Wagub Jabar Uu Ruzhanul: Aktivitas Pesantren Dilakukan Hati-hati
loading...
A
A
A
SUMEDANG - Kalangan pesantren mendukung keputusan Gubernur Jawa Barat hasil revisi yang mengatur protokol kesehatan COVID-19 di lingkungan pondok pesantren.
Sebagai respons atas masukan dari kalangan pesantren, Gubernur Jabar Ridwan Kamil baru– baru ini mengeluarkan Kepgub No:443/Kep.326-Hukham/2020 tentang Perubahan atas Kepgub Jabar No 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Lingkungan Pondok Pesantren.
Hal itu terungkap dalam kunjungan Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum saat meninjau kesiapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Pondok Pesantren Al Falahiyyah Desa Cikoneng Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang, Rabu (17/6/2020).
Pimpinan ponpes Al Falahiyyah Kiai I'dad Isti'dad menyatakan, keputusan gubernur dimaksudkan untuk melindungi seluruh penghuni pondok pesantren agar tidak ada klaster COVID-19 di pesantren. "Kami sangat mendukung Kepgub Jabar terkait AKB di lingkungan pesantren, yang isinya jelas- jelas melindungi anak santri didik kami. Kenapa? Penyakit ini (COVID-19) kan belum ada obatnya sampai hari ini,” ujar I’dad.
Menurut I’dad, obat dan vaksin COVID-19 adalah kesiapan penghuni pesantren menjaga jarak, banyak mencuci tangan pakai sabun, dan hindari berkumpul. Sementara santri mondok di asrama 24 jam penuh mulai dari tidur, makan, mengaji dan bergaul dengan teman-temannya.
“Sehingga keputusan gubernur ini jadi pegangan kepada kami untuk membina, mengawasi anak didik saya supaya jangan terkena penyakit COVID-19 ini," tutur I'dad.
Sejauh pengamatan I’dad, kepgub yang sudah berlaku saat ini akan jadi acuan yang merupakan hasil musyawarah para kiai dan pimpinan ponpes se-Jabar termasuk Al Falahiyyah.
Meski begitu, I’dad akan sangat berhati-hati memulai aktivitas belajar–mengajar. Dari sekitar 500 santri yang terdaftar, kini baru 20 santri yang sudah berada di pondok, itu pun adalah santri 'murobatoh', yang menetap dan yang rumahnya di sekitar Sumedang. Sementara santri lainnya akan datang secara bertahap sesuai zona aman COVID-19.
I’dad akan berterima kasih kepada orang tua dan santri datang ke pondok dengan berbekal surat sehat atau bebas COVID-19 atau minimal telah mengantongi izin dari petugas berwenang di rumah masing–masing. “Jangan sampai ada COVID-19 gelombang kedua. Jangan sampai pesantren jadi klaster baru, apalagi santri kami ada dari berbagai daerah bahkan dari luar Provinsi Jawa Barat. Jadi ada yang dari zona merah, kuning, biru, hijau, dan lain- lain," sebutnya.
Untuk itu sebelum santri berdatangan, Al Falahiyyah telah menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan seperti menyediakan alat pelindung seperti masker, disinfektan, hand sanitizer, sarana cuci tangan, hingga mengatur saf salat di masjid/musala pesantren.
"Harus kita jaga anak didik kita, kiai kita, asatid kita, ini sedia payung sebelum hujan, maka SOP (pencegahan) COVID-19 kita sudah siap, masker, hand sanitizer, sarana cuci tangan, sudah kita siapkan semua, ada yang kita beli, ada dari sumbangan, semua sudah siap," katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum berharap para kepala daerah kabupaten/kota mendukung protokol kesehatan AKB di pesantren yang diatur kepgub. Uu mengapresiasi komitmen Pemkab Sumedang yang siap memenuhi kebutuhan pesantren dalam AKB nanti.
Menurut Panglima Santri Jabar, Pemda Prov Jabar, Gugus Tugas COVID-19, dan para kiai, asatid, beserta pimpinan ponpes dan sejumlah ormas Islam telah bermusyawarah untuk memulai aktivitas di pesantren. Berbekal hasil musyawarah tersebut, lahir keputusan gubernur yang mewadahi kegiatan belajar mengajar di pesantren di zona yang relatif aman COVID-19.
Uu menjelaskan, tatap muka di pesantren mendahului tatap muka di sekolah umum karena memang kurikulum di pesantren berbeda dengan sekolah umum dan tidak seragam. Pendidikan pesantren beragam karena banyak yang diselenggarakan oleh pribadi atau kelompok.
Sementara sekolah umum memiliki materi ajar yang sama sesuai kurikulum nasional sehingga kebijakan mulai sekolah diatur oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jika sekolah umum di satu zona dibuka dan di zona lain ditutup, maka akan muncul kejomplangan pendidikan. Sementara di pesantren, kejomplangan relatif tidak akan muncul.
"Jadi sekarang diperbolehkan beraktivitas tetapi protokol kesehatan harus diterapkan," kata Kang Uu.
Uu berpesan, pengelola pesantren bertindak cepat apabila misalnya ternyata ada kasus di pesantrennya. "Makanya santri juga harus tetap melakukan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) termasuknya harus selalu memakai masker," pungkasnya.
