Ibadah Tak Hanya Ritual di Masjid
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ibadah puasa di tengah pandemi Covid-19 bisa menjadi tantangan baru bagi yang menjalaninya. Kendati sangat berbeda dengan tahun sebelumnya, Ramadan tetap harus dilalui dengan hikmat dan penuh semangat.
Dalam 30 hari menjalani ibadah puasa, biasanya berbagai ritual yang melibatkan orang banyak terlihat di mana-mana seperti salat tarawih berjamaah, buka puasa bersama, sahur on the road, dan berburu takjil jelang berbuka. Namun, pada Ramadan sekarang, hal itu tidak bisa lagi terjadi karena banyaknya pembatasan sosial dan kegiatan keagamaan lewat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Seperti diketahui, pemerintah telah mengeluarkan keputusan untuk melaksanakan ibadah selama Ramadan di rumah bersama keluarga. Hal ini pun ditegaskan Menteri Agama Fachrul Razi melalui siaran virtualnya.
Menurutnya, Ramadan kali ini hadir saat dunia sedang dilanda pandemi Covid-19. Karena itu, banyak hal yang harus disesuaikan agar nilai ibadah tidak berkurang, meski tidak bisa tadarus bersama, tarawih bersama, dan iktikaf bersama di masjid.
"Yang terpenting kita harus selalu menjaga kesehatan dan imunitas dengan mengonsumsi makanan peningkat daya tahan tubuh. Jika tubuh kita selalu sehat, beribadah dari rumah pun tetap lancar. Meskipun banyak keterbatasan, hal itu tidak lantas mengurangi nilai ibadah yang dilakukan selama Ramadan," ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah telah mengeluarkan pembatasan kegiatan keagamaan selama Ramadan, di beberapa daerah masih ada yang mengadakan salat tarawih bersama meskipun dengan posisi atau jarak yang telah ditentukan dan jumlah yang cukup terbatas.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada 21 April 2020, tercatat jumlah kabupaten atau kota yang terdampak meningkat menjadi 257 wilayah.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am Sholeh menegaskan bahwa pada suatu kawasan yang ada dalam zona merah, sebaiknya diimbau untuk tetap beraktivitas ibadah secara mandiri. Sementara untuk wilayah zona hijau, aktivitas bisa berjalan seperti biasa.
"Kalau memang daerah tersebut masuk kategori zona hijau, tentu masih diperbolehkan untuk melakukan ibadah seperti biasa di masjid secara berjamaah. Namun, tetap harus mengurangi tensi konsentrasi massa," tandasnya.
Tantangan terbesar yang harus dihadapi umat Islam pada Ramadan ini adalah harus memiliki pemahaman dan kebiasaan baru beribadah di tengah wabah Covid-19, namun tetap harus sesuai dengan koridor syariahnya.
"Yang harus diingat, adanya pandemi Covid-19 ini bukan halangan untuk melaksanakan ibadah, malah menghindari kerumunan yang sangat berpotensi menularkan virus. Jadi, lebih baik untuk beribadah di rumah," tandasnya.
Asrorun juga mengingatkan agar masyarakat mengoptimalkan kesehatan dan kebersihan dengan rajin mencuci tangan, membersihkan tempat ibadah, meminimalisasi kontak fisik, dan membawa sajadah sendiri saat ke masjid.
"Ini adalah bentuk dari ikhtiar. Ketika ini sudah dilaksanakan, kita kuatkan dengan doa, munajat, dan qunut nazilah dalam setiap ibadah. Ini ikhtiar lahir dan batin yang harus ditempuh umat beragama," ujarnya.
Meskipun Ramadan kali ini harus dijalankan di rumah masing-masing, diharapkan umat Islam bisa menjalankannya secara khusyuk. Anggota Komisi I DPR Jazuli Juwaini mengungkapkan, banyak perbedaan yang dirasakan pada Ramadan ini, yakni masyarakat harus tetap melaksanakan social dan physical distancing seperti beribadah dari rumah, menjaga jarak, tidak ikut berkumpul, termasuk aktivitas berjamaah.
"Sebab itulah, kegiatan buka puasa bersama dan sahur on the road, tarawih, tadarus, dan tausiyah Ramadan terpaksa dilaksanakan di tempat masing-masing," kata Jazuli.
Dia juga berharap Ramadan kali ini bisa menjadi momentum untuk semakin menumbuhkan kepedulian dan solidaritas kepada sesama warga bangsa dan negara. "Hari-hari ini harus kita jadikan semangat dan memperkuat rasa solidaritas nasional yang tinggi," tandasnya.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut berpesan agar masyarakat tetap melaksanakan ibadah puasa di tengah pandemi dan beribadah bersama keluarga. Dia juga mengajak agar masyarakat senantiasa berdoa dan berbagi hikmah atas kondisi yang terjadi dengan sesama keluarga.
