Tuberkulosis Masih Bersama Kita
loading...
A
A
A
Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI,
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
MEMANG kini kita sedang dalam pandemi Covid-19 dengan berbagai turbulensinya, dan belum jelas juga kapan akan berakhir. Tetapi kita tentu perlu menyadari bahwa dunia ,dan juga Indonesia, menghadapi berbagai penyakit menular, sebagian sudah ratusan tahun lamanya dan masih juga jadi masalah kesehatan penting hingga hari ini, satu di antaranya adalah tuberkulosis.
Pada 24 Maret 1882 Dr Robert Koch mempresentasikan hasil penelitiannya yang menemukan kuman penyebab tuberkulosis, satu di antara pembunuh utama dunia ketika itu, termasuk di Eropa dan Amerika. Satu dari 7 kematian ketika itu disebabkan oleh tuberkulosis. Kini, setiap 24 Maret diperingati sebagai World TB Day (Hari Tuberkulosis Sedunia) yang untuk tahun ini tema globalnya “Invest to End TB, Save Lives".
Tema ini antara lain untuk menyerukan kepada pihak terkait dengan pengendalian TB di dunia agar bersatu padu mencari jalan keluar tentang kurangnya investasi untuk TB di tahun yang lalu, agar jangan terjadi lagi. Dari USD15 miliar anggaran pengendalian TB dunia yang pernah direncanakan tahun lalu maka tidak sampai separuhnya yang terpenuhi. Akan baik kalau pimpinan dunia dapat meningkatkan komitmennya tiga atau empat kali lipat agar kita dapat menyelamatkan kehidupan dan menghentikan epidemi tuberkulosis dunia pada tahun 2030.
Untuk tema Hari Tuberkulosis Sedunia 2022 ini Kementerian Kesehatan menentukannya sebagai “Investasi untuk Eliminasi Tuberkulosis, Selamatkan Bangsa”. Investasi yang dimaksud di sini adalah investasi finansial dari pemerintah, sektor swasta, donor dan individu untuk menurunkan dampak ekonomi tuberkulosis yang selama ini menjadi tantangan. Tidak hanya investasi dari segi finansial, namun juga termasuk upaya, tenaga, jiwa, cinta dan kasih sayang untuk upaya penanggulangan tuberkulosis.
Dengan mengambil tema ini diharapkan hati setiap orang tergerak untuk menyadari pentingnya upaya sekecil apapun yang bahkan seorang individu lakukan untuk menanggulangi TB akan sangat bermakna demi pencapaian eliminasi tuberkulosis. Juga agar menyadari bahwa upaya eliminasi TB bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan saja tetapi tanggung jawab semua sektor dan setiap individu yang ada.
Data Dunia dan Indonesia
Di dunia setiap hari ada lebih dari 4.100 orang meninggal akibat TB dan hampir 30.000 jatuh sakit TB, padahal penyakit ini dapat dicegah dan dapat disembuhkan. Setiap tahunnya Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan Global TB Report yang menyajikan data tahun sebelumnya. Global TB Report 2021 menunjukkan bahwa pada 2020 terdapat 9.9 juta orang di dunia sakit TB, dan 1,5 juta nyawa meninggal akibat penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati ini.
Disebutkan juga bahwa sebenarnya program pengendalian tubderkulosis di dunia sejauh ini berjalan untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Tetapi kemudian datanglah pandemi Covid-19 yang menimbulkan berbagai dampak merugikan dalam kemajuan pengendalian tuberkulosis di dunia, di mana pada 2020 untuk pertama kalinya kematian TB meningkat setelah selama satu dekade angkanya terus menurun. Penemuan kasus TB di dunia menurun 18%, dari 7,1 juta pada 2019 menjadi 5.8 juta pada 2020, angkanya kembali seperti pada 2012.
Pada Global TB Report WHO 2021 ini disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis tertinggi ketiga setelah India dan China. Saat ini Indonesia termasuk satu dari delapan negara yang menyumbang 2/3 kasus tuberkulosis di dunia. Pada 2020, diestimasikan terdapat 824.000 orang jatuh sakit dan 93.000 jiwa meninggal akibat TB di negara kita.
