Ultimatum Jajarannya, Jokowi Ancam Penyeleweng Dana Covid-19

Selasa, 16 Juni 2020 - 08:05 WIB
loading...
Ultimatum Jajarannya, Jokowi Ancam Penyeleweng Dana Covid-19
Presiden Joko Widodo. Foto/Koran SINDO/Eko Purwanto
A A A
JAKARTA - Pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp677,2 triliun untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Anggaran tersebut harus dikelola secara cepat, tepat, dan akuntabel.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan ultimatum kepada jajarannya agar tidak main-main dalam mengelola anggaran triliunan tersebut. “Kalau ada yang masih membandel, kalau ada niat korupsi, ada mens rea, maka silakan Bapak/Ibu digigit dengan keras. Uang negara harus diselamatkan, kepercayaan rakyat harus kita jaga. Tugas Bapak, Ibu dan Saudara-Saudara, para penegak hukum, kepolisian, Kejaksaan, KPK, penyidik, pegawai negeri sipil adalah menegakkan hukum,” katanya di Jakarta kemarin.

Jokowi meminta aparat hukum tidak segan-segan melakukan penegakan hukum apabila memang terbukti ada pejabat yang 'bandel' dan menggunakan uang negara yang tidak pada tempatnya. Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta itu memperingatkan jangan sampai salah dalam menindak orang yang tidak bersalah.

Termasuk jangan juga memberikan ketakutan bagi aparat pemerintah menjalankan tugasnya. “Tetapi saya juga ingatkan jangan menggigit orang yang tidak salah. Jangan menggigit yang tidak ada mens rea. Juga jangan menebarkan ketakutan kepada para pelaksana dalam menjalankan tugasnya,” ungkapnya. (Baca: Jokowi Tegaskan Tata Kelola Anggaran Covid-19 Harus Transparan dan Tepat Sasaran)

Meski begitu, Jokowi menekankan agar aspek pencegahan harus lebih dikedepankan. Dia meminta agar semua pihak lebih proaktif. “Jangan menunggu terjadinya masalah. Kalau ada potensi masalah, segera ingatkan. Jangan sampai pejabat dan aparat pemerintah dibiarkan terperosok. Bangun sistem peringatan dini, early warning system, perkuat tata kelola yang baik, yang transparan, yang akuntabel,” katanya.

Jokowi juga meminta agar aparat pengawas internal pemerintah (APIP) fokus ke pencegahan dan perbaikan tata kelola. Termasuk juga bekerja sama dan bersinergi dengan lembaga-lembaga pemeriksa eksternal, yakni BPK harus terus dilakukan.

“Demikian juga sinergi antara aparat penegak hukum, kepolisian, Kejaksaan, dan KPK juga harus terus kita lanjutkan. Dengan sinergi dan sekaligus check and balances antarlembaga dan dukungan seluruh rakyat Indonesia, saya yakin kita bisa bekerja lebih baik menangani semua masalah. Dan tantangan dengan lebih cepat dan bangkit melangkah maju mengawal agenda-agenda besar penting untuk bangsa. Menuju ke sebuah Indonesia maju,” pungkasnya. (Baca juga: Taman Baca Pesisir, Pengobat Rindu Anak-anak untuk Sekolah)

Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis mengaku siap menjalankan instruksi Presiden Jokowi untuk menindak tegas siapa pun pihak yang berani menyelewengkan dana yang digelontorkan pemerintah untuk membantu perekonomian warga di tengah pandemi. "Ya, dalam situasi kondisi pandemi seperti ini apabila ada yang menyalahgunakan, maka Polri tidak pernah ragu untuk menyikat dan memproses pidana," kata Idham.

Bahkan, Idham mengungkapkan bahwa Korps Bhayangkara telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) dibawah komando Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo. Tim tersebut tidak akan segan-segan menindak oknum yang menyalahgunakan dana yang dikhususkan bagi rakyat itu. "Polri sudah membentuk satgas khusus di bawah kendali Kabareskrim," ujarnya.

Jenderal bintang empat ini mengingatkan semua pihak jangan sampai menyalahgunakan kelonggaran aturan dana Covid dengan tujuan memperkaya diri. "Presiden sudah mempermudah proses pencairan dana Covid. Awas, siapa saja yang ingin bermain curang, akan saya sikat. Hukumannya sangat berat," tandas mantan Kapolda Metro Jaya ini. (Baca juga: Panti Pijat Boleh Beroperasi, Asal Taat Protokol Kesehatan)

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD juga mengingatkan para pejabat pemerintah, baik itu pusat maupun daerah tidak main-main dalam penggunaan anggaran bencana, terutama saat pandemi. Jika ada pihak yang terbukti menyalahgunakan bisa terancam hukuman mati.

"Saya ingatkan, menurut UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) diancam dengan paling tinggi seumur hidup atau 20 tahun penjara. Namun, dalam keadaan bencana seperti saat Covid-19 ini, maka ancaman hukuman mati ini diberlakukan berdasarkan UU yang berlaku," tegas Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu juga menekankan tiga hal yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo terkait pengawasan anggaran selama kondisi darurat bencana. Pertama, tidak boleh mencari-cari kesalahan. Kedua, dalam proses pengawasan anggaran agar tidak sampai tumpang tindih. Jika sudah diawasi oleh BPKP, maka tidak perlu kepolisian atau kejaksaan ikut memeriksa. Begitu pun sebaliknya. “Ketiga, jangan sampai pengawasan penggunaan anggaran bencana ini menjadi industri hukum. Yang salah jadi benar atau yang benar jadi salah. Ini agar benar-benar dicamkan untuk semua aparat penegak hukum," tegasnya. (Lihat videonya: Gelapkan 45 Mobil Rental, Janda Muda Ditangkap di Pangkal Pinang)

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menambahkan, penggunaan anggaran bencana Covid-19 melalui APBN dan APBD memerlukan pengawasan yang baik. Dalam pelaksanaan pengawasan, kata dia, lebih diperkuat melalui inspektorat daerah dan BPKP. "Kami mengedepankan pengawasan dari daerah. Sebab, selama pandemi ini ada keterbatasan transportasi. Sehingga kami manfaatkan jejaring aktif di daerah untuk pengawasan internal di samping aparat penegak hukum baik dari polisi, kejaksaan, maupun KPK," ujar Tito.

Mantan Kapolri itu juga mengingatkan kepala daerah agar memanfaatkan anggaran untuk bencana Covid-19 dengan tepat. Jangan sampai ada politisasi anggaran dari bantuan sosial (bansos) yang dibagikan untuk masyarakat di daerah. Politisasi bansos ini rawan terjadi karena pada Desember 2020 ada Pilkada 270 kepala daerah. “Masih ada 55 pemerintah daerah yang belum memberikan laporan hasil pengawasan keuangan. Ada 4 kota dan 51 kabupaten yang belum lapor. Pengawasan keuangan ini harus dilakukan secara fleksibel, tapi juga tidak bisa ada toleransi saat diketahui adanya pelanggaran," tandasnya. (Dita Angga/Lukman Hakim)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2910 seconds (0.1#10.140)