"Jangan kendur, justru waktu di rumah yang kita punya lebih banyak waktu. Hidupkan siang malam Ramadan dengan ibadah berjamaah bersama keluarga," tuturnya.
Meskipun ibadah puasa tahun ini dijalankan dengan penuh keterbatasan, yakni melakukan semua kegiatan dari dalam rumah, tentunya tidak mudah menyesuaikan diri untuk bisa semangat melakukan ibadah.
Sosiolog Sigit Rohadi menegaskan, tidak mudah untuk mengubah rutinitas yang sudah menjadi tradisi setiap tahun, semua aktivitas keramaian dan salat tarawih di masjid seakan-akan hilang. Namun, hal ini sudah tepat dilakukan sebagai jalan memutus rantai penyebaran Covid-19.
"Adanya imbauan untuk melakukan ibadah di rumah ini bersifat masif karena dalam kondisi darurat sehingga hal tersebut sudah tepat," ucapnya.
Dalam ilmu sosiologi, Sigit menjelaskan interaksi antarmanusia itu tidak mesti bertemu langsung, tidak harus bersentuhan atau bertatap muka langsung. Interaksi antarmanusia bisa dilakukan melalui media cetak, media online, dan elektronik.
Dekat Keluarga
Ibadah Ramadan saat ini membuat umat muslim tidak bisa melakukan ritual ibadah terutama salat tarawih dan tadarus di masjid untuk mencegah penyebaran virus korona. Cendikiawan muslim Quraish Shihab menekankan bahwa ibadah bukan hanya bersifat ritual yang dilakukan di masjid.
“Ibadah itu banyak. Dalam bahasa Alquran itu amal soleh. Semua amal kegiatan yang positif. Jadi, kita bisa beribadah di rumah,” ungkap Quraish saat mengisi dialog dengan tema “Ibadah Ramadhan di Rumah” di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, kemarin.
Ibadah bisa dengan melakukan sedekah kepada orang lain. “Saya menganjurkan mungkin selama ini ada gudang yang tidak kita lihat di sana bertumpuk barang-barang yang tidak digunakan, di lemari kita juga banyak baju-baju; karena sibuk, kita tidak melihatnya dan tidak dipakai. Pilihlah itu dan disedekahkan kepada orang lain. Itu ibadah yang luar biasa,” katanya.
Apalagi, saat ini ketika sedang menjalankan semuanya dari rumah menjadi kesempatan untuk melaksanakan ibadah dan belajar bersama dengan keluarga. Quraish mengatakan, untuk mengatasi kejenuhan selama pembatasan sosial berskalan besar (PSBB) bisa melakukan ibadah dengan mendekatkan diri dengan keluarga.
“Belajar berusaha, memahami lebih baik lagi anak-anak saya, dan saya berusaha untuk mengingat kebaikan-kebaikan. Berusaha dan merenung tentang kesalahan dan kekurangan-kekurangan saya. Dan itu bisa dilakukan dan itu bagian dari ibadah.”
Quraish menambahkan bahwa kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan membangun diri dan membangun masyarakat itu juga dinamakan ibadah. “Kalau kalau memang ibadah itu hanya salat, apalah artinya beberapa menit salat dengan kesempatan kita 24 jam sehari," jelasnya.
Maka di sinilah dalam konteks ibadah itu dikenalkan apa yang dinamai ibadah tidak hanya ada di badan, jiwa. "Ada ibadah pikiran, ada ibadah harta, dan sebagainya. Itu semua dapat kita gunakan kesempatan ini untuk lebih memperbanyak hal tersebut,” tegas Quraish.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, ibadah Ramadan tahun ini harus dijadikan sebagai momentum untuk melawan Covid-19. "Saya berharap Anda semua melakukan puasa Ramadan di rumah masing-masing, tarawih di rumah masing-masing, tadarus Alquran di rumah masing-masing. Semoga ini menjadi kekuatan kita dalam melawan Covid-19," tutur Jailul melalui siaran video, dikutip SINDOnews, Jumat (24/4/2020).
Jazilul Fawaid yang juga koordinator Nusantara Mengaji, mengatakan bahwa Ramadan adalah bulan diturunkannya Alquran dan bulan diwajibkannya umat Islam berpuasa.
