Perilaku Kontroversial Pejabat Negara

Jum'at, 21 Januari 2022 - 15:48 WIB
loading...
Perilaku Kontroversial Pejabat Negara
Pejabat negara perlu menjaga tutur kata dan sikap agar tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
KELAKUAN anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan kembali menjadi perbincangan publik. Arteria yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Timur VI ini meminta Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin untuk mencopot seorang kepala kejaksaaan tinggi (kajati) karena menggunakan bahasa Sunda dalam rapat. Permintaan Arteria itu disampaikan saat rapat kerja Komisi III DPR dengan Jaksa Agung Senin (17/1) lalu. Dengan gaya bicara yang tidak menunjukkan predikatnya sebagai anggota Dewan Yang Terhormat seperti yang pernah Arteria minta sendiri saat rapat kerja dengan pimpinan KPK pada 11 September 2017 lalu.

"Ini mohon maaf ya, saya kok enggak merasa ada suasana kebangsaan di sini. Sejak tadi saya tidak mendengar kelima pimpinan KPK memanggil anggota DPR dengan sebutan 'Yang Terhormat'," kata Arteria waktu itu seperti dikutip laman Sindonews.com.

Pernyataan keras Arteria soal pencopotan kajati karena menggunakan bahasa Sunda dalam rapat menuai reaksi yang tak kalah keras di masyarakat. Terutama masyarakat Jawa Barat yang mayoritas menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari. Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil dan sejumlah organisasi masyarakat Sunda mendesak agar Arteria meminta maaf kepada seluruh masyarakat Sunda karena perkataannya itu. Awalnya, Arteria bersikeras tidak mau minta maaf, bahkan menantang Ridwan Kamil agar mengadukan dirinya ke Majelis Kehormatan DPR jika tidak terima.

Tapi setelah kerasnya reaksi publik, akhirnya Arteria memberi klarifikasi di Kantor DPP PDIP dan menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat Sunda atas perkataannya itu. Di depan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, Arteria menyatakan siap menerima sanksi apa pun yang diberikan partai atas perilakunya itu.

Sebagai bangsa yang berbudaya, melakukan kesalahan kemudian meminta maaf adalah hal yang baik dan terpuji. Apalagi ini ditunjukkan oleh seorang pejabat negara yang mestinya menjadi teladan masyarakat dalam bersikap, bertutur kata dan berperilaku. Khusus terhadap perilaku pejabat publik yang kurang elok, warganet atau netizen akan langsung mencari jejak digital si pejabat. Ternyata ini bukan kontroversi pertama dan satu satunya yang dilakukan Arteria. Tapi sudah kesekian kali dengan level kontroversi berbeda-beda. Sebagai seorang politikus muda, sangat disayangkan jika Arteria tidak belajar dari kesalahan dan kontroversi masa lalunya.

Cara berkomunikasi para pejabat negara pasti akan menjadi sorotan media dan publik. Mengapa? Karena mereka duduk di sana, mendapat fasilitas dari negara karena mandat dari masyarakat yang juga para pembayar pajak. Sedangkan gaji para pejabat negara ini diambil dari pajak yang dibayarkan rakyat kepada negara. Jadi begitu disumpah, setiap perilaku tutur kata setiap pejabat harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik. Publik akan mencatat dan merespons kelakukan para pejabat yang dinilai tidak sejalan dengan amanah yang disandangnya. Apakah publik bisa menghukum? Secara moral bisa. Tapi secara hukum tidak bisa langsung membuat si pejabat negara kehilangan posisinya karena tata cara menghukum dan menjatuhkan sanksi sudah diatur dalam peraturan. Namun publik atau masyarakat boleh dan bisa mendesak kepada lembaga yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi atau hukuman bagi pejabat publik yang sudah berulangkali melakukan perilaku yang tidak pantas, menyulut kegaduhan, menebar kebencian, menimbulkan perpecahan dan mencederai nilai nilai luhur Pancasila dan UUD 45. Kalau pun desakan itu tidak cukup kuat, paling tidak si pejabat yang kontroversial itu sudah mendapatkan hukuman moral dan sanksi akan dijatuhkan pada saat pemilu berikutnya untuk tidak memilih kembali sebagai wakil rakyat di DPR.

Ini bukan soal individu Arteria Dahlan saja. Tapi pelajaran bagi siapa pun yang menyandang predikat sebagai pejabat negara. Wahai para pejabat negara, Anda bukan warga negara biasa. Tapi sosok yang dipilih menjadi panutan wakil publik dalam pemerintahan. Hendaknya berperilakulah yang baik, tidak khianat, amanah, kerja keras memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara seperti halnya sumpah jabatan yang Anda ucapkan dalam pelantikan.

Negara sedang fokus bekerja mengembalikan situasi dan optimisme setelah dua tahun diterpa pandemi Covid-19. Mari menciptakan iklim komunikasi publik yang baik dan sejuk. Percayalah, apa yang Anda ucapkan adalah apa yang akan Anda dapatkan. Semoga kasus ini menjadi peringatan kepada seluruh pejabat negara agar berperilaku terhormat sebagaimana masyarakat memercayai dan menghormati para wakil dan para pemimpinnya. Pantaskanlah diri sebagai teladan bagi publik. Jika tidak mampu jadi teladan, minimal jangan menjadi biang kerok dan sumber kegaduhan baru yang sangat kontraproduktif dengan suasana pemulihan krisis pascapandemi.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1068 seconds (0.1#10.140)