Anggaran Covid-19 Terus Berubah, Bukti Pemerintah Tak Cermat

Minggu, 21 Juni 2020 - 17:15 WIB
loading...
Anggaran Covid-19 Terus...
Anggaran Covid-19 Terus Berubah, Bukti Pemerintah Tak Cermat
A A A
JAKARTA - Anggaran untuk penanggulangan virus corona (Covid-19) dan dampaknya terus mengalami perubahan. Awalnya, pemerintah mengalokasikan anggaran Covid-19 pada Mei 2020 sebesar Rp405,1 triliun.

Kemudian, tiba- tiba angkanya naik menjadi Rp641,1 triliun. Tidak berselang lama, anggaran Covid-19 naik lagi sebesar Rp677,2 triliun. Dan kini membengkak menjadi Rp695,2 triliun. (Baca juga: Car Free Day Jakarta, Gugus Tugas: Masyarakat Lupa Physical Distancing)

Dari total alokasi Covid-19, rinciannya adalah Rp87,55 triliun untuk anggaran kesehatan, jaminan perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, sebesar Rp123,46 triliun disiapkan untuk sektor UMKM, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, dan untuk dukungan sektoral Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah sebesar Rp106,11 triliun.

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, pihaknya menyayangnya adanya perhitungan yang kurang cermat dalam menghadapi persoalan Covid-19 sehingga menimbulkan suasana kebatinan rakyat dalam ketidakpastian. "Mudah-mudahan berbagai perubahan (anggaran), ini yang terakhir tidak akan terjadi lagi dengan perubahan-perubahan yang lebih cermat," ujar Bamsoet saat menjadi Keynote Speaker Seminar dan Bedah Buku “Ekonomi Pancasila dalam Pusaran Globalisasi”, kerja sama MPR, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan IPB Pres, di Bogor, Sabtu (20/6/2020).

Menurut Bamsoet, sejak awal pihaknya mempersilakan pemerintah untuk mengambil keputusan mengenai anggaran penanganan Covid-19. Kendati begitu, Bamsoet berpesan agar pengalokasian anggaran dilakukan secara cermat.

Apalagi, akibat pandemi Covid-19 ini, kata Bamsoet, Indonesia dan juga negara-negara lain mengalami persoalan serius dalam bidang keuangan. Kondisi ini bisa dilihat dari penerimaan pajak yang terpukul. Per April 2020 turun 3,1% menjadi Rp376,3 triliun dengan defisit APBN mencapai Rp74,5 triliun.

Selain itu, total utang per April 2020, tercatat mencapai Rp5.172,48 triliun yang terdiri dari Rp4.338,44 triliun atau 83,9% dari Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp834,04 triliun atau 16,1% berasal dari pinjaman luar dan negeri. Di mana Rp9,92 triliun berasal dari pinjaman dalam negeri dan Rp824,12 triliun dari pinjaman luar negeri.

"Kita sudah memberikan hak sepenuhnya kepada pemerintah melalui persetujuan Perppu No 1/2020 untuk menggunakan seluruh kewenangan yang dimilikinya untuk memutuskan berbagai kebijakan yang menyangkut kepentingan rakyat," kata mantan Ketua DPR ini.

Dikatakan Bamsoet, akibat pandemi Covid-19, dunia seperti menuju kebangkrutan massal. Sistem ekonomi dunia terkoreksi. Virus Covid-19 bukan hanya menciptakan krisis kesehatan, ekonomi, sosial, dan politik, melainkan juga menciptakan krisis bagi globalisasi akibat hantaman keras terhadap liberalisasi dan kapitalisme.

Bamsoet mengatakan, kondisi ini menjadi peluang bagi negara dengan kekayaan sumber daya alam melimpah seperti Indonesia untuk menegakan kedaulatannya di bidang ekonomi sehingga tidak melulu bergantung pada globalisasi.

Sementara itu, Ketua Umum Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center Hardjuno Wiwoho mengatakan, kenaikan anggaran Covid-19 yang dilakukan secara tiba-tiba tanpa basis perhitungan memadahi, membuktikan pemerintah tidak memiliki konsep yang jelas dalam mengelola angaran negara. "Desain anggaran Covid-19 kacau balau. Suka-suka Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saja," ujar Hardjuno.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dalam keterangan, Sabtu (20/6/2020), mengatakan, pemerintah terus menyiapkan dan menjalankan langkah-langkah penanganan dampak pandemi Covid-19 secara komprehensif.

Sebagai konsekuensi penambahan biaya untuk menangani Covid-19, defisit APBN tahun 2020 diperkirakan melebar dari semula defisit sebesar 1,76% atau sebesar Rp307,2 triliun menjadi 5,07% atau Rp852 triliun dalam Perpres 54/2020, dan defisit baru diperkirakan sebesar 6,34% atau Rp1.039,2 triliun.

"Terdapat kenaikan kebutuhan pembiayaan yang diperkirakan sebesar Rp905,2 triliun, yaitu dari semula Rp741,8 triliun menjadi Rp1.647,1 triliun," kata Yustinus.
(nbs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1120 seconds (0.1#10.140)