Vonis Kasasi Edhy Prabowo Jadi 5 Tahun Penjara, Jubir MA: Dia Berjasa untuk Nelayan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Hakim Agung Andi Samsan Nganro memberikan penjelasan terkait alasan dan hal-hal yang menjadi pertimbangan vonis kasasi terdakwa Edhy Prabowo jauh lebih ringan.
"Ada beberapa pertimbangan keadaan yang meringankan? rupanya hakim tingkat kasasi melihat faktanya terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya bagi nelayan," ujar Andi Samsan Nganro di lantai dua Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis (10/3/2022).
Andi menuturkan Edhy Prabowo mencabut peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/Permen-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Permen-KP/2020 dengan tujuan yaitu adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster demi kesejahteraan masyarakat.
"Dengan tujuan adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat yaitu ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena lobster Indonesia sangat besar," jelas Andi.
Andi menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12, eksportir disyaratkan untuk memperoleh benih-benih lobster dari nelayan kecil. "Sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil. Nah itu jadi ada regulasi yang kedua. Putusan lama lalu membuat Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 12,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, mantan Menteri KKP Edhy Prabowo terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK dengan sangkaan menerima suap terkait ekspor benih bening lobster atau benur pada 2020.
Edhy diadili dan dituntut jaksa KPK untuk dihukum selama 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima uang suap yang totalnya mencapai Rp25,7 miliar dari pengusaha eksportir benur.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara serta pencabutan hak politik selama 3 tahun dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan serta pidana pengganti senilai Rp9,68 miliar dan 77.000 dollar Amerika kepada Edhy Prabowo dalam persidangan 15 Agustus 2021.
Bahkan di tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat vonis Edhy Prabowo menjadi 9 tahun penjara pada 21 Oktober 2021 lalu.
Namun pada 9 Maret 2022, Mahkamah Agung (MA) mengurangi 4 tahun vonis Edhy Prabowo dari Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjadi pidana 5 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 2 tahun.
"Ada beberapa pertimbangan keadaan yang meringankan? rupanya hakim tingkat kasasi melihat faktanya terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya bagi nelayan," ujar Andi Samsan Nganro di lantai dua Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis (10/3/2022).
Andi menuturkan Edhy Prabowo mencabut peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56/Permen-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Permen-KP/2020 dengan tujuan yaitu adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster demi kesejahteraan masyarakat.
"Dengan tujuan adanya semangat untuk memanfaatkan benih lobster untuk kesejahteraan masyarakat yaitu ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena lobster Indonesia sangat besar," jelas Andi.
Andi menjelaskan, dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12, eksportir disyaratkan untuk memperoleh benih-benih lobster dari nelayan kecil. "Sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil. Nah itu jadi ada regulasi yang kedua. Putusan lama lalu membuat Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 12,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, mantan Menteri KKP Edhy Prabowo terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK dengan sangkaan menerima suap terkait ekspor benih bening lobster atau benur pada 2020.
Edhy diadili dan dituntut jaksa KPK untuk dihukum selama 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima uang suap yang totalnya mencapai Rp25,7 miliar dari pengusaha eksportir benur.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara serta pencabutan hak politik selama 3 tahun dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan serta pidana pengganti senilai Rp9,68 miliar dan 77.000 dollar Amerika kepada Edhy Prabowo dalam persidangan 15 Agustus 2021.
Bahkan di tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat vonis Edhy Prabowo menjadi 9 tahun penjara pada 21 Oktober 2021 lalu.
Namun pada 9 Maret 2022, Mahkamah Agung (MA) mengurangi 4 tahun vonis Edhy Prabowo dari Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menjadi pidana 5 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 2 tahun.
(cip)