TNI AU HUT ke-76, Berikut Sejarah Terbentuknya Penjaga Wilayah Udara Indonesia Ini

Sabtu, 09 April 2022 - 09:25 WIB
loading...
TNI AU HUT ke-76, Berikut Sejarah Terbentuknya Penjaga Wilayah Udara Indonesia Ini
Hari ini TNI Angkatan Udara (AU) memperingati hari ulang tahun (HUT) ke-76. Foto/Dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Hari ini TNI Angkatan Udara (AU) memperingati hari ulang tahun ( HUT ) ke-76. Tema HUT ke-76 TNI AU adalah “Dengan Dilandasi Semangat Swa Bhuwana Paksa TNI Angkatan Udara, Siap Menjaga Keamanan Wilayah Udara dan Mendukung Program Pemerintah dalam Pemulihan Ekonomi Sosial".

Sejarah berdirinya TNI AU berawal dari dibentuknya Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 23 Agustus 1945. Dilansir dari laman resmi tni-au.mil.id, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) saat itu membentuk tiga wadah perjuangan, yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Badan Keamanan Rakyat (BKR).

BKR disebutkan sebagai badan yang bertugas untuk menjamin ketentraman umum dan merupakan bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). Setelah BKR terbentuk, Presiden Soekarno mengamanatkan kepada seluruh rakyat Indonesia agar tetap tenang, memegang teguh disiplin, dan siap sedia berjuang untuk Indonesia merdeka.





Semua pejuang mantan prajurit PETA, HEIHO, Pelaut, dan pemuda-pemuda saat itu diperintahkan untuk sementara waktu bergabung dan bekerja dalam BKR. Kemudian, BKR Udara berdiri di daerah-daerah yang punya pangkalan udara atau pemusatan unsur-unsur penerbangan.

Selanjutnya, BKR pada 5 Oktober 1945 ditingkatkan menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sehingga, otomatis BKR Udara pun menjadi TKR Udara yang dikenal dengan TKR Djawatan Penerbangan.

Lalu, pada 12 November 1945 di Yogjakarta dilaksanakan Konferensi TKR dan peserta konferensi bersepakat untuk secepatnya dapat mengembangkan kekuatan udara Indonesia. Pada 12 Desember 1945 sebagai realisasinya, Markas Tertinggi TKR mengeluarkan pengumuman yang ditandatangani Kepala Staf Umum Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo yang menyatakan Pembentukan Bagian Penerbangan pada MT TKR. Kemudian, terhitung mulai 10 Desember 1945, semua kekuatan bagian penerbangan di Indonesia, termasuk prajurit, pegawai pangkalan, dan alat-alatnya ditempatkan di bawah Kepala Bagian Penerbangan.



Lalu, Kepala Bagian Penerbangan berkedudukan di Markas Besar Umum dan ditetapkan Soerjadi Soerjadarma sebagai Kepala TKR Bagian Penerbangan dan Sukarnen Martokusumo sebagai Wakilnya. TKR pada 25 Januari 1946 berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).

TKR Djawatan Penerbangan juga mengalami perubahan karena makin besarnya kepercayaan pemerintah dan rakyat kepadanya. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Penetapan Pemerintah Nomor : 6/SD/1946 yang berisi tentang Pembentukan Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara, dan menetapkan Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Udara pertama.

Tanggal tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Angkatan Udara. Berbagai peristiwa sejarah mewarnai perjalanan TNI AU untuk menjadi sebuah angkatan perang. Diawali dengan berdirinya Badan Keamanan Rakyat Bagian Udara, kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat Jawatan Penerbangan.



Kemudian berkembang menjadi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara. Pesawat-pesawat bekas rampasan penjajah Jepang seperti pesawat Cureng, Cukiu, Nishikoreng, Guntei, Sansikisin dan Hayabusha menjadi kekuatan utama saat itu.

TNI AU sejak kemerdekaan sudah berhasil menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah perjuangan bangsa. Komodor Udara Agustinus Adisutjipto pada 27 Oktober 1945 berhasil untuk pertama kalinya menerbangkan pesawat Cureng dengan identitas merah putih di langit Indonesia.

Keberhasilan itu yang menggerakkan semangat juang para pemuda untuk berusaha mengembangkan kekuatan udara nasional. Pada 29 Juli 1947, operasi udara pertama kali juga berhasil dilakukan oleh para Kadet yaitu Kadet penerbang Mulyono, Kadet penerbang Sitardjo Sigit, dan Kadet penerbang Suharnoko Harbani dengan menyerang markas militer Belanda di Kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.



Operasi udara ini dilakukan sebagai serangan balasan terhadap Agresi Militer Belanda pertama yang dilakukannya dengan menyerang kekuatan udara Republik Indonesia yang berpusat di Pangkalan Udara Maguwo, Bugis, Maospati, Panasan, Cibeureum, dan Kalijati. Lalu, pada 17 Oktober 1947 dilaksanakan penerobosan blokade Belanda melalui udara di Kalimantan dengan melakukan Operasi Lintas Udara dengan menerjunkan 13 orang pasukan payung.

Pada bidang yang lain, para personel perhubungan TNI Angkatan Udara juga berperan aktif mendukung jaringan komunikasi dalam perang gerilya dengan mendirikan berbagai pemancar radio seperti Stasiun Radio PHB ZZ di Payakumbuh, Stasiun Radio UDO, dan Stasiun Radio PD 2 di Kutaraja serta Stasiun Radio NBM di Lhok Nga, Aceh, serta Stasiun Radio SNM di Burma yang memberitakan Kemerdekaan Republik Indonesia ke luar negeri.

