Menjaga Spirit Keagamaan di Tengah Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bulan suci Ramadhan akhirnya tiba. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, saat ini suasana Ramadhan terasa bereda karena dalam suasana bencana pandemi virus Corona (Covid-19).
Meskipun sedikit berbeda, namun spirit puasa Ramadhan ini harus tetap sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya, yakni sebagai ruang untuk melatih diri dan menghindari nafsu dan membatasi emosi negatif.
Imam Besar Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, KH M Muammar Bakry mengatakan dalam konteks saat pandemi Covid-19, Ramadhan kali ini bisa menjadi semangat dalam situasi pembatasan sikap berskala besar (PSBB) ini, yakni membatas fisik, membatasi perilaku dan membatasi hati dari hal yang dilarang oleh agama.
“Karena yang perlu diketahui posisi kita sebagai umat Islam tentunya ada perintah agama yang harus kita ikuti, pertama adalah perintah dari Allah. Kedua, yaitu perintah dari Rasulullah. Ketiga, perintah ulil amri atau pemerintah sendiri,” ujar Muammar Bakry di Makassar, Jumat (24/4/2020)
Dengan adanya pandemi Covid-19, kata Muammar, ada kemaslahatan besar yang harus dijaga oleh pemerintah, yaitu memelihara jiwa manusia.
Menurut dia, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan adanya PSBB adalah bagian dari tujuan utama dari kehadiran syariat Islam yang sesungguhnya, yaitu menjaga jiwa manusia dari bahaya akibat Covid-19.
“Oleh karena itu kita selaku umat Islam tentunya sudah menjadi bagian dari mengikuti perintah Allah dalam mengikuti apa yang sudah disampaikan oleh pihak pemerintah untuk menjaga jiwa kita dari virus tersebut tadi. Ini yang harus kita pahami dan sikapi bersama,” tutur Wakil Rektor IV Universitas Islam Makassar (UIM) itu.( )
Muammar menjelaskan dengan kondisi saat ini umat Islam harus menyadari spirit keagamaan harus tetap dijaga meski tidak lagi dilaksanakan bersama dengan melibatkan banyak orang, Seperti salat Tarawih atau salat berjamaah di masjid.
“Oleh karena itu, saya kira ibadah yang kita lakukan pada Ramadhan kali ini sifatnya lebih personal. Puasa Ramadhan kali ini dapat dijadikan pelajaran sekaligus ujian bagi umat manusia utamanya umat Islam, untuk menahan nafsunya sehingga nilai dari puasa itu bisa kita wujudkan dalam semua sendi kehidupan kita ini,” kata pemimpin Pondok Pesantren Multidimensi Al-Fakhriyah tersebut.
Selain itu, dia juga berharap kepada para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk bisa membantu pemerintah dalam kondisi saat ini. Caranya, memberikan pengertian kepada umat masyarakat.
“Kita tidak bisa hanya menyerahkan tugas besar ini kepada pemerintah saja. Sehingga peran tokoh agama dan tokoh masyarakat harus hadir di tengah masyarakat untuk bisa berperan aktif untuk menenangkan dan memberikan pemahaman dalam menyikapi PSBB dan kondisi saat ini,” tutur Dosen Ilmu Fiqih Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar itu.
Dengan peran aktif para tokoh agama dan masyarakat, dia berharap imbauan pelarangan ibadah di masjid dan tempat ibadah lainnya bisa dipahami oleh masyarakat.
“Saya kira tanpa mengurangi makna ibadah Ramadhan itu sendiri, maka semua tokoh agama dan masyarakat harus hadir untuk memberikan pencerahan kepada umatnya. Sehingga janganlah para tokoh tersebut malah menimbulkan keresahan. Jadi biarlah masyarakat memohon kepada Tuhannya secara syahdu dengan kesendiriannya. Itu tidak ada larangan dari Allah di tengah bencana ini,” tuturnya.
Bagi umat Islam, kata dia, kondisi saat ini memiliki hikmah tersendiri. Jika selama ini kegiatan ibadah dilakukan secara formal, dalam bentuk secara syariat dilakukan secara bersama-sama di rumah ibadah, maka sekarang semua diuji dengan adanya pandemi ini,
“Seperti salat Tarawih yang banyak orang dan salat berjamaah dalam jumlah banyak di tempat terbuka atau di masjid, kemudian buka puasa juga demikian, tidak lagi dilakukan secara beramai-ramai. Karena kegiatan kegiatan ibadah yang kita lakukan pada Ramadhan kali ini sifatnya lebih personal. Spirit inilah yang harus tetap dibangun oleh oleh umat muslim bahwa kita melakukannya seorang diri tanpa mengurangi makna dari Ramadhan itu sendiri,” tuturnya.
Di tengan pandemi Covid-19, kata dia, semua umat manusia sudah sepatutnya untuk tidak kehilangan empati dan kepedulian kepada sesamanya meskipun saat ini sedang menjalani stay at home atau diam di rumah.
“Maka dalam Ramadhan ini kita diajarkan untuk berinfak dan berzakat kepada masyarakat yang tidak mampu dan yang berhak untuk itu. Dengan demikian warga yang mungkin banyak terkena PHK atau kerjanya tidak maksimal dalam kondisi wabah Corona bisa menikmati uluran tangan dari infak yang kita keluarkan. Saya kira itu juga merupakan bagian dari gotong royong kehidupan bangsa Indonesia ini,” ungkap tuturnya.
