Ramadhan di Tengah Wabah Corona, Momentum Umat Islam Naik Kelas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mulai hari ini umat Islam di Indonesia menjalani ibadah puasa Ramadan. Puasa tahun ini sangat istimewa karena bersamaan dengan mewabahnya virus corona (Covid-19) yang tak kunjung sirna di berbagai belahan dunia. Di tengah ujian tersebut, umat Islam patut menjadikan ibadah puasa tahun ini sebagai momentum untuk ”naik kelas”.
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta KH Nasaruddin Umar berpesan, dalam kondisi pandemi saat ini kualitas ibadah justru harus terus diperkuat. “Karena semakin kuat ujian yang dihadapi maka akan semakin tinggi kelas dan martabat spiritual di mata Allah SWT,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Nasaruddin mengungkapkan, dalam kondisi darurat karena pandemi Covid-19, ada banyak keistimewaan dalam beribadah puasa. Salat tarawih yang biasanya dilakukan berjamaah di masjid, misalnya, kali ini sangat dianjurkan untuk digelar di rumah masing-masing. Hal penting dilakukan karena mempertahankan kesehatan diri sendiri dan keluarga pada saat ini justru wajib untuk dilakukan siapa pun. Karena itu, dia mengimbau agar seluruh umat Islam bisa mematuhi anjuran pemerintah dalam melakukan amaliah Ramadan di rumah masing-masing. “Allah SWT maha mengetahui apa yang kita lakukan. Jika kita lakukan rangkaian ibadah di rumah pahalanya pun tidak akan kalah. Apalagi dalam kondisi darurat seperti ini,” katanya.
Guru besar tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan, meski umat muslim selama bulan Ramadan ini melakukan ibadah di rumah, namun bukan berarti masjid ditutup dari segala kegiatan. Menurut Nasaruddin, masjid harus tetap beraktivitas seperti membantu umat dengan tetap membangunkan sahur melalui pengeras suara.
Masjid juga harus tetap mengumandangkan azan, namun tetap mengingatkan agar salat bisa dilaksanakan di rumah masing-masing. Selain itu, jika masjid masih dimanfaatkan sebagai tempat menampung zakat fitrah maka harus diterapkan pengaturan jarak dan memakai masker untuk mencegah penyebaran virus.
Dia mengatakan, dengan beribadah di rumah seperti tadarus bersama dengan anak, salat jamaah, sahur, dan buka puasa bersama di rumah akan meningkatkan kehangatan keluarga. “Keajaiban Ramadan ini kita memohon kepada Allah seiring dengan keajaiban Ramadan untuk membersihkan virus termasuk corona,” papar Nasaruddin.
Mantan wakil menteri agama ini juga berharap umat muslim melakukan sahur dan buka puasa tepat waktu. Sebab, puasa yang sempurna itu adalah melakukan keduanya sehingga daya tahan fisik pun kuat selama menahan lapar dan haus sepanjang hari. Dia juga menekankan jangan sampai tidak berpuasa hanya demi mempertahankan daya tahan tubuh selama pandemi Covid-19 ini. Dia menuturkan, sebagai orang Islam tentu percaya dan yakin apa yang disampaikan Nabi Muhammad bahwa puasa itu menyehatkan.
Ketua Harian Tanfidziah PBNU Robikin Emhas juga mengungkapkan, Ramadan kali ini semestinya menjadi mendekatkan diri kepada Allah, seperti meningkatkan kesalehan sosial. Umat harus bersyukur karena meski menghadapi pandemi, masih bisa bertemu dengan Ramadan. Ini merupakan anugerah besar dan jangan sampai bulan suci ini terlewati tanpa makna.
Sebaliknya, dia mengajak umat menjadikan Ramadan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas penghambaan dan pengabdian. Agar kesalehan individual makin membaik dan kesalehan sosial nyata dirasakan umat manusia. “Jangan ada yang berpikir wabah korona ini untuk menghindari berbagai macam jenis peribadatan selama bulan Ramadan, apalagi untuk tidak menjalankan puasa,” ucapnya.
Buka puasa dan sahur juga cukup dilakukan di rumah masing-masing, tak perlu menggelar di jalanan (on the road). Kalau berkecukupan rezeki, bagikan rezeki berupa uang atau sembako kepada yang membutuhkan. Pandemi ini, tandas Robikin, adalah bencana global sehingga berdampak pada seluruh sektor dan sendi-sendi kehidupan. “Mari bersatu. Ikuti keputusan dan kebijakan pemerintah. Sudah banyak contoh sikap-sikap abai dengan menentang protokol kesehatan yang justru makin memperburuk keadaan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf juga menilai Ramadan kali ini justru menjadi sarana untuk menguatkan penghambaan diri kepada Allah. Pandemi saat ini telah membuat tempat-tempat ibadah di berbagai belahan dunia sepi. Namun, kesepian ini jangan sampai membuat umat menjadi kecil hati atau takut. Sebaliknya, berpijak perjuangan Nabi Muhammad saat menyiarkan Islam, meski sedikit pengikut tidak penuh kegemerlapan, kemenangan tetap bisa diraih. “Ini jadi perhatian kita bahwa kita tetap bisa khusyuk, meski sepi atau di rumah,” ujar Dede saat wawancara dengan Sindo Media di platform Instagram Live kemarin.
Ramadhan kali ini, tambah Dede, juga harus menjadi momentum untuk menyatukan anak bangsa. Selama ini bangsa Indonesia telah terbukti mampu melewati berbagai krisis dan tantangan seperti pemberontakan. Namun, Indonesia nyatanya tetap kuat dan tidak mudah dipecah belah. “Ini karena kita gotong-royong. Jika kita bersama maka akan menjadi energi. Maka anggaplah pandemi Covid-19 ini seperti kita berpuasa yang menuntut kesucian hati,” tuturnya. (Neneng Zubaidah/Abdul Rochim)
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta KH Nasaruddin Umar berpesan, dalam kondisi pandemi saat ini kualitas ibadah justru harus terus diperkuat. “Karena semakin kuat ujian yang dihadapi maka akan semakin tinggi kelas dan martabat spiritual di mata Allah SWT,” ujarnya di Jakarta kemarin.
Nasaruddin mengungkapkan, dalam kondisi darurat karena pandemi Covid-19, ada banyak keistimewaan dalam beribadah puasa. Salat tarawih yang biasanya dilakukan berjamaah di masjid, misalnya, kali ini sangat dianjurkan untuk digelar di rumah masing-masing. Hal penting dilakukan karena mempertahankan kesehatan diri sendiri dan keluarga pada saat ini justru wajib untuk dilakukan siapa pun. Karena itu, dia mengimbau agar seluruh umat Islam bisa mematuhi anjuran pemerintah dalam melakukan amaliah Ramadan di rumah masing-masing. “Allah SWT maha mengetahui apa yang kita lakukan. Jika kita lakukan rangkaian ibadah di rumah pahalanya pun tidak akan kalah. Apalagi dalam kondisi darurat seperti ini,” katanya.
Guru besar tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan, meski umat muslim selama bulan Ramadan ini melakukan ibadah di rumah, namun bukan berarti masjid ditutup dari segala kegiatan. Menurut Nasaruddin, masjid harus tetap beraktivitas seperti membantu umat dengan tetap membangunkan sahur melalui pengeras suara.
Masjid juga harus tetap mengumandangkan azan, namun tetap mengingatkan agar salat bisa dilaksanakan di rumah masing-masing. Selain itu, jika masjid masih dimanfaatkan sebagai tempat menampung zakat fitrah maka harus diterapkan pengaturan jarak dan memakai masker untuk mencegah penyebaran virus.
Dia mengatakan, dengan beribadah di rumah seperti tadarus bersama dengan anak, salat jamaah, sahur, dan buka puasa bersama di rumah akan meningkatkan kehangatan keluarga. “Keajaiban Ramadan ini kita memohon kepada Allah seiring dengan keajaiban Ramadan untuk membersihkan virus termasuk corona,” papar Nasaruddin.
Mantan wakil menteri agama ini juga berharap umat muslim melakukan sahur dan buka puasa tepat waktu. Sebab, puasa yang sempurna itu adalah melakukan keduanya sehingga daya tahan fisik pun kuat selama menahan lapar dan haus sepanjang hari. Dia juga menekankan jangan sampai tidak berpuasa hanya demi mempertahankan daya tahan tubuh selama pandemi Covid-19 ini. Dia menuturkan, sebagai orang Islam tentu percaya dan yakin apa yang disampaikan Nabi Muhammad bahwa puasa itu menyehatkan.
Ketua Harian Tanfidziah PBNU Robikin Emhas juga mengungkapkan, Ramadan kali ini semestinya menjadi mendekatkan diri kepada Allah, seperti meningkatkan kesalehan sosial. Umat harus bersyukur karena meski menghadapi pandemi, masih bisa bertemu dengan Ramadan. Ini merupakan anugerah besar dan jangan sampai bulan suci ini terlewati tanpa makna.
Sebaliknya, dia mengajak umat menjadikan Ramadan sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas penghambaan dan pengabdian. Agar kesalehan individual makin membaik dan kesalehan sosial nyata dirasakan umat manusia. “Jangan ada yang berpikir wabah korona ini untuk menghindari berbagai macam jenis peribadatan selama bulan Ramadan, apalagi untuk tidak menjalankan puasa,” ucapnya.
Buka puasa dan sahur juga cukup dilakukan di rumah masing-masing, tak perlu menggelar di jalanan (on the road). Kalau berkecukupan rezeki, bagikan rezeki berupa uang atau sembako kepada yang membutuhkan. Pandemi ini, tandas Robikin, adalah bencana global sehingga berdampak pada seluruh sektor dan sendi-sendi kehidupan. “Mari bersatu. Ikuti keputusan dan kebijakan pemerintah. Sudah banyak contoh sikap-sikap abai dengan menentang protokol kesehatan yang justru makin memperburuk keadaan,” katanya.
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf juga menilai Ramadan kali ini justru menjadi sarana untuk menguatkan penghambaan diri kepada Allah. Pandemi saat ini telah membuat tempat-tempat ibadah di berbagai belahan dunia sepi. Namun, kesepian ini jangan sampai membuat umat menjadi kecil hati atau takut. Sebaliknya, berpijak perjuangan Nabi Muhammad saat menyiarkan Islam, meski sedikit pengikut tidak penuh kegemerlapan, kemenangan tetap bisa diraih. “Ini jadi perhatian kita bahwa kita tetap bisa khusyuk, meski sepi atau di rumah,” ujar Dede saat wawancara dengan Sindo Media di platform Instagram Live kemarin.
Ramadhan kali ini, tambah Dede, juga harus menjadi momentum untuk menyatukan anak bangsa. Selama ini bangsa Indonesia telah terbukti mampu melewati berbagai krisis dan tantangan seperti pemberontakan. Namun, Indonesia nyatanya tetap kuat dan tidak mudah dipecah belah. “Ini karena kita gotong-royong. Jika kita bersama maka akan menjadi energi. Maka anggaplah pandemi Covid-19 ini seperti kita berpuasa yang menuntut kesucian hati,” tuturnya. (Neneng Zubaidah/Abdul Rochim)
(ysw)