PKS Kritik Label Halal: Tulisan Sulit Dikenali, Warna Ungu Merujuk Pada Sesuatu yang Beracun

Senin, 14 Maret 2022 - 12:41 WIB
loading...
PKS Kritik Label Halal:...
BPJH Kementerian Agama merilis label halal baru yang secara bertahap akan menggantikan label halal MUI di kemasan sebuah produk. FOTO/DOK.KEMENAG
A A A
JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama telah merilis label halal baru yang secara bertahap akan menggantikan label halal MUI di kemasan sebuah produk. Namun, label halal baru dinilai sulit dikenali konsumen.

Anggota Komisi VIII DPR Bukhori Yusuf mengungkapkan beberapa kelemahan label halal baru dan berisiko merugikan konsumen umat Islam. Menurutnya, tingkat keterbacaan (readibility) kaligrafi 'halal' dalam label baru kurang memadai, sehingga sulit dikenali oleh konsumen produk halal. Padahal, dalam setiap label halal, elemen yang paling signifikan untuk diperhatikan agar membuat konsumen mudah dan cepat mengidentifikasi produk adalah elemen kata halal.

"Kendati otoritas penerbit sertifikat halal di setiap negara di dunia memiliki karakteristiknya masing-masing, khususnya pada bagian label, namun ada ciri khas yang sama antara satu dengan yang lainnya, yakni penekanan pada unsur islami yang tercermin dari penggunaan kaligrafi halal," kata Bukhori Yusuf, Senin (14/3/2022).



Menurut polikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, mayoritas label halal di dunia menggunakan kaligrafi atau khat Kufi dan Nasakh sebagai ciri khasnya. Sedangkan, secara bentuk ornamen, hampir 80% label halal di dunia berbentuk melingkar yang secara filosofis bermakna siklus hidup manusia.

Dengan ciri khas tersebut, maka ada semacam kesatuan tema dari label halal di seluruh dunia supaya produk halal mudah dikenali oleh umat Islam di seluruh dunia, khususnya bagi mereka yang kerap melakukan mobilitas lintas negara. "Esensi dari label adalah menyederhanakan. Idealnya, maksimal dalam dua detik konsumen sudah dapat mengidentifikasi produk tersebut," katanya.

Pemilihan warna ungu pada label halal yang baru tidak mencerminkan citra keislaman dan malah memberikan efek psikologis yang buruk bagi konsumen.

"Pemilihan warna ungu tidak relevan unsur keislaman. Pasalnya, mayoritas label halal di berbagai negara di dunia menggunakan unsur hijau sebagai salah satu paduan warnanya. Sebab, warna hijau identik dengan identitas Islam dan muslim. Sebagai contoh, warna bendera sejumlah negara muslim seperti Arab Saudi, Palestina, dan Pakistan, di mana warna hijau menjadi salah satu unsur paduan warnanya. Hal itu bisa dipahami mengingat, secara historis, penggunaan warna hijau tidak lepas dari anggapan bahwa warna tersebut adalah warna yang paling disukai Nabi Muhammad SAW," kata Bukhori Yusuf.

Baca juga: Menag Yaqut: Label Halal MUI Tidak Berlaku Lagi

Ia menjelaskan, setiap warna memiliki pengaruh terhadap perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang. Sementara, jika dikaitkan dengan produk, warna hijau diasumsikan sebagai sesuatu yang halal, segar, dan sehat. Namun sebaliknya, warna ungu justru diasumsikan sebagai sesuatu yang beracun.

Terkait dengan motif yang mirip gunungan wayang dalam label halal yang baru, Bukhori menilai hal itu menimbulkan kesan etnosentris dan tidak merepresentasikan identitas keindonesiaan. Ia pun menyayangkan penyisipan motif gunungan wayang yang seolah dipaksakan, sehingga berakibat pada kaligrafi halal menjadi sulit diidentifikasi oleh konsumen.

Ia memberi contoh di beberapa negara seperti Australia, Bangladesh, Jepang, Selandia Baru, dan Mexico dalam label halalnya menyisipkan unsur peta negaranya sebagai penegasan kekhasan atau identitas bangsanya tanpa mengaburkan kaligrafi halal yang merupakan elemen penting dalam label.

"Label baru halal Kementerian Agama tidak cukup memberi kejelasan halal dari segi visual, sehingga dapat merugikan konsumen umat Islam," katanya.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini menilai penggantian logo label halal oleh BPJPH bukanlah hal yang urgensi dari upaya perbaikan kualitas pelayanan JPH. Apalagi logo baru ini mendapat reaksi dan kritik luas dari masyarakat.

"Label halal baru yang dibuat BPJPH Kementerian Agama justru kontraproduktif bagi upaya membangun kepercayaan publik melalui peningkatan kualitas penyelenggaraan jaminan produk halal bagi masyarakat khususnya konsumen muslim di Indonesia," kata Jazuli.

BPJPH yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal seharusnya memulai kinerjanya dengan membangun kepercayaan publik bahwa negara hadir untuk menjamin JPH bagi masyarakat sebagaimana amanat konstitusi dan UU.

"BPJPH misalnya fokus pada upaya sosialisasi sistem dan mekanisme penyelenggaraan JPH yang baru yang lebih sederhana, mudah, dan tidak memberatkan para pelaku usaha UMKM. Sekaligus menjamin kepercayaan publik bahwa sertifikasi kredibel dan terpercaya karena fatwa halal tetap menjadi domain ulama di Majelis Ulama Indonesia yang merupakan himpunan ulama dari berbagai ormas Islam," kata Jazuli.

Hal-hal yang bukan prioritas seperti penggantian logo atau label seperti ini jelas membutuhkan sosialisasi, proses administrasi menghabiskan energi yang tidak diperlukan. Apalagi logo baru ini tidak lebih baik, tidak lebih simpel, dan tidak lebih jelas daripada logo lama.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1653 seconds (0.1#10.140)