Sebagai respons atas masukan dari kalangan pesantren, Gubernur Jabar Ridwan Kamil baru– baru ini mengeluarkan Kepgub No:443/Kep.326-Hukham/2020 tentang Perubahan atas Kepgub Jabar No 443/Kep.321-Hukham/2020 tentang Protokol Kesehatan untuk Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 di Lingkungan Pondok Pesantren.
Hal itu terungkap dalam kunjungan Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum saat meninjau kesiapan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) di Pondok Pesantren Al Falahiyyah Desa Cikoneng Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang, Rabu (17/6/2020).
Pimpinan ponpes Al Falahiyyah Kiai I'dad Isti'dad menyatakan, keputusan gubernur dimaksudkan untuk melindungi seluruh penghuni pondok pesantren agar tidak ada klaster COVID-19 di pesantren. "Kami sangat mendukung Kepgub Jabar terkait AKB di lingkungan pesantren, yang isinya jelas- jelas melindungi anak santri didik kami. Kenapa? Penyakit ini (COVID-19) kan belum ada obatnya sampai hari ini,” ujar I’dad.
Menurut I’dad, obat dan vaksin COVID-19 adalah kesiapan penghuni pesantren menjaga jarak, banyak mencuci tangan pakai sabun, dan hindari berkumpul. Sementara santri mondok di asrama 24 jam penuh mulai dari tidur, makan, mengaji dan bergaul dengan teman-temannya.
“Sehingga keputusan gubernur ini jadi pegangan kepada kami untuk membina, mengawasi anak didik saya supaya jangan terkena penyakit COVID-19 ini," tutur I'dad.
Sejauh pengamatan I’dad, kepgub yang sudah berlaku saat ini akan jadi acuan yang merupakan hasil musyawarah para kiai dan pimpinan ponpes se-Jabar termasuk Al Falahiyyah.
Meski begitu, I’dad akan sangat berhati-hati memulai aktivitas belajar–mengajar. Dari sekitar 500 santri yang terdaftar, kini baru 20 santri yang sudah berada di pondok, itu pun adalah santri 'murobatoh', yang menetap dan yang rumahnya di sekitar Sumedang. Sementara santri lainnya akan datang secara bertahap sesuai zona aman COVID-19.
I’dad akan berterima kasih kepada orang tua dan santri datang ke pondok dengan berbekal surat sehat atau bebas COVID-19 atau minimal telah mengantongi izin dari petugas berwenang di rumah masing–masing. “Jangan sampai ada COVID-19 gelombang kedua. Jangan sampai pesantren jadi klaster baru, apalagi santri kami ada dari berbagai daerah bahkan dari luar Provinsi Jawa Barat. Jadi ada yang dari zona merah, kuning, biru, hijau, dan lain- lain," sebutnya.
Untuk itu sebelum santri berdatangan, Al Falahiyyah telah menyiapkan sarana dan prasarana kesehatan seperti menyediakan alat pelindung seperti masker, disinfektan, hand sanitizer, sarana cuci tangan, hingga mengatur saf salat di masjid/musala pesantren.
"Harus kita jaga anak didik kita, kiai kita, asatid kita, ini sedia payung sebelum hujan, maka SOP (pencegahan) COVID-19 kita sudah siap, masker, hand sanitizer, sarana cuci tangan, sudah kita siapkan semua, ada yang kita beli, ada dari sumbangan, semua sudah siap," katanya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum berharap para kepala daerah kabupaten/kota mendukung protokol kesehatan AKB di pesantren yang diatur kepgub. Uu mengapresiasi komitmen Pemkab Sumedang yang siap memenuhi kebutuhan pesantren dalam AKB nanti.
Menurut Panglima Santri Jabar, Pemda Prov Jabar, Gugus Tugas COVID-19, dan para kiai, asatid, beserta pimpinan ponpes dan sejumlah ormas Islam telah bermusyawarah untuk memulai aktivitas di pesantren. Berbekal hasil musyawarah tersebut, lahir keputusan gubernur yang mewadahi kegiatan belajar mengajar di pesantren di zona yang relatif aman COVID-19.
Uu menjelaskan, tatap muka di pesantren mendahului tatap muka di sekolah umum karena memang kurikulum di pesantren berbeda dengan sekolah umum dan tidak seragam. Pendidikan pesantren beragam karena banyak yang diselenggarakan oleh pribadi atau kelompok.
Sementara sekolah umum memiliki materi ajar yang sama sesuai kurikulum nasional sehingga kebijakan mulai sekolah diatur oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jika sekolah umum di satu zona dibuka dan di zona lain ditutup, maka akan muncul kejomplangan pendidikan. Sementara di pesantren, kejomplangan relatif tidak akan muncul.
"Jadi sekarang diperbolehkan beraktivitas tetapi protokol kesehatan harus diterapkan," kata Kang Uu.
Uu berpesan, pengelola pesantren bertindak cepat apabila misalnya ternyata ada kasus di pesantrennya. "Makanya santri juga harus tetap melakukan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) termasuknya harus selalu memakai masker," pungkasnya.
(alf)