Fahri Hamzah Sebut Pemilu 2024 Suram, Kok Bisa?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah melihat Pemilu Serentak 2024 merupakan hajatan demokrasi yang suram. Hal itu lantaran tidak ada perubahan terhadap sistem pemilu yang ada saat ini.
"Secara umum saya mengatakan, bahwa memang 2024 ini pemilunya masih suram. Dengan sistem yang ada itu, masih akan suram," kata Fahri dalam diskusi Gelora Talks bertajuk 'Pemilu 2024: Perbaikan dan Harapan," yang dikutip Kamis (3/2/2022).
Mantan Wakil Ketua DPR ini menjelaskan, parpol tidak berani membatasi dirinya untuk sekadar mencalonkan diri dan menjadi lembaga intelektual yang mengagregasi suara rakyat. Bahkan, parpol seperti kekuatan bisnis yang menjadi pengumpul dan penjual suara rakyat.
"Sekarang ini partai politik menjadi kekuatan bisnis. Pengumpul dan penjual suara yang kemudian menjadi sumber pemasukan bagi para pengurus dan para politisi di dalamnya," ujarnya.
Untuk itu, kata Fahri, agar Pemilu 2024 menjadi pestanya rakyat, bukan pestanya parpol, perlu adanya ikhtiar untuk memperbaikinya supaya pemilu menjadi representasi rakyat dan daerah. Di antaranya usulan penghapusan treshold (ambang batas) untuk pilpres maupun parlemen dan menghilangkan oligarki di parpol.
"Sekarang ini banyak dicocok hidungnya oleh partai politik. Takut sama ketum, takut sama sekjennya tidak ada gunanya. Omong kosong itu, kenapa undang-undang begitu cepat disahkan tanpa perlawanan, itu salah satu jawabanya," tegas Fahri.
Fahri pun berharap agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa melakukan reformasi sistem Pemilu dalam sisa masa jabatannya yang tinggal tiga tahun kurang dua bulan ini. "Nggak perlu minta tiga periode. Per hari ini, Pak Jokowi masih ada waktu tiga tahun kurang 2 bulan. Itu waktu yang cukup kok untuk memperbaiki pemilu kita, mengembalikan demokrasi kita agar on the right track, kembali kepada rakyat," saran legislator asal Nusa Tenggara Barat ini.
Selain itu, Fahri menyarankan agar jadwal Pemilu 2024 tetap ditinjau kembali, tidak diselenggarakan pada tahun yang sama atau secara serentak, termasuk juga mengeluarkan pemilihan DPRD dari pemilu serentak dan menyatukan dengan pilkada. Fahri khawatir jika pemilu digelar secara serentak, pesta demokrasi lima tahunan itu akan menimbulkan banyak korban seperti pada Pemilu 2019.
"Secara umum saya mengatakan, bahwa memang 2024 ini pemilunya masih suram. Dengan sistem yang ada itu, masih akan suram," kata Fahri dalam diskusi Gelora Talks bertajuk 'Pemilu 2024: Perbaikan dan Harapan," yang dikutip Kamis (3/2/2022).
Mantan Wakil Ketua DPR ini menjelaskan, parpol tidak berani membatasi dirinya untuk sekadar mencalonkan diri dan menjadi lembaga intelektual yang mengagregasi suara rakyat. Bahkan, parpol seperti kekuatan bisnis yang menjadi pengumpul dan penjual suara rakyat.
"Sekarang ini partai politik menjadi kekuatan bisnis. Pengumpul dan penjual suara yang kemudian menjadi sumber pemasukan bagi para pengurus dan para politisi di dalamnya," ujarnya.
Untuk itu, kata Fahri, agar Pemilu 2024 menjadi pestanya rakyat, bukan pestanya parpol, perlu adanya ikhtiar untuk memperbaikinya supaya pemilu menjadi representasi rakyat dan daerah. Di antaranya usulan penghapusan treshold (ambang batas) untuk pilpres maupun parlemen dan menghilangkan oligarki di parpol.
"Sekarang ini banyak dicocok hidungnya oleh partai politik. Takut sama ketum, takut sama sekjennya tidak ada gunanya. Omong kosong itu, kenapa undang-undang begitu cepat disahkan tanpa perlawanan, itu salah satu jawabanya," tegas Fahri.
Fahri pun berharap agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa melakukan reformasi sistem Pemilu dalam sisa masa jabatannya yang tinggal tiga tahun kurang dua bulan ini. "Nggak perlu minta tiga periode. Per hari ini, Pak Jokowi masih ada waktu tiga tahun kurang 2 bulan. Itu waktu yang cukup kok untuk memperbaiki pemilu kita, mengembalikan demokrasi kita agar on the right track, kembali kepada rakyat," saran legislator asal Nusa Tenggara Barat ini.
Selain itu, Fahri menyarankan agar jadwal Pemilu 2024 tetap ditinjau kembali, tidak diselenggarakan pada tahun yang sama atau secara serentak, termasuk juga mengeluarkan pemilihan DPRD dari pemilu serentak dan menyatukan dengan pilkada. Fahri khawatir jika pemilu digelar secara serentak, pesta demokrasi lima tahunan itu akan menimbulkan banyak korban seperti pada Pemilu 2019.