Antihero Zaman Now
loading...
A
A
A
Anton Suparyanta
Esais, Buruh di Penerbit Perbukuan
Jangan berburuk sangka jika karakter orang Indonesia berkelas madya. Generasi gayung bersambut, tetapi berkarakter madya. Kids zaman now sebatas karakter madya. Ambang madya ini rentan susupan radikalisme. Tak perlu ingkar jika wacana laris untuk konteks NKRI kali ini yakni selalu mengelap-lap karakter.
Tiliklah potongan memorabilia sinis. Perilaku kontroversial Arteria Dahlan (tentang kecamuk penggunaan bahasa Sunda dalam rapat penggawa negara) menguak kembali nyali lembaran sejarah kusut. Etiket dan arogansi pejabat negara carut-marut. Lagi-lagi, karakter madya.
Pertama, menggugah kekritisan intelektual muda (khususnya para mahasiswa se-Indonesia) yang akhir-akhir ini melempem aksi. Intelektual muda kita silau karakter pragmatisme dan hedonisme ilmu. Akibatnya, muncullah sifat konsumtif dalam segala hal.
Kedua, betapa mahal harga kejujuran hari-hari ini di tengah karut-marut hidup berbangsa yang digawangi intelektual muda. Matinya kepakaran. Kejujuran para penegak negara ketika bersikap, berucap, beraksi, dan berorasi. Masihkah terngiang warta ide gila di benak Anda tentang dua intelek the next Habibie (Dwi Hartanto) dan si Sondang Hutagalung?
Ya, secara takaran berita, peristiwa tersebut sudah basi. Basi. Apa mereka pahlawan? Lantas pahlawan apaan? Pahlawan konyol. Pahlawan antihero. Nah! Jujurkah mereka? Yuk, kita telusur. Jadikan memoar kita bercermin di adab NKRI yang suka bermain pasemon “esuk dhele sore tempe”.
Mas Bro the next Habibie Dwi Hartanto melambungkan ingar-bingar cuitan. Viral pun vlog. Bahkan, tak sekadar domestika nasional. Tak baen-baen, jadi suguhan mondial!
Kemarin mengukir kisah. Kali ini mengubur kisah. Langit Eropa telah dibelah-belah. Beasiswa diterima melimpah. Ijazah laksana ijab sah. Sungguh, tempo silam jempol jenial dan jenius pasti menghenyakkan pikiran setiap insan nasional. Semua intelektual muda Indonesia dikolong, dibikin tumbang. Sak deg sak nyeg, dibikin mendadak mati. Tak ada yang jenius menandingi Mas Bro yang culun ini. Bhaaadalahhhh!
Tragika fakta hari-hari ini the next Habibie justru bikin ulah. Harakiri intelektual. Gerangan apa Mas Bro di benakmu? Aksi histeris, bukan! Heroik, juga bukan!
So pasti, Dwi Hartanto menguak lembaran histori baru. Intelektual muda kita silau karakter pragmatisme dan hedonisme ilmu. Akibatnya, muncul greedy konsumtif dalam segala hal. Manusia muda Dwi Hartanto jujur hancur mengorbankan diri. Jujur adalah biangnya.
Esais, Buruh di Penerbit Perbukuan
Jangan berburuk sangka jika karakter orang Indonesia berkelas madya. Generasi gayung bersambut, tetapi berkarakter madya. Kids zaman now sebatas karakter madya. Ambang madya ini rentan susupan radikalisme. Tak perlu ingkar jika wacana laris untuk konteks NKRI kali ini yakni selalu mengelap-lap karakter.
Tiliklah potongan memorabilia sinis. Perilaku kontroversial Arteria Dahlan (tentang kecamuk penggunaan bahasa Sunda dalam rapat penggawa negara) menguak kembali nyali lembaran sejarah kusut. Etiket dan arogansi pejabat negara carut-marut. Lagi-lagi, karakter madya.
Pertama, menggugah kekritisan intelektual muda (khususnya para mahasiswa se-Indonesia) yang akhir-akhir ini melempem aksi. Intelektual muda kita silau karakter pragmatisme dan hedonisme ilmu. Akibatnya, muncullah sifat konsumtif dalam segala hal.
Kedua, betapa mahal harga kejujuran hari-hari ini di tengah karut-marut hidup berbangsa yang digawangi intelektual muda. Matinya kepakaran. Kejujuran para penegak negara ketika bersikap, berucap, beraksi, dan berorasi. Masihkah terngiang warta ide gila di benak Anda tentang dua intelek the next Habibie (Dwi Hartanto) dan si Sondang Hutagalung?
Ya, secara takaran berita, peristiwa tersebut sudah basi. Basi. Apa mereka pahlawan? Lantas pahlawan apaan? Pahlawan konyol. Pahlawan antihero. Nah! Jujurkah mereka? Yuk, kita telusur. Jadikan memoar kita bercermin di adab NKRI yang suka bermain pasemon “esuk dhele sore tempe”.
Mas Bro the next Habibie Dwi Hartanto melambungkan ingar-bingar cuitan. Viral pun vlog. Bahkan, tak sekadar domestika nasional. Tak baen-baen, jadi suguhan mondial!
Kemarin mengukir kisah. Kali ini mengubur kisah. Langit Eropa telah dibelah-belah. Beasiswa diterima melimpah. Ijazah laksana ijab sah. Sungguh, tempo silam jempol jenial dan jenius pasti menghenyakkan pikiran setiap insan nasional. Semua intelektual muda Indonesia dikolong, dibikin tumbang. Sak deg sak nyeg, dibikin mendadak mati. Tak ada yang jenius menandingi Mas Bro yang culun ini. Bhaaadalahhhh!
Tragika fakta hari-hari ini the next Habibie justru bikin ulah. Harakiri intelektual. Gerangan apa Mas Bro di benakmu? Aksi histeris, bukan! Heroik, juga bukan!
So pasti, Dwi Hartanto menguak lembaran histori baru. Intelektual muda kita silau karakter pragmatisme dan hedonisme ilmu. Akibatnya, muncul greedy konsumtif dalam segala hal. Manusia muda Dwi Hartanto jujur hancur mengorbankan diri. Jujur adalah biangnya.