"Sahruromadhonalladhi unzila fiihilquran hudallinnaasi wabaiyyinaati minalhuda wal furqon. Marhaban ya Sahrur Romadhon. Selamat datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Ramadhan adalah bulan yang dirindu alam semesta," katanya. (Aprilia Sandyna/Binti Mufarida/Abdul Rochim)
Dalam 30 hari menjalani ibadah puasa, biasanya berbagai ritual yang melibatkan orang banyak terlihat di mana-mana seperti salat tarawih berjamaah, buka puasa bersama, sahur on the road, dan berburu takjil jelang berbuka. Namun, pada Ramadan sekarang, hal itu tidak bisa lagi terjadi karena banyaknya pembatasan sosial dan kegiatan keagamaan lewat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Seperti diketahui, pemerintah telah mengeluarkan keputusan untuk melaksanakan ibadah selama Ramadan di rumah bersama keluarga. Hal ini pun ditegaskan Menteri Agama Fachrul Razi melalui siaran virtualnya.
Menurutnya, Ramadan kali ini hadir saat dunia sedang dilanda pandemi Covid-19. Karena itu, banyak hal yang harus disesuaikan agar nilai ibadah tidak berkurang, meski tidak bisa tadarus bersama, tarawih bersama, dan iktikaf bersama di masjid.
"Yang terpenting kita harus selalu menjaga kesehatan dan imunitas dengan mengonsumsi makanan peningkat daya tahan tubuh. Jika tubuh kita selalu sehat, beribadah dari rumah pun tetap lancar. Meskipun banyak keterbatasan, hal itu tidak lantas mengurangi nilai ibadah yang dilakukan selama Ramadan," ujarnya.
Di sisi lain, pemerintah telah mengeluarkan pembatasan kegiatan keagamaan selama Ramadan, di beberapa daerah masih ada yang mengadakan salat tarawih bersama meskipun dengan posisi atau jarak yang telah ditentukan dan jumlah yang cukup terbatas.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada 21 April 2020, tercatat jumlah kabupaten atau kota yang terdampak meningkat menjadi 257 wilayah.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am Sholeh menegaskan bahwa pada suatu kawasan yang ada dalam zona merah, sebaiknya diimbau untuk tetap beraktivitas ibadah secara mandiri. Sementara untuk wilayah zona hijau, aktivitas bisa berjalan seperti biasa.
"Kalau memang daerah tersebut masuk kategori zona hijau, tentu masih diperbolehkan untuk melakukan ibadah seperti biasa di masjid secara berjamaah. Namun, tetap harus mengurangi tensi konsentrasi massa," tandasnya.
Tantangan terbesar yang harus dihadapi umat Islam pada Ramadan ini adalah harus memiliki pemahaman dan kebiasaan baru beribadah di tengah wabah Covid-19, namun tetap harus sesuai dengan koridor syariahnya.
"Yang harus diingat, adanya pandemi Covid-19 ini bukan halangan untuk melaksanakan ibadah, malah menghindari kerumunan yang sangat berpotensi menularkan virus. Jadi, lebih baik untuk beribadah di rumah," tandasnya.
Asrorun juga mengingatkan agar masyarakat mengoptimalkan kesehatan dan kebersihan dengan rajin mencuci tangan, membersihkan tempat ibadah, meminimalisasi kontak fisik, dan membawa sajadah sendiri saat ke masjid.
"Ini adalah bentuk dari ikhtiar. Ketika ini sudah dilaksanakan, kita kuatkan dengan doa, munajat, dan qunut nazilah dalam setiap ibadah. Ini ikhtiar lahir dan batin yang harus ditempuh umat beragama," ujarnya.
Meskipun Ramadan kali ini harus dijalankan di rumah masing-masing, diharapkan umat Islam bisa menjalankannya secara khusyuk. Anggota Komisi I DPR Jazuli Juwaini mengungkapkan, banyak perbedaan yang dirasakan pada Ramadan ini, yakni masyarakat harus tetap melaksanakan social dan physical distancing seperti beribadah dari rumah, menjaga jarak, tidak ikut berkumpul, termasuk aktivitas berjamaah.
"Sebab itulah, kegiatan buka puasa bersama dan sahur on the road, tarawih, tadarus, dan tausiyah Ramadan terpaksa dilaksanakan di tempat masing-masing," kata Jazuli.
Dia juga berharap Ramadan kali ini bisa menjadi momentum untuk semakin menumbuhkan kepedulian dan solidaritas kepada sesama warga bangsa dan negara. "Hari-hari ini harus kita jadikan semangat dan memperkuat rasa solidaritas nasional yang tinggi," tandasnya.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut berpesan agar masyarakat tetap melaksanakan ibadah puasa di tengah pandemi dan beribadah bersama keluarga. Dia juga mengajak agar masyarakat senantiasa berdoa dan berbagi hikmah atas kondisi yang terjadi dengan sesama keluarga.
