Anggota Komisi VI DPR Apresiasi Putusan Jokowi Cabut Moratorium Ekspor Sawit

Jum'at, 20 Mei 2022 - 05:39 WIB
loading...
Anggota Komisi VI DPR...
Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus. Foto: Dok/DPR
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi yang mencabut kebijakan penghentian sementara (moratorium) ekspor CPO dan turunannya. Sebab, moratorium ekspor minyak sawit merugikan petani kecil.

"Menurut saya memang sudah saatnya, saat ini sudah banyak pabrik pengolahan sawit yang tutup karena sudah tidak mempunyai tangki penyimpanan produk CPO, sehingga sawit rakyat membusuk di lapangan," kata Deddy, Kamis 19 Mei 2022.

Untuk diketahui, Presiden Jokowi telah mengumumkan pencabutan larangan ekspor CPO dan turunannya secara virtual, Kamis 19 Mei 2022. Keran ekspor CPO dibuka lagi mulai Senin 23 Mei 2022.

Menurut Deddy, moratorium ekspor minyak sawit memang tidak mungkin dilakukan terlalu lama. Sebab yang akan terpukul paling keras itu adalah petani sawit. Moratorium membuat pabrik pengolahan sawit menghentikan pembelian tandan buah segera (TBS) yang diproduksi petani skala kecil. Kalaupun dibeli, harganya jatuh hingga lebih dari 50%.

"Padahal itu sumber penghasilan utama petani rakyat," kata Anggota Fraksi PDIP ini.

Selain menyengsarakan rakyat, moratorium juga membuat petani kesulitan membeli pupuk dan pestida yang harganya juga melonjak tajam. Jika moratorium dibiarkan terlalu lama, maka bisa dipastikan produktivitas petani tahun depan akan melorot jauh dan bisa memicu kelangkaan lagi di tahun berikutnya.

"Apalagi jika petani memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga seperti bank, kredit angkutan, dan lainnya. Oleh karena itu, saya sangat menyambut baik pencabutan moratorium ekspor sawit ini," ujarnya.



Anggota DPR dari Dapil Kalimantan Utara ini juga berharap agar pemerintah menyiapkan strategi dan kebijakan jangka panjang untuk memastikan masalah kelangkaan dan harga minyak goreng yang terlalu tinggi tidak terulang di masa mendatang.

"Menurut saya, kuncinya ada di hulu, yaitu pada penetapan harga TBS dan CPO khusus untuk minyak curah dan kemasan sederhana yang menjadi konsumsi rakyat kecil," katanya.

Untuk itu, pemerintah harus memberlakukan kembali kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) terpadu untuk menjamin tersedianya pasokan secara terus-menerus.

Masalah penting lain adalah distribusi. Kata Deddy, khusus untuk minyak goreng curah dan kemasan sederhana hasil DMO, juga harus dalam penguasaan atau pengawasan ketat pemerintah. Jika dilepas ke pasar, maka akan kembali rentan terhadap manipulasi, spekulasi dan penyeludupan.

"Pemerintah bisa menugaskan BUMN dan BUMD atau koperasi atau swasta yg terverifikasi untuk menyalurkan kepada pengusaha kecil, pasar tradisional atau konsumen masyarakat bawah," kata Deddy.

Ia berharap agar pengaturan tata niaga dan distribusi CPO dan turunannya dikembalikan kepada Kementerian Perdagangan sesuai perintah UU Perdagangan dan UU Pangan. Deddy juga berharap agar Badan Ketahanan Pangan ditugaskan untuk menjadi pengawas dari seluruh rantai pasok sawit dan turunannya serta komoditas-komoditas penting lainnya.

"Saya menitip kepada pemerintah agar penegakan hukum dilakukan secara transparan dan adil, tidak saja kepada pengusaha sawit yang nakal, tetapi juga para spekulan dan pelaku penyeludupan serta pabrik yang memainkan sawit produksi rakyat," katanya.
(mhd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2237 seconds (0.1#10.140)