Jajaran Kabinet Jokowi Diminta Punya Terobosan dalam Tangani Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus virus Corona atau Covid-19 di Indonesia kian mengkhawatirkan. Pasalnya, akumulasi dari 10 hingga 11 Juni 2020 pukul 12.00 WIB mengalami penambahan sebanyak 979 pasien positif. Sehingga jumlah positif Corona saat ini sebanyak 35.295 orang, sembuh 12.129 orang dan 2.000 meninggal dunia.
(Baca juga: 1.027 WNI di Luar Negeri Positif Covid-19, Sembuh 626 Orang)
Anggota DPR Marwan Jafar mengatakan, seyogianya kementerian, lembaga dan tim gugus tugas Covid-19 mempunyai terobosan-terobosan yang mampu menangani virus tersebut. Padahal, kata dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengintruksikan pengetesan Covid-19 sebanyak 20.000 tes per hari dengan metode polymerase chain reaction (PCR) hal itu agar kasus semakin terbuka.
"Pembantu-pembantunya masih biasa-biasa saja, belum ada terobosan yang efektif dan belum ada gagasan yang mujarab," kata Marwan kepada SINDOnews, Kamis (11/6/2020).
(Baca juga: Era New Normal, Bappenas Kombinasikan Kerja dari Rumah dan Kantor)
Seharusnya kata dia, sebagai pembantu presiden, kementerian, lembaga dan tim gugus tugas Covid-19 peka terhadap instruksi orang nomor satu di negeri ini dalam menangani virus Corona. Presiden Jokowi mengintruksikan tes Corona dilakukan sebanyak 20.000 per hari untuk membuka peta penyebaran virus itu di daerah-daerah mana saja.
"Tapi penting harus dilakukan untuk mengukur akurasi dan presisi data, termasuk penentuan zona merah, kuning dan hijau secara lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan, bukan asumsi dan estimasi," ucapnya.
Dia juga berharap, para pembantu presiden itu untuk memberikan laporan yang benar. "Valid dan dapat dipertanggubgjawabkan. Bukan laporan yang meragukan dan diragukan banyak pihak. Baik dalam maupun luar negeri," ujarnya.
Dia menilai, selama ini, para pembantu presiden itu masih minim terobosan guna menangani virus yang membuat banyak pekerja di PHK ini. "Pembantu-pembantunya nya minim terobosan, akselerasi, belum ada terobosan yang spektakuler, menerjemahkan aturan-aturan saja beda-beda dan simpang siur. Bagaimana rakyatnya? Harus bersinergi ," kata mantan Menteri PDTT ini.
"Soal data, jangan terpaku pada pengumuman tim gugus tugas. Tapi otoritas intelijen harus punya second opinion, termasuk kalangan masyarakat sipil , insan pers, peneliti-peneliti, kampus-kampus dan lain-lain,” sambungnya.
(Baca juga: 1.027 WNI di Luar Negeri Positif Covid-19, Sembuh 626 Orang)
Anggota DPR Marwan Jafar mengatakan, seyogianya kementerian, lembaga dan tim gugus tugas Covid-19 mempunyai terobosan-terobosan yang mampu menangani virus tersebut. Padahal, kata dia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengintruksikan pengetesan Covid-19 sebanyak 20.000 tes per hari dengan metode polymerase chain reaction (PCR) hal itu agar kasus semakin terbuka.
"Pembantu-pembantunya masih biasa-biasa saja, belum ada terobosan yang efektif dan belum ada gagasan yang mujarab," kata Marwan kepada SINDOnews, Kamis (11/6/2020).
(Baca juga: Era New Normal, Bappenas Kombinasikan Kerja dari Rumah dan Kantor)
Seharusnya kata dia, sebagai pembantu presiden, kementerian, lembaga dan tim gugus tugas Covid-19 peka terhadap instruksi orang nomor satu di negeri ini dalam menangani virus Corona. Presiden Jokowi mengintruksikan tes Corona dilakukan sebanyak 20.000 per hari untuk membuka peta penyebaran virus itu di daerah-daerah mana saja.
"Tapi penting harus dilakukan untuk mengukur akurasi dan presisi data, termasuk penentuan zona merah, kuning dan hijau secara lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan, bukan asumsi dan estimasi," ucapnya.
Dia juga berharap, para pembantu presiden itu untuk memberikan laporan yang benar. "Valid dan dapat dipertanggubgjawabkan. Bukan laporan yang meragukan dan diragukan banyak pihak. Baik dalam maupun luar negeri," ujarnya.
Dia menilai, selama ini, para pembantu presiden itu masih minim terobosan guna menangani virus yang membuat banyak pekerja di PHK ini. "Pembantu-pembantunya nya minim terobosan, akselerasi, belum ada terobosan yang spektakuler, menerjemahkan aturan-aturan saja beda-beda dan simpang siur. Bagaimana rakyatnya? Harus bersinergi ," kata mantan Menteri PDTT ini.
"Soal data, jangan terpaku pada pengumuman tim gugus tugas. Tapi otoritas intelijen harus punya second opinion, termasuk kalangan masyarakat sipil , insan pers, peneliti-peneliti, kampus-kampus dan lain-lain,” sambungnya.