Dari estimasi tersebut, pada 2020 ditemukan sebanyak 384.025 kasus atau sekitar 47%. Capaian penemuan kasus ini menurun 178.024 dari tahun 2019 akibat dampak dari pandemi COVID-19. Situasi ini menjadi hambatan besar untuk merealisasikan target eliminasi TB pada 2030. Angka kesembuhan TB pun masih belum optimal yaitu pada 82%, di bawah target global untuk angka keberhasilan pengobatan 90%.
Sedangkan jumlah kasus TB yang diobati dan dilaporkan ke sistem yang ada pada 2021 adalah sebanyak 356.957 kasus dengan cakupan penemuan dan pengobatan (treatment coverage) sebesar 43% (target: 85%). Pasien TB yang belum ditemukan dapat menjadi sumber penularan TB di masyarakat sehingga hal ini menjadi tantangan besar bagi program penanggulangan TB di Indonesia.
Eliminasi 2030
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) dunia pada 2030 goal 3 adalah Kehidupan Sehat dan Sejahtera, yang diharapkan akan menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia. Di dalam goal 3 ini ada target 3,3 di mana pada 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber air, serta penyakit menular lainnya.
Kalau untuk Indonesia, dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis Bab II pasal 4 menyebutkan dua target eliminasi tuberkulosis pada 2030. Pertama, penurunan angka kejadian (incidence rate) tuberkulosis menjadi 65/100.000 penduduk, dan yang ke dua penurunan angka kematian akibat TB menjadi 6 per 100.000 penduduk.
Pandemi Covid-19 jelas berpengaruh besar pada pencapaian target SDGs dan juga target eliminasi nasional. Karena itu, peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2022 harus menjadi tonggak untuk melakukan evaluasi untuk menentukan langkah berikutnya. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan.
Pertama, mengubah target sehingga lebih laik untuk dicapai, atau yang ke dua adalah tetap mematok target yang sudah ada tetapi mengubah upaya yang harusn dilakukan, bagaimana memperkuatnya dalam 8 tahun mendatang menjelang 2030.
Untuk target SDG untuk tuberkulosis dunia maka akan baik dibahas dalam salah satu agenda kesehatan Presidensi Indonesia pada G20 tahun ini. Kalau ini dilakukan maka nama Indonesia akan tercatat harum dalam pengendalian epidemi tuberkulosis dunia.
Sementara itu, untuk target eliminasi negara kita, karena ini baru saja dicanangkan tahun 2021 maka tentu target itu tetap harus dijaga. Jadi tidak ada jalan lain maka kita harus meningkatkan upaya secara maksimal agar target tercapai pada 2030. Untuk ini maka tiga sub tema Hari TB Sedunia 2022 kita nampaknya sejalan dengan penguatan upaya yang harus dilakukan, dan harus digiatkan mulai 24 Maret 2022 ini.
Sub-tema pertama adalah periksa TB sekarang demi masa depan lebih sehat, yang mencakup deteksi dini status TB dengan secara aktif memeriksakan diri apabila muncul gejala, serta masyarakat maupun tenaga kesehatan secara aktif melakukan pelaporan dan penemuan kasus apabila terdapat seseorang yang bergejala TB di lingkungan untuk dilakukan pemeriksaan atau investigasi kontak.
Sub-tema ke dua adalah cegah TB dengan pemberian terapi pencegahan TB. Untuk ini, pemberian Terapi Pencegahan TB (TPT) menjadi amat penting untuk dilakukan khususnya pada populasi risiko tinggi agar dapat memutus rantai penularan dan mencegah timbulnya kasus TB baru serta menjaga orang yang sehat tetap sehat. Akhirnya, sesuai sub-tema ke tiga maka marilah kita semua satukan tekad dan perkuat inovasi untuk eliminasi tuberkulosis dari bumi pertiwi tercinta.