"Jangan kendur, justru waktu di rumah yang kita punya lebih banyak waktu. Hidupkan siang malam Ramadan dengan ibadah berjamaah bersama keluarga," tuturnya.
Meskipun ibadah puasa tahun ini dijalankan dengan penuh keterbatasan, yakni melakukan semua kegiatan dari dalam rumah, tentunya tidak mudah menyesuaikan diri untuk bisa semangat melakukan ibadah.
Sosiolog Sigit Rohadi menegaskan, tidak mudah untuk mengubah rutinitas yang sudah menjadi tradisi setiap tahun, semua aktivitas keramaian dan salat tarawih di masjid seakan-akan hilang. Namun, hal ini sudah tepat dilakukan sebagai jalan memutus rantai penyebaran Covid-19.
"Adanya imbauan untuk melakukan ibadah di rumah ini bersifat masif karena dalam kondisi darurat sehingga hal tersebut sudah tepat," ucapnya.
Dalam ilmu sosiologi, Sigit menjelaskan interaksi antarmanusia itu tidak mesti bertemu langsung, tidak harus bersentuhan atau bertatap muka langsung. Interaksi antarmanusia bisa dilakukan melalui media cetak, media online, dan elektronik.
Dekat Keluarga
Ibadah Ramadan saat ini membuat umat muslim tidak bisa melakukan ritual ibadah terutama salat tarawih dan tadarus di masjid untuk mencegah penyebaran virus korona. Cendikiawan muslim Quraish Shihab menekankan bahwa ibadah bukan hanya bersifat ritual yang dilakukan di masjid.
“Ibadah itu banyak. Dalam bahasa Alquran itu amal soleh. Semua amal kegiatan yang positif. Jadi, kita bisa beribadah di rumah,” ungkap Quraish saat mengisi dialog dengan tema “Ibadah Ramadhan di Rumah” di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, kemarin.
Ibadah bisa dengan melakukan sedekah kepada orang lain. “Saya menganjurkan mungkin selama ini ada gudang yang tidak kita lihat di sana bertumpuk barang-barang yang tidak digunakan, di lemari kita juga banyak baju-baju; karena sibuk, kita tidak melihatnya dan tidak dipakai. Pilihlah itu dan disedekahkan kepada orang lain. Itu ibadah yang luar biasa,” katanya.
Apalagi, saat ini ketika sedang menjalankan semuanya dari rumah menjadi kesempatan untuk melaksanakan ibadah dan belajar bersama dengan keluarga. Quraish mengatakan, untuk mengatasi kejenuhan selama pembatasan sosial berskalan besar (PSBB) bisa melakukan ibadah dengan mendekatkan diri dengan keluarga.
“Belajar berusaha, memahami lebih baik lagi anak-anak saya, dan saya berusaha untuk mengingat kebaikan-kebaikan. Berusaha dan merenung tentang kesalahan dan kekurangan-kekurangan saya. Dan itu bisa dilakukan dan itu bagian dari ibadah.”
Quraish menambahkan bahwa kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan membangun diri dan membangun masyarakat itu juga dinamakan ibadah. “Kalau kalau memang ibadah itu hanya salat, apalah artinya beberapa menit salat dengan kesempatan kita 24 jam sehari," jelasnya.
Maka di sinilah dalam konteks ibadah itu dikenalkan apa yang dinamai ibadah tidak hanya ada di badan, jiwa. "Ada ibadah pikiran, ada ibadah harta, dan sebagainya. Itu semua dapat kita gunakan kesempatan ini untuk lebih memperbanyak hal tersebut,” tegas Quraish.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, ibadah Ramadan tahun ini harus dijadikan sebagai momentum untuk melawan Covid-19. "Saya berharap Anda semua melakukan puasa Ramadan di rumah masing-masing, tarawih di rumah masing-masing, tadarus Alquran di rumah masing-masing. Semoga ini menjadi kekuatan kita dalam melawan Covid-19," tutur Jailul melalui siaran video, dikutip SINDOnews, Jumat (24/4/2020).
Jazilul Fawaid yang juga koordinator Nusantara Mengaji, mengatakan bahwa Ramadan adalah bulan diturunkannya Alquran dan bulan diwajibkannya umat Islam berpuasa.
"Sahruromadhonalladhi unzila fiihilquran hudallinnaasi wabaiyyinaati minalhuda wal furqon. Marhaban ya Sahrur Romadhon. Selamat datang bulan Ramadhan yang penuh berkah. Ramadhan adalah bulan yang dirindu alam semesta," katanya. (Aprilia Sandyna/Binti Mufarida/Abdul Rochim)
(ysw)