Legitimasi Hukum Ibu Kota Negara Nusantara
loading...
A
A
A
Otorita
Di samping itu, ditemukan pula problematika substansi berupa rumusan pasal yang membingungkan. Munculnya pemerintahan khusus IKN yang dipimpin oleh kepala otorita IKN dan dibantu oleh seorang wakil kepala otorita yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh presiden. Otorita IKN adalah lembaga pemerintah setingkat kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan persiapan, pembangunan dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan khusus IKN.
Nomenklatur “otorita” merupakan istilah yang belum familier di telinga publik. Jika ditelusuri sejarahnya, istilah otorita pernah digunakan pada Orde Baru, tepatnya pada 1970, ketika menamai Otorita Batam. Persisnya Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam sebagai penggerak pembangunan Batam.
Nanti istilah otorita pada IKN baru akan memunculkan problematika konstitusionalitas karena tidak dikenalnya istilah tersebut dalam konstitusi. Ditambah ketidakjelasan eksistensi kepala otorita IKN dan wakil kepala otorita IKN yang di satu sisi menjalankan pemerintahan khusus, di sisi lain tidak disebut sebagai kepala daerah, melainkan sebagai kepala dan wakil kepala otorita yang setingkat menteri.
Andaipun kedudukannya disebutkan sebagai lembaga nonkementerian, perlu diperjelas bagaimana koordinasi dan supervisi dengan lembaga kementerian yang sudah ada seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Berdasarkan Naskah Akademik RUU IKN, alasan pemilihan istilah otorita adalah agar mudah melakukan tindakan cepat, dan kemampuan mengintegrasikan permasalahan sektor. Dengan alasan tersebut, terlihat pemerintah lebih mengutamakan pendekatan teknis ketimbang yuridis dan filosofis.
Hendaknya pemerintah bersama DPR menyesuaikan rumusan Pasal 18 UUD NRI 1945 dengan cara mengamendemen UUD NRI 1945 terlebih dahulu agar tidak terjadi mismatch antara norma UUD NRI 1945 dengan UU IKN. Meskipun diketahui proses amendemen tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, namun itu jalan terbaik untuk mendapatkan legitimasi hukum.
Selain itu, ada ketidakjelasan masa