Lihat Juga: TB Penyakit Menular Paling Mematikan, Begini Langkah Efektif Pencegahan dan Pengobatannya
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/ Guru Besar FKUI,
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes
MEMANG kini kita sedang dalam pandemi Covid-19 dengan berbagai turbulensinya, dan belum jelas juga kapan akan berakhir. Tetapi kita tentu perlu menyadari bahwa dunia ,dan juga Indonesia, menghadapi berbagai penyakit menular, sebagian sudah ratusan tahun lamanya dan masih juga jadi masalah kesehatan penting hingga hari ini, satu di antaranya adalah tuberkulosis.
Pada 24 Maret 1882 Dr Robert Koch mempresentasikan hasil penelitiannya yang menemukan kuman penyebab tuberkulosis, satu di antara pembunuh utama dunia ketika itu, termasuk di Eropa dan Amerika. Satu dari 7 kematian ketika itu disebabkan oleh tuberkulosis. Kini, setiap 24 Maret diperingati sebagai World TB Day (Hari Tuberkulosis Sedunia) yang untuk tahun ini tema globalnya “Invest to End TB, Save Lives".
Tema ini antara lain untuk menyerukan kepada pihak terkait dengan pengendalian TB di dunia agar bersatu padu mencari jalan keluar tentang kurangnya investasi untuk TB di tahun yang lalu, agar jangan terjadi lagi. Dari USD15 miliar anggaran pengendalian TB dunia yang pernah direncanakan tahun lalu maka tidak sampai separuhnya yang terpenuhi. Akan baik kalau pimpinan dunia dapat meningkatkan komitmennya tiga atau empat kali lipat agar kita dapat menyelamatkan kehidupan dan menghentikan epidemi tuberkulosis dunia pada tahun 2030.
Untuk tema Hari Tuberkulosis Sedunia 2022 ini Kementerian Kesehatan menentukannya sebagai “Investasi untuk Eliminasi Tuberkulosis, Selamatkan Bangsa”. Investasi yang dimaksud di sini adalah investasi finansial dari pemerintah, sektor swasta, donor dan individu untuk menurunkan dampak ekonomi tuberkulosis yang selama ini menjadi tantangan. Tidak hanya investasi dari segi finansial, namun juga termasuk upaya, tenaga, jiwa, cinta dan kasih sayang untuk upaya penanggulangan tuberkulosis.
Dengan mengambil tema ini diharapkan hati setiap orang tergerak untuk menyadari pentingnya upaya sekecil apapun yang bahkan seorang individu lakukan untuk menanggulangi TB akan sangat bermakna demi pencapaian eliminasi tuberkulosis. Juga agar menyadari bahwa upaya eliminasi TB bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan saja tetapi tanggung jawab semua sektor dan setiap individu yang ada.
Data Dunia dan Indonesia
Di dunia setiap hari ada lebih dari 4.100 orang meninggal akibat TB dan hampir 30.000 jatuh sakit TB, padahal penyakit ini dapat dicegah dan dapat disembuhkan. Setiap tahunnya Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan Global TB Report yang menyajikan data tahun sebelumnya. Global TB Report 2021 menunjukkan bahwa pada 2020 terdapat 9.9 juta orang di dunia sakit TB, dan 1,5 juta nyawa meninggal akibat penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dan diobati ini.
Disebutkan juga bahwa sebenarnya program pengendalian tubderkulosis di dunia sejauh ini berjalan untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Tetapi kemudian datanglah pandemi Covid-19 yang menimbulkan berbagai dampak merugikan dalam kemajuan pengendalian tuberkulosis di dunia, di mana pada 2020 untuk pertama kalinya kematian TB meningkat setelah selama satu dekade angkanya terus menurun. Penemuan kasus TB di dunia menurun 18%, dari 7,1 juta pada 2019 menjadi 5.8 juta pada 2020, angkanya kembali seperti pada 2012.
Pada Global TB Report WHO 2021 ini disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan beban tuberkulosis tertinggi ketiga setelah India dan China. Saat ini Indonesia termasuk satu dari delapan negara yang menyumbang 2/3 kasus tuberkulosis di dunia. Pada 2020, diestimasikan terdapat 824.000 orang jatuh sakit dan 93.000 jiwa meninggal akibat TB di negara kita.
