Plus Minus Duet Anies - AHY, Berharap Efek Ekor Jas

Jum'at, 04 Februari 2022 - 05:26 WIB
loading...
Plus Minus Duet Anies - AHY, Berharap Efek Ekor Jas
Anies-AHY dinilai bisa menjadi duet yang mengusung antitesa kekuasaan saat ini. Foto/Dok.SINDOnews/Yulianto
A A A
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merupakan dua tokoh yang namanya acapkali masuk bursa kandidat Pilpres 2024 di sejumlah survei. Bahkan, dalam survei tatap muka pada 23 Maret - 1 Juni 2021 yang dilakukan lembaga Indostrategic, Duet Anies-AHY berpotensi menang Pilpres 2024.

Elektabilitas duet Anies - AHY berada di atas pasangan lainnya, yakni 20,25 persen. Survei ini mengambil responden sebanyak 2.400 dengan metode multistage random sampling. Adapun margin of error dalam survei ini sebesar 2 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Lalu, bagaimana plus minus duet Anies - AHY?

Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Umam menilai Anies-AHY bisa menjadi duet yang mengusung antitesa kekuasaan saat ini (the ruling party). “Anies-AHY bisa mengklaim koalisinya sebagai duet perubahan. Duet Anies-AHY termasuk yang prospektif,” kata Umam kepada SINDOnews, Kamis (3/2/2022).





Sebab, kata Umam, Anies-AHY merupakan dua tokoh yang selama ini memiliki bekal elektabilitas memadai dengan posisi 1 hingga 6 besar. Dia menambahkan, peringkatan elektabilitas itu tercermin di hampir seluruh hasil survei lintas lembaga yang muncul belakangan ini. “Keduanya konsisten berada di radar dan bukan kategori tokoh dengan elektabilitas 1 koma,” imbuhnya.

Umam menilai jika duet Anies-AHY dipromosikan, tentunya Partai Demokrat berada di sana sebagai salah satu sponsor utama koalisi, pembentuk 20 persen presidential threshold. “Itu bekal awal yang baik, karena tokoh parpol yang memiliki elektabilitas dan mesin politik memadai hanya dua, yakni Prabowo (Gerindra) dan AHY (Partai Demokrat), kecuali PDIP yang bisa mengusung pasangan capres-cawapres sendiri,” ujarnya.

Dia menambahkan, dengan adanya Partai Demokrat sebagai sponsor koalisi dan juga duet, kemungkinan akan adanya partai politik lain dari garis ideologi nasionalis dan khususnya dari garis ideologi politik Islam yang akan merapat, untuk mendapatkan efek ekor jas (coat tail effect). “Efek ekor jas itu terbentuk jika partai politik pengusung nama capres-cawapres memiliki chemistry dan paradigma yang sama, sehingga tidak ada kegamangan yang menjadi sumber slit ticket voting,” katanya.



Selanjutnya, kata dia, selama Anies tidak mendeklarasikan diri masuk ke partai politik, maka Anies bisa menjadi pemersatu bagi partai-partai pengusungnya. “Terlebih lagi, di balik duet Anies-AHY, ada 2 tokoh politik besar yang bisa menjadi joined forces, yakni SBY-JK, mengingat AHY adalah anak biologis dan ideologis SBY dan JK adalah mentor politik Anies Baswedan. Jika duet ini digarap dengan baik, bisa saja duet Anies-AHY mengulang kemenangan SBY-JK sebagaimana terjadi di Pemilu 2004 lalu,” ungkapnya.

Terlebih lagi, lanjut dia, sebagaimana riset yang saat ini sedang dijalankan oleh Institute for Democracy and Strategic Affairs (IndoStrategic) tentang kekuatan politik yang dimunculkan oleh public mood, hipotesa pihaknya menunjukkan public mood politik rakyat di 2024 mengharapkan perubahan. “Dalam konteks ini, duet Anies-AHY bisa membangun gelombang kekuatan yang menjadi sisi beda dari pemerintahan sekarang, yang dinilai sejumlah kalangan sering meng-ignore suara rakyat,” jelasnya.

Dia mengatakan, tim sukses pasangan Anies-AHY bisa menggarap fenomena perlawanan rakyat dalam pernolakan UU Ciptaker, UU KPK, pembentukan BRIN, sejumlah proyek infrastruktur yang membebani fiskal negara hingga pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Menurut dia, jika public mood akan perubahan itu digarap dengan baik, rakyat akan menginginkan pasangan capres-cawapres yang justru bukan merepresentasikan pemerintah saat ini.



“Karena kalau memilih tokoh yang berasal dari lingkaran kekuasaan, maka bisa saja masyarakat yang kecewa bisa khawatir bahwa pola meng-ignore aspirasi rakyat itu bisa berlanjut,” ucapnya.

Sedangkan minusnya, kata dia, penguasa yang tidak happy dengan bertemunya duet Anies-AHY bisa saja akan menggunakan segala cara untuk menghambat bersatunya dua tokoh tersebut. “Tetapi perlu diingat, kekuatan public mood bisa mengubah segalanya,” kata Umam.

Karena itu, lanjut dia, koalisi politik besar tidak menjamin pasangan capres-cawapres bisa menang. “Hal itu dibuktikan oleh SBY-JK di Pilpres 2004 dan juga pasangan Jokowi-JK di Pilpres 2014, yang koalisi pendukungnya ternyata lebih kecil dibanding kompetitor politiknya,” pungkasnya.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2909 seconds (0.1#10.140)