Fadli Zon Anggap Permenaker 2/2022 Zalim dan Aneh karena 3 Hal Ini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Gerindra Fadli Zon menyebut Permenaker Nomor 2/2022 yang mengatur pencairan dana Jaminan Hari Tua ( JHT ) sebagai kebijakan zalim dan aneh. Ada tiga hal yang menurut dia menjadi alasan.
Pertama, filosofi JHT yang sebenarnya adalah tabungan untuk kaum buruh yang menjamin keuangan mereka saat tak lagi bekerja atau tak lagi menerima upah. Secara teori,ini artinya seseorang seharusnya boleh mencairan tabungan saat tak lagi menerima upah.
Tetapi Permenaker No. 2 Tahun 2022 secara sepihak telah memaksa buruh untuk menunda pencairan tabungan mereka hingga mencapai usia 56 tahun.
”Padahal di sisi lain, pemerintah sendiri tidak bisa memberikan jaminan bahwa kaum buruh bisa terus bekerja dan menerima upah, atau tidak akan kehilangan pekerjaan hingga mencapai usia tersebut. Ini kan zalim,” tulis Fadli dalam rangkaian twit di akun Twitter @fadlizon, dikutip Sabtu (19/2/2022).
Wakil ketua umum Partai Gerindra itu mempertanyakan nasib buruh yang terkena PHK sebelum usia pensiun 56 tahun. ”Bagaimana jika buruh kena PHK pada usia 35 tahun, 40 tahun, atau 45 tahun, dan tidak bisa lagi masuk ke bursa kerja di sektor formal, apakah mereka harus menunggu 21 tahun, 16 tahun, atau 11 tahun kemudian untuk mencairkan uangnya sendiri?!” kata dia.
Alasan kedua, lanjut Fadli, opsi pencairan JHT sebelum usia 56 tahun yang diatur dalam Pasal 2 Permenaker Nomor 2/2022 dengan syarat buruh mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia adalah hal yang aneh.
”Lho, JHT ini adlh “asuransi sosial” bagi orang yg kehilangan pekerjaan dan penghasilan, bukan asuransi jiwa atau kecelakaan kerja. Masak buruh harus mengalami cacat dulu, atau mati dulu hanya untuk mencairkan tabungannya? Aturan ini, selain zalim, juga aneh,” kata Fadli Zon.
Alasan ketiga, Fadli menilai kebijakan ini dirumuskan pemerintah tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi publik yang melihatkan seluruh pihak terkait, terutama kaum buruh serta Komisi IX DPR RI. ”Proses perumusannya saja sudah tidak ‘fair’ dan tak terbuka, bagaimana isinya bisa ‘fair’ jika begitu?!” ujar Fadli.
Karena itu, dia berpandangan sebaiknya Presiden Jokowi mendengarkan suara masyarakat terkait polemik Permenaker Nomor 2/2022 dengan mencabutnya agar tidak menimbulkan gejolak sosial.
”Karena besarnya penolakan masyarakat tersebut, saya kira tak ada alasan bagi Presiden untuk mengabaikannya. Permenaker No. 2 Tahun 2022 sebaiknya memang segera dicabut agar tak menimbulkan gejolak sosial yg lebih besar,” cuitnya.
Pertama, filosofi JHT yang sebenarnya adalah tabungan untuk kaum buruh yang menjamin keuangan mereka saat tak lagi bekerja atau tak lagi menerima upah. Secara teori,ini artinya seseorang seharusnya boleh mencairan tabungan saat tak lagi menerima upah.
Tetapi Permenaker No. 2 Tahun 2022 secara sepihak telah memaksa buruh untuk menunda pencairan tabungan mereka hingga mencapai usia 56 tahun.
”Padahal di sisi lain, pemerintah sendiri tidak bisa memberikan jaminan bahwa kaum buruh bisa terus bekerja dan menerima upah, atau tidak akan kehilangan pekerjaan hingga mencapai usia tersebut. Ini kan zalim,” tulis Fadli dalam rangkaian twit di akun Twitter @fadlizon, dikutip Sabtu (19/2/2022).
Wakil ketua umum Partai Gerindra itu mempertanyakan nasib buruh yang terkena PHK sebelum usia pensiun 56 tahun. ”Bagaimana jika buruh kena PHK pada usia 35 tahun, 40 tahun, atau 45 tahun, dan tidak bisa lagi masuk ke bursa kerja di sektor formal, apakah mereka harus menunggu 21 tahun, 16 tahun, atau 11 tahun kemudian untuk mencairkan uangnya sendiri?!” kata dia.
Alasan kedua, lanjut Fadli, opsi pencairan JHT sebelum usia 56 tahun yang diatur dalam Pasal 2 Permenaker Nomor 2/2022 dengan syarat buruh mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia adalah hal yang aneh.
”Lho, JHT ini adlh “asuransi sosial” bagi orang yg kehilangan pekerjaan dan penghasilan, bukan asuransi jiwa atau kecelakaan kerja. Masak buruh harus mengalami cacat dulu, atau mati dulu hanya untuk mencairkan tabungannya? Aturan ini, selain zalim, juga aneh,” kata Fadli Zon.
Alasan ketiga, Fadli menilai kebijakan ini dirumuskan pemerintah tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi publik yang melihatkan seluruh pihak terkait, terutama kaum buruh serta Komisi IX DPR RI. ”Proses perumusannya saja sudah tidak ‘fair’ dan tak terbuka, bagaimana isinya bisa ‘fair’ jika begitu?!” ujar Fadli.
Karena itu, dia berpandangan sebaiknya Presiden Jokowi mendengarkan suara masyarakat terkait polemik Permenaker Nomor 2/2022 dengan mencabutnya agar tidak menimbulkan gejolak sosial.
”Karena besarnya penolakan masyarakat tersebut, saya kira tak ada alasan bagi Presiden untuk mengabaikannya. Permenaker No. 2 Tahun 2022 sebaiknya memang segera dicabut agar tak menimbulkan gejolak sosial yg lebih besar,” cuitnya.
(muh)