KPK Prihatin Belasan Tahun OTT, Kepala Daerah Tak Kapok Korupsi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku prihatin masih banyak kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Padahal, kata dia, selama belasan tahun KPK berdiri, sudah banyak kepala daerah yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Demikian diungkapkan Alex di hadapan para pejabat Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) saat menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) pemberantasan korupsi terintegrasi. Hadir pula perwakilan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam rakor tersebut.
"Sejak Indonesia merdeka, korupsi sepertinya sudah dirasakan oleh Bung Hatta. Makanya beliau bilang jangan sampai korupsi menjadi budaya," ujar Alex, sapaan karib Alexander Marwata melalui keterangan resminya, Kamis (10/3/2022).
"Selama belasan tahun KPK hadir, sudah berapa kepala daerah yang mengalami OTT. Itu saja tidak membuat yang lain kapok. Ini menjadi keprihatinan kami. Kenapa terus berulang?" imbuhnya.
Berdasarkan data Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020, Alex menuturkan perilaku koruptif terjadi karena kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima. Sementara itu, ada juga beberapa alasan seseorang memberikan uang atau imbalan kepada pelayan publik.
"Paling banyak karena tidak diminta atau sebagai ucapan terima kasih yaitu 33 persen. 25 persen karena sengaja diminta memberikan. 21 persen sebagai imbalan layanan yang lebih cepat. Dan sisanya 17 persen tidak diminta tapi biasanya diharapkan memberi," beber Alex.
Menurut Alex, hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia semakin permisif terhadap korupsi atau istilahnya serba membolehkan. Sedangkan dalam statistik penanganan korupsi yang KPK kelola dari tahun 2004 hingga 2021 terungkap dua modus korupsi terbanyak yaitu terkait penyuapan serta Pengadaan Barang Jasa (PBJ).
"Ketika proses PBJ diatur sedemikian rupa, ujungnya ketika ditelusuri ya ada korupsi juga. Perlu perubahan pola pikir dan perilaku bagi pihak yang biasa memberi maupun yang biasa menerima," kata Alex.
Sejumlah lembaga dan instansi seperti KPK, Kemendagri, dan BPKP telah sepakat untuk mengawasi bersama upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Kaltim. Salah satu upaya pencegahan korupsi itu yakni dengan menggunakan sistem Monitoring Center for Prevention (MCP).
Dijelaskan Alex, MCP dapat digunakan untuk mengukur capaian keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan secara administratif. Sehingga, sistem ini bisa digunakan sebagai ukuran untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan korupsi yang dilaporkan melalui MCP.
"Secara fakta di lapangan harus sama baiknya dengan nilai secara administratif. Jangan sampai tidak sinkron. Perlu penerapan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang holistik dan adil sehingga rakyat dapat merasakan secara langsung manfaatnya," tegas Alex.
Sekadar informasi, KPK melalui kedeputian bidang koordinasi supervisi melakukan monitoring, pendampingan, dan pengawasan terkait implementasi delapan area perbaikan tata kelola pemerintah daerah.
Sebanyak delaan area intervensi tersebut meliputi Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah dan Tata Kelola Keuangan Desa.
"KPK mengapresiasi keberhasilan 11 pemda di Provinsi Kaltim tahun 2021 lalu telah menerbitkan sertifikat tanah pemda sebanyak 130 bidang senilai Rp164 miliar. Pemulihan aset bergerak ataupun tidak bergerak senilai Rp128 miliar," katanya.
"Selain itu, PSU yang berhasil ditertibkan sepanjang 2021 senilai total Rp7,1 miliar. Dan terakhir, penyelesaian tunggakan berhasil diselesaikan senilai total Rp117 miliar," tutupnya.
Demikian diungkapkan Alex di hadapan para pejabat Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) saat menghadiri Rapat Koordinasi (Rakor) pemberantasan korupsi terintegrasi. Hadir pula perwakilan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam rakor tersebut.
"Sejak Indonesia merdeka, korupsi sepertinya sudah dirasakan oleh Bung Hatta. Makanya beliau bilang jangan sampai korupsi menjadi budaya," ujar Alex, sapaan karib Alexander Marwata melalui keterangan resminya, Kamis (10/3/2022).
"Selama belasan tahun KPK hadir, sudah berapa kepala daerah yang mengalami OTT. Itu saja tidak membuat yang lain kapok. Ini menjadi keprihatinan kami. Kenapa terus berulang?" imbuhnya.
Berdasarkan data Global Corruption Barometer (GCB) tahun 2020, Alex menuturkan perilaku koruptif terjadi karena kebiasaan masyarakat memberikan imbalan atas pelayanan publik yang diterima. Sementara itu, ada juga beberapa alasan seseorang memberikan uang atau imbalan kepada pelayan publik.
"Paling banyak karena tidak diminta atau sebagai ucapan terima kasih yaitu 33 persen. 25 persen karena sengaja diminta memberikan. 21 persen sebagai imbalan layanan yang lebih cepat. Dan sisanya 17 persen tidak diminta tapi biasanya diharapkan memberi," beber Alex.
Menurut Alex, hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia semakin permisif terhadap korupsi atau istilahnya serba membolehkan. Sedangkan dalam statistik penanganan korupsi yang KPK kelola dari tahun 2004 hingga 2021 terungkap dua modus korupsi terbanyak yaitu terkait penyuapan serta Pengadaan Barang Jasa (PBJ).
"Ketika proses PBJ diatur sedemikian rupa, ujungnya ketika ditelusuri ya ada korupsi juga. Perlu perubahan pola pikir dan perilaku bagi pihak yang biasa memberi maupun yang biasa menerima," kata Alex.
Sejumlah lembaga dan instansi seperti KPK, Kemendagri, dan BPKP telah sepakat untuk mengawasi bersama upaya pencegahan tindak pidana korupsi di Kaltim. Salah satu upaya pencegahan korupsi itu yakni dengan menggunakan sistem Monitoring Center for Prevention (MCP).
Dijelaskan Alex, MCP dapat digunakan untuk mengukur capaian keberhasilan perbaikan tata kelola pemerintahan secara administratif. Sehingga, sistem ini bisa digunakan sebagai ukuran untuk membangun komitmen pemerintah daerah dalam melaksanakan pencegahan korupsi yang dilaporkan melalui MCP.
"Secara fakta di lapangan harus sama baiknya dengan nilai secara administratif. Jangan sampai tidak sinkron. Perlu penerapan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang holistik dan adil sehingga rakyat dapat merasakan secara langsung manfaatnya," tegas Alex.
Sekadar informasi, KPK melalui kedeputian bidang koordinasi supervisi melakukan monitoring, pendampingan, dan pengawasan terkait implementasi delapan area perbaikan tata kelola pemerintah daerah.
Sebanyak delaan area intervensi tersebut meliputi Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah dan Tata Kelola Keuangan Desa.
"KPK mengapresiasi keberhasilan 11 pemda di Provinsi Kaltim tahun 2021 lalu telah menerbitkan sertifikat tanah pemda sebanyak 130 bidang senilai Rp164 miliar. Pemulihan aset bergerak ataupun tidak bergerak senilai Rp128 miliar," katanya.
"Selain itu, PSU yang berhasil ditertibkan sepanjang 2021 senilai total Rp7,1 miliar. Dan terakhir, penyelesaian tunggakan berhasil diselesaikan senilai total Rp117 miliar," tutupnya.
(kri)