Dari estimasi tersebut, pada 2020 ditemukan sebanyak 384.025 kasus atau sekitar 47%. Capaian penemuan kasus ini menurun 178.024 dari tahun 2019 akibat dampak dari pandemi COVID-19. Situasi ini menjadi hambatan besar untuk merealisasikan target eliminasi TB pada 2030. Angka kesembuhan TB pun masih belum optimal yaitu pada 82%, di bawah target global untuk angka keberhasilan pengobatan 90%.
Sedangkan jumlah kasus TB yang diobati dan dilaporkan ke sistem yang ada pada 2021 adalah sebanyak 356.957 kasus dengan cakupan penemuan dan pengobatan (treatment coverage) sebesar 43% (target: 85%). Pasien TB yang belum ditemukan dapat menjadi sumber penularan TB di masyarakat sehingga hal ini menjadi tantangan besar bagi program penanggulangan TB di Indonesia.
Eliminasi 2030
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) dunia pada 2030 goal 3 adalah Kehidupan Sehat dan Sejahtera, yang diharapkan akan menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia. Di dalam goal 3 ini ada target 3,3 di mana pada 2030, mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakit tropis yang terabaikan, dan memerangi hepatitis, penyakit bersumber air, serta penyakit menular lainnya.
Kalau untuk Indonesia, dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis Bab II pasal 4 menyebutkan dua target eliminasi tuberkulosis pada 2030. Pertama, penurunan angka kejadian (incidence rate) tuberkulosis menjadi 65/100.000 penduduk, dan yang ke dua penurunan angka kematian akibat TB menjadi 6 per 100.000 penduduk.
Pandemi Covid-19 jelas berpengaruh besar pada pencapaian target SDGs dan juga target eliminasi nasional. Karena itu, peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 2022 harus menjadi tonggak untuk melakukan evaluasi untuk menentukan langkah berikutnya. Dalam hal ini ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan.
Pertama, mengubah target sehingga lebih laik untuk dicapai, atau yang ke dua adalah tetap mematok target yang sudah ada tetapi mengubah upaya yang harusn dilakukan, bagaimana memperkuatnya dalam 8 tahun mendatang menjelang 2030.
Untuk target SDG untuk tuberkulosis dunia maka akan baik dibahas dalam salah satu agenda kesehatan Presidensi Indonesia pada G20 tahun ini. Kalau ini dilakukan maka nama Indonesia akan tercatat harum dalam pengendalian epidemi tuberkulosis dunia.
Sementara itu, untuk target eliminasi negara kita, karena ini baru saja dicanangkan tahun 2021 maka tentu target itu tetap harus dijaga. Jadi tidak ada jalan lain maka kita harus meningkatkan upaya secara maksimal agar target tercapai pada 2030. Untuk ini maka tiga sub tema Hari TB Sedunia 2022 kita nampaknya sejalan dengan penguatan upaya yang harus dilakukan, dan harus digiatkan mulai 24 Maret 2022 ini.
Sub-tema pertama adalah periksa TB sekarang demi masa depan lebih sehat, yang mencakup deteksi dini status TB dengan secara aktif memeriksakan diri apabila muncul gejala, serta masyarakat maupun tenaga kesehatan secara aktif melakukan pelaporan dan penemuan kasus apabila terdapat seseorang yang bergejala TB di lingkungan untuk dilakukan pemeriksaan atau investigasi kontak.
Sub-tema ke dua adalah cegah TB dengan pemberian terapi pencegahan TB. Untuk ini, pemberian Terapi Pencegahan TB (TPT) menjadi amat penting untuk dilakukan khususnya pada populasi risiko tinggi agar dapat memutus rantai penularan dan mencegah timbulnya kasus TB baru serta menjaga orang yang sehat tetap sehat. Akhirnya, sesuai sub-tema ke tiga maka marilah kita semua satukan tekad dan perkuat inovasi untuk eliminasi tuberkulosis dari bumi pertiwi tercinta.
Lihat Juga: TB Penyakit Menular Paling Mematikan, Begini Langkah Efektif Pencegahan dan Pengobatannya
(bmm)