Mengakhiri Polemik Penundaan Pemilu
loading...
A
A
A
Semangat pembatasan kekuasaan memang menjadi isu utama setelah rezim Orde Baru runtuh. Perubahan pertama Undang-Undang Dasar 1945 dapat disebut sebagai tonggak sejarah yang berhasil meruntuhkan tembok sakralisme di sebagian kelompok elite politik saat itu di mana cenderung memperlakukan konstitusi sebagai teks suci.
Satu di antara fokus utama pada perubahan pertama tersebut terletak pada pembatasan periode masa jabatan presiden agar pada masa mendatang tidak ada lagi presiden menjabat berpuluh-puluh tahun seperti masa lalu. Karena itu, dilakukan perubahan terhadap Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 sehingga secara jelas menegaskan seseorang dapat menjadi presiden untuk dua kali masa jabatan saja.
Secara ringkas, terdapat empat substansi perubahan dihasilkan melalui empat kali prose amendemen konstitusi di masa awal reformasi: Pertama, pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung atau tidak lagi melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Kedua, pelembagaan masa jabatan presiden dan wakil presiden bersifat tetap selama lima tahun dengan maksimal dua periode masa jabatan.
Ketiga, pengalihan fungsi legislasi dari semula titik berat berada di lembaga eksekutif menjadi di lembaga legislatif meski tetap harus dibahas dan mendapatkan persetujuan presiden. Keempat, penghapusan kedudukan dan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai lembaga tertinggi negara.
Berbagai perubahan mendasar dihasilkan melalui empat tahap amendemen konstitusi tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan Arend Lijphart. Menurut Lijphart, ada tiga hal pokok dari sebuah sistem presidensial, yaitu kepala pemerintahan dipilih untuk masa jabatan bersifat tetap, presiden dipilih secara langsung, dan presiden merupakan kepala eksekutif bersifat tunggal. Konsekuensi masa jabatan bersifat tetap tersebut adalah presiden terpilih tidak mudah dijatuhkan oleh parlemen (Lijphart, 1994: 91-105).
Berangkat dari pemikiran tersebut, penundaan pemilu atas dalih pemilihan ekonomi akibat pandemi adalah hal kontraproduktif bagi keberlangsungan demokrasi konstitusional di Indonesia dan hal ini bisa berakibat indeks demokrasi kita semakin turun di mata dunia.
Dua prinsip dasar demokrasi konstitusional adalah pembatasan periode masa jabatan presiden serta sirkulasi kekuasaan secara teratur dan demokratis. Dua prinsip dasar itu dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari jebakan otoritarianisme.
Satu di antara fokus utama pada perubahan pertama tersebut terletak pada pembatasan periode masa jabatan presiden agar pada masa mendatang tidak ada lagi presiden menjabat berpuluh-puluh tahun seperti masa lalu. Karena itu, dilakukan perubahan terhadap Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 sehingga secara jelas menegaskan seseorang dapat menjadi presiden untuk dua kali masa jabatan saja.
Secara ringkas, terdapat empat substansi perubahan dihasilkan melalui empat kali prose amendemen konstitusi di masa awal reformasi: Pertama, pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung atau tidak lagi melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Kedua, pelembagaan masa jabatan presiden dan wakil presiden bersifat tetap selama lima tahun dengan maksimal dua periode masa jabatan.
Ketiga, pengalihan fungsi legislasi dari semula titik berat berada di lembaga eksekutif menjadi di lembaga legislatif meski tetap harus dibahas dan mendapatkan persetujuan presiden. Keempat, penghapusan kedudukan dan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai lembaga tertinggi negara.
Berbagai perubahan mendasar dihasilkan melalui empat tahap amendemen konstitusi tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan Arend Lijphart. Menurut Lijphart, ada tiga hal pokok dari sebuah sistem presidensial, yaitu kepala pemerintahan dipilih untuk masa jabatan bersifat tetap, presiden dipilih secara langsung, dan presiden merupakan kepala eksekutif bersifat tunggal. Konsekuensi masa jabatan bersifat tetap tersebut adalah presiden terpilih tidak mudah dijatuhkan oleh parlemen (Lijphart, 1994: 91-105).
Berangkat dari pemikiran tersebut, penundaan pemilu atas dalih pemilihan ekonomi akibat pandemi adalah hal kontraproduktif bagi keberlangsungan demokrasi konstitusional di Indonesia dan hal ini bisa berakibat indeks demokrasi kita semakin turun di mata dunia.
Dua prinsip dasar demokrasi konstitusional adalah pembatasan periode masa jabatan presiden serta sirkulasi kekuasaan secara teratur dan demokratis. Dua prinsip dasar itu dimaksudkan untuk menghindarkan diri dari jebakan otoritarianisme.
(bmm)