kekayaan pribadi ekstrem mustahil dimiliki atau tidak ada, maka Oligarki juga tidak ada," kata Winters dalam bukunya berjudul Oligarki (2011) dikutip dari artikel 'Teori Oligarki Aristoteles dan Winters' karya Seta Basri, Senin (23/5/2022).
Kunci dari konsep oligarki adalah kekayaan. Kelompok orang-orang yang sangat kaya berusaha menjangkau kekuasaan melalui beragam saluran, baik itu politik, ekonomi, hukum, dan lainnya, agar bisa mempertahankan atau bahkan meningkatkan lagi kekayaannya.
Baca juga: Fahri Hamzah: Tiket Pilpres 2024 Sudah Ada di Tangan Para Oligarki
Oligarki dan demokrasi bisa berjalan beriringan. Dengan kekayaan yang dimiliki, para oligark melalui kanal-kanal demokrasi bisa duduk di posisi-posisi strategis, baik di legislatif, eksekutif, yudikatif, maupun birokrasi. Dengan begitu, mereka bisa mengendalikan kekuasaan untuk kepentingannya.
Menurut Winters ada empat ciri utama dari oligarki. Masing-masing ciri itu adalah, tingkat keterlibatan langsung oligarki dalam pemaksaan hak atas harta dan kekayaan, keterlibatan oligarki pada kekuasaan atau pemerintahan, sifat keterlibatan dalam memaksa apakah kolektif atau terpecah, dan sifat liar atau jinak.
Dari ciri-ciri itu, Winters menggolongkan empat tipe oligarki. Masing-masing Oligarki Panglima (Warring Oligarchy), Oligarki Penguasa Kolektif (Ruling Oligarchy), Oligarki Sultanistik (Sultanistic Oligarchy), dan Oligarki Sipil (Civilian Oligarchy). Apa perbedaan dari masing-masing tipe oligarki tersebut? Berikut ini penjelasannya:
1. Oligarki Panglima
Tipe oligarki ini mengandalkan kekuatan untuk merebut kekuasaan. Antar oligark bersaing untuk menjadi penguasa. Karena itu, biasanya kekuasaan tidak berlangsung lama karena akan ada oligark lain yang bersiap merebutnya. Contoh dari Oligarki Panglima adalah Kekaisaran Byzantium, di mana kekuasaan tidak turun-temurun tapi jatuh ke tangan panglima paling kuat. Juga Kesultanan Mamluk di Mesir, di mana pergantian kekuasaan berjalan sangat cepat. Para penguasa menjadi kaya melalui penaklukan. Semakin banyak yang ditaklukkan, maka semakin kaya.
2. Oligarki Penguasa Kolektif
Para oligark yang masih bermain kekerasan bergabung dalam lembaga kolektif yang memiliki norma-norma yang disepakati bersama. Seperti Oligarki Panglima, tipe Oligarki Penguasan Kolektif juga tidak stabil. Contoh dari oligarki ini adalah persekutuan antara Keluarga Corleone dan Mafia Yahudi untuk menjalankan bisnis di bidang prostitusi, judi, dan pemerasan. Dalam perjalanannya, Mafia Yahudi mengusulkan terjun ke perdagangan narkoba tapi Keluarga Corleone menolak, sehingga terjadi perang antarmafia. Meski Corleone akhirnya mengalah dan mengizinkan perdagangan narkoba di wilayahnya, tapi perang telah mengalirkan banyak darah, sehingga yang terjadi adalah rekonsiliasi semu.
3. Oligarki Sultanistik
Keadaan ini terjadi karena adanya monopoli sarana pemaksaan oleh satu oligark. Seluruh wewenang, termasuk kekerasan, hanya terpusat pada penguasa utama. Oligark lain hanya menggantungkan pertahanan kekayaan pada penguasa utama, tentu saja dalam hubungan patrok-klien dengan norma perilaku dan kewajiban terkait.
4. Oligarki Sipil
Oligarki Sipil sepenuhnya tidak bersenjata dan tidak berkuasa langsung. Para oligark menyerahkan kekuasaan pada lembaga yang memiliki hukum lebih kuat dengan tujuan mempertahankan harta yang dimiliki dan mengelak dari jangkauan negara yang menginginkan redistribusi kekayaannya. Uniknya, Oligarki Sipil selalu bersifat demokratis dan terlibat dalam Pemilu. Sosiolog berpengaruh Amerika Serikat Charles Wright Mills menyebut pengusaha-pengusaha besar di Negeri Paman Sam adalah bagian dari Oligarki Sipil, antara lain Rockefeller, Rothschild, Warburg, Schiff, Morgan, Bill Gates, dan Mark Zuckerberg.
(abd)