Meskipun sedikit berbeda, namun spirit puasa Ramadhan ini harus tetap sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya, yakni sebagai ruang untuk melatih diri dan menghindari nafsu dan membatasi emosi negatif.
Imam Besar Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar, KH M Muammar Bakry mengatakan dalam konteks saat pandemi Covid-19, Ramadhan kali ini bisa menjadi semangat dalam situasi pembatasan sikap berskala besar (PSBB) ini, yakni membatas fisik, membatasi perilaku dan membatasi hati dari hal yang dilarang oleh agama.
“Karena yang perlu diketahui posisi kita sebagai umat Islam tentunya ada perintah agama yang harus kita ikuti, pertama adalah perintah dari Allah. Kedua, yaitu perintah dari Rasulullah. Ketiga, perintah ulil amri atau pemerintah sendiri,” ujar Muammar Bakry di Makassar, Jumat (24/4/2020)
Dengan adanya pandemi Covid-19, kata Muammar, ada kemaslahatan besar yang harus dijaga oleh pemerintah, yaitu memelihara jiwa manusia.
Menurut dia, kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan adanya PSBB adalah bagian dari tujuan utama dari kehadiran syariat Islam yang sesungguhnya, yaitu menjaga jiwa manusia dari bahaya akibat Covid-19.
“Oleh karena itu kita selaku umat Islam tentunya sudah menjadi bagian dari mengikuti perintah Allah dalam mengikuti apa yang sudah disampaikan oleh pihak pemerintah untuk menjaga jiwa kita dari virus tersebut tadi. Ini yang harus kita pahami dan sikapi bersama,” tutur Wakil Rektor IV Universitas Islam Makassar (UIM) itu.( )
Muammar menjelaskan dengan kondisi saat ini umat Islam harus menyadari spirit keagamaan harus tetap dijaga meski tidak lagi dilaksanakan bersama dengan melibatkan banyak orang, Seperti salat Tarawih atau salat berjamaah di masjid.
“Oleh karena itu, saya kira ibadah yang kita lakukan pada Ramadhan kali ini sifatnya lebih personal. Puasa Ramadhan kali ini dapat dijadikan pelajaran sekaligus ujian bagi umat manusia utamanya umat Islam, untuk menahan nafsunya sehingga nilai dari puasa itu bisa kita wujudkan dalam semua sendi kehidupan kita ini,” kata pemimpin Pondok Pesantren Multidimensi Al-Fakhriyah tersebut.
Selain itu, dia juga berharap kepada para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk bisa membantu pemerintah dalam kondisi saat ini. Caranya, memberikan pengertian kepada umat masyarakat.
“Kita tidak bisa hanya menyerahkan tugas besar ini kepada pemerintah saja. Sehingga peran tokoh agama dan tokoh masyarakat harus hadir di tengah masyarakat untuk bisa berperan aktif untuk menenangkan dan memberikan pemahaman dalam menyikapi PSBB dan kondisi saat ini,” tutur Dosen Ilmu Fiqih Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar itu.
Dengan peran aktif para tokoh agama dan masyarakat, dia berharap imbauan pelarangan ibadah di masjid dan tempat ibadah lainnya bisa dipahami oleh masyarakat.
“Saya kira tanpa mengurangi makna ibadah Ramadhan itu sendiri, maka semua tokoh agama dan masyarakat harus hadir untuk memberikan pencerahan kepada umatnya. Sehingga janganlah para tokoh tersebut malah menimbulkan keresahan. Jadi biarlah masyarakat memohon kepada Tuhannya secara syahdu dengan kesendiriannya. Itu tidak ada larangan dari Allah di tengah bencana ini,” tuturnya.
Bagi umat Islam, kata dia, kondisi saat ini memiliki hikmah tersendiri. Jika selama ini kegiatan ibadah dilakukan secara formal, dalam bentuk secara syariat dilakukan secara bersama-sama di rumah ibadah, maka sekarang semua diuji dengan adanya pandemi ini,
“Seperti salat Tarawih yang banyak orang dan salat berjamaah dalam jumlah banyak di tempat terbuka atau di masjid, kemudian buka puasa juga demikian, tidak lagi dilakukan secara beramai-ramai. Karena kegiatan kegiatan ibadah yang kita lakukan pada Ramadhan kali ini sifatnya lebih personal. Spirit inilah yang harus tetap dibangun oleh oleh umat muslim bahwa kita melakukannya seorang diri tanpa mengurangi makna dari Ramadhan itu sendiri,” tuturnya.
Di tengan pandemi Covid-19, kata dia, semua umat manusia sudah sepatutnya untuk tidak kehilangan empati dan kepedulian kepada sesamanya meskipun saat ini sedang menjalani stay at home atau diam di rumah.
“Maka dalam Ramadhan ini kita diajarkan untuk berinfak dan berzakat kepada masyarakat yang tidak mampu dan yang berhak untuk itu. Dengan demikian warga yang mungkin banyak terkena PHK atau kerjanya tidak maksimal dalam kondisi wabah Corona bisa menikmati uluran tangan dari infak yang kita keluarkan. Saya kira itu juga merupakan bagian dari gotong royong kehidupan bangsa Indonesia ini,” ungkap tuturnya.
(dam)