Istri Nazaruddin diganjar 6 tahun pejara

Kamis, 14 Maret 2013 - 14:44 WIB
Istri Nazaruddin diganjar 6 tahun pejara
Istri Nazaruddin diganjar 6 tahun pejara
A A A
Sindonews.com - Terdakwa dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Neneng Sri Wahyuni dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda Rp300 juta, subsider enam bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara.

Oleh Hakim, Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara itu dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam proyek pengadaan PLTS di Kemenakertrans pada 2008

"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) secara bersama-sama," tegas Ketua Majelis Hakim, Tati Hardianti dalam pembacaan amar putusan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (14/3/2013).

Istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin juga diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp800juta. Uang itu harus dibayarkan paling lambat satu bulan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, negara berhak menyita harta benda yang dimiliki Neneng.

"Jika harta bendanya tidak mencukupi, maka dapat dipidana dengan penjara selama satu tahun," tegas Tati.

Hal yang memberatkan, salah satunya Neneng dianggap mengabaikan panggilan penyidik KPK."Terdakwa tidak langsung menyerahkan diri ketika ditetapkan menjadi tersangka," tegasnya.

Hal yang meringankan, Neneng dianggap berlaku sopan selama persidangan dan masih memiliki tanggungan anak.

Neneng dijerat dengan pasal pasal 2 Ayat 1 undang-undang 31/1999 sebagaimana diubah 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

Persidangan itu berlangsung tanpa dihadiri oleh terdakwa maupun para kuasa hukum. Sidang terpaksa digelar in absentia lantaran terdakwa mengaku sakit dan harus berobat.

Tuntutan Jaksa KPK sebelumnya, Neneng diganjar penjar tujuh tahun, denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, Jaksa waktu itu juga menuntut Neneng membayar uang pengganti kepada negara Rp2,660 miliar.

Berdasarkan fakta hukum, perbuataan Neneng berawal pada proses lelang. Neneng diduga memberikan uang USD50.000 kepada pejabat Kemenakertrans untuk memengaruhi agar memenangkan Neneng dalam proyek PLTS.

Neneng, dengan meminjam bendera PT Alfindo Nuratama melalui Marisi Martondang (Direktur Administrasi PT Anugerah Nusantara) dan Mindo Rosalina Manulang (Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara), bersepakat dengan Timas Ginting (pejabat pembuat komitmen) untuk mengubah hasil komponen pengujian produk PT Alfindo sehingga memenuhi persyaratan teknis dan ditetapkan sebagai pemenang.

Setelah Alfindo ditetapkan sebagai pemenang, dimana telah menerima pembayaran, rekening Alfindo dikuasai dan dicairkan Neneng.

Dalam pelaksanaannya, Neneng mengalihkan pengerjaan utama proyek PLTS ke PT Sundaya Indonesia dengan sepakat memberikan fee kepada Direktur Utama PT Alfindo Nuratama, Arifin Ahmad.

Pengalihan pekerjaan utama kepada PT Sundaya Indonesia ini dianggap melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Perbuatan Neneng ini juga dianggap merugikan keuangan negara senilai Rp2,7 miliar. Setelah PT Alfindo menerima pembayaran proyek PLTS Rp8 miliar, Neneng memerintahkan anak buahnya, Yulianis, untuk membayarkan uang Rp5,2 miliar ke PT Sundaya Indonesia. Sehingga didapatkan selisih Rp2,7 miliar.
(lns)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5908 seconds (0.1#10.140)