TNI AU pada periode 1950-1959 melakukan pengembangan dan konsolidasi dengan menggantikan alat utama sistem persenjataan (alutsista) peninggalan Jepang. Kala itu, Dirgantara Indonesia mulai dihiasi dengan kehadiran pesawat-pesawat lebih modern seperti P-51 Mustang, B-25 Mitchel, B-26 Invander, C-47 Dakota, AT-16 Harvard, Piper Cub L-4J, Cessna L-19, Cessna 180, Albatros, Vampire Trainer DH-115, Piper Cub, Mark-2 Auster, PBY Catalina, IL-28 Ilyusin, Mig-15, Mig-17, Bell 47G-2 Trooper, MI-4, SM-1, IL-14 Avia, BT-13 Valiant, Hiller-360 Utility, Bell-47G.



TNI AU pada periode ini melaksanakan tugas dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara. TNI AU berhasil melaksanakan berbagai operasi penumpasan pemberontakan secara gemilang. Di antaranya, operasi penumpasan pemberontakan PKI Madiun, PRRI/Permesta, Republik Maluku Selatan, dan DI/TII.

Selanjutnya, TNI AU pada periode 1960-1969 tumbuh menjadi kekuatan yang sangat disegani di kawasan Asia Tenggara. Pengadaan alutsista diwarnai dari Blok Barat dan Blok Timur.

Adapun alutsista yang berasal dari Blok Timur antara lain pesawat Mig-19, Mig-21, AN-12 Antonov, TU-16, Helikopter MI-4, MI-6, L-29 Dholphin, Radar Nysa, dan Rudal SAM-75. Dari Blok Barat didatangkan pesawat C-130 Hercules, C-140 Jet Star, Helikopter Bell-47J Ranger, Bell-204B Iroquis, S-58T Sikorsky, T-34A Mentor, serta Radar Decca.

TNI AU dengan kekuatan udara tersebut berhasil melaksanakan operasi merebut Irian Barat (Operasi Trikora), Operasi Dwikora terkait konfrontasi Indonesia-Malaysia, dan Operasi Penumpasan G-30 S/PKI.

Selanjutnya, TNI AU pada periode 1970-1979 secara bertahap diperkuat oleh beberapa alutsista baru seperti pesawat OV-10 Bronco, F-86 Sabre, T-33 Bird, Fokker F-27, T-34C Mentor Charlie, Helikopter Puma SA-330, Helikopter Latih bell 47G Sioux, Bell-204B Iroquis, serta AT-16 Harvard. Kemudian, pada periode 1980-1989, hadir pesawat tempur F-5 Tiger II, pesawat A-4 Sky Hawk, dan pesawat latih jenis Hawk MK-53, Boeing 737 yang memiliki kemampuan pengintaian dan pengamatan wilayah permukaan serta pesawat angkut ringan Cassa-212-200 Aviocar sebagai kekuatan Skadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh.

Kehadiran pesawat Multirole F-16 Fighting Falcon pada akhir 1989 telah menambah keperkasaan TNI AU, serta Radar Thomson, dan Plessey. Didatangkan pula pesawat AS-202/ 18 A Bravo sebagai pesawat latih mula untuk membentuk penerbang-penerbang muda.

TNI AU pada periode 1990-1999 kembali menambah kekuatan dengan datangnya pesawat CN-235, NAS 332 Super Puma, dan Radar Plessey AR 325, jenis Hawk 100/200 yang ditempatkan di Skadron Udara 12 dan Skadron Udara 1. TNI AU secara bertahap berbenah diri dalam mengembangkan kemampuan dan kekuatannya dengan menghadirkan pesawat Sukhoi SU-27 dan SU-30 dari Rusia pada periode 2000-2010.

Pesawat itu ditempatkan di Skadron Udara 11 Lanud Hasanuddin agar jika ada pesawat asing yang berusaha memasuki wilayah udara Indonesia di sekitar negara Timor Leste atau Papua, Sukhoi mampu mencegahnya. Pesawat itu punya kemampuan jelajah dan manuverabilitas yang cukup tinggi, dan memiliki kemampuan combat radius sejauh 1.500 km serta jarak jelajahnya maksimal 4.000 km.

Di samping itu, TNI AU pada periode itu dilengkapi pesawat latih dasar KT-1 Woong Bee, Helikopter EC-120 Colibri, NAS-332Super Puma, SF-260 Marchetti, dan CN-235-220 MPA, dan CN-295 buatan PT. Dirgantara Indonesia. Setelah itu, TNI AU melengkapi kekuatan alutsistanya dengan Su-30, F-16 CD, T-50i Golden Eagle, Super Tucano, G-120 TP-A, T-4D/R-172/182T, EC-725 Caracal, C-130 Hercules, B-737, F-28, Cassa-212, CN 295, dan CN-235.

Lalu, dilengkapi pesawat latih dasar, Colibri, dan CN-235-220 MPA dan CN-295 buatan PT. TNI AU juga telah membentuk Skadron 45 VIP/VVIP, Skadron Udara 51 Elang Pengintai dengan pesawat UAV di Lanud Supadio, pembentukan Skadron Udara 16 di Lanud Roesmin Nuryadin dengan alutsista Pesawat F-16C/D-52ID, pembentukan Skadron Udara 27 di Lanud Manuhua, Biak dengan alutsista Pesawat CN-235 serta Skadron Udara 33 Lanud Hasanuddin dengan alutsista Pesawat Hercules C-130.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1582 seconds (0.1#10.140)