Ketua Dewan Pembina LGP, Mochtar Mohamad. Foto/Ist
AAA
JAKARTA - DPP Laskar Ganjar Puan (LGP) menilai, koalisi tiga parpol Partai Golkar, PAN, dan PPP bukanlah koalisi Pilpres 2024. DPP LGP menduga, koalisi tiga parpol tersebut hanya bargaining politik di tengah menguatnya isu reshuffle kabinet Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Dia menduga, koalisi tiga parpol ini lebih cenderung memburu jabatan pada saat Jokowi jadi melakukan reshuffle kabinet. "Bisa jadi nanti formasi baru reshuffle kabinet ada penambahan nama dari koalisi tersebut," ucapnya.
Mochtar menuturkan, tiga partai tersebut tidak mempunyai jagoan mumpuni untuk ditandingkan pada Pilpres 2024. Dari hasil survei terakhir yang dirilis Charta Politika misalnya, elektabilitas ketiga ketum umum tiga parpol itu rata-rata di bawah 1 persen.
Dengan fakta tersebut, Mochtar berkeyakinan koalisi tiga partai bukanlah koalisi yang dipersiapkan untuk Pilpres 2024. "Koalisi semacam ini berpeluang tidak tahan lama dan bisa bubar di tengah jalan," ungkapnya.
Yang lebih riskan lanjut Mochtar, koalisi ini bisa saja tidak lolos, yang mana kalau dibawa ke mekanisme partai masing-masing akan berpotensi memberikan dampak negatif pada parliamentary threshold partai bersangkutan.
Bahkan ketua umum masing-masing partai berpotensi dilengserkan sebelum pemilu, jika langkah-langkah yang mereka ambil membahayakan partai. Mochtar juga menilai, koalisi tiga partai itu hanya gerbong kosong.
"Sebab para pemilihnya cenderung memilih nama lain di luar partainya. Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan misalnya, jadi salah figur digemari pemilih tiga partai tersebut," jelasnya.
Survei Charta Politika menyebut, 26,8 persen pemilih Golkar, 16,7 persen pemilih PAN DAN 12 persen pemilih PPP memilih Ganjar Pranowo.
Sementara 24,1 pesen pemilih Golkar, 38,9 persen pemilih PAN, 24,0 persen pemilih PPP memilih menjatuhkan pilihan politiknya ke Anies Baswedan.
"Kalau melihat data survei carta politika tanggal 10-17 April 2022, pereperensi pemilih tiga partai ini tergerus oleh dua kandidat capres Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan," ujarnya.
Mochtar mengatakan, koalisi ini bisa saja lahir atas sepengetahuan Jokowi. Apalagi koalisi ini lahir dari koalisi besar pemerintah. Jika itu yang terjadi, maka bisa saja hal ini dimainkan oleh satu anggota Kabinet Jokowi.
Namun jika tidak diketahui, maka pantas bagi Jokowi me-reshuffle para pembantunya dalam hal ini menteri yang kinerjanya kurang memuaskan.
"Pantas mereka di-reshuffle, karena persoalan ekonomi bangsa tahun ini merupakan terparah sepanjang kepemimpinan Jokowi," kata dia.
Dia menambahkan, seharusnya Kabinet Jokowi fokus mengatasi masalah ekonomi. Mengacu pada data survei, ada tiga persoalan besar yang harus diatasi di antaranya, masalah kenaikan harga bahan bahan pokok sampai 47,6%, kemiskinan 22,1%, pengangguran 11,1%.
"Sedangkan yang merasakan kenaikan harga bahan bahan Pokok 97%," ujarnya.
Data ini menjadi peringatan kepada Kabinet Jokowi hati-hati menghadapi turbulensi politik kalau tidak fokus mengatasinya. Munculnya koalisi tiga partai yang lahir dari koalisi besar pemerintah, juga menunjukkan kesan tidak solid dalam tubuh pemerintahan Jokowi dan ini merugikan pemerintah.
"Kesan lain yang muncul kalau tiga partai yang telah membentuk koalisi tersebut tidak pede (percaya diri) menghadapi pileg dan pilpres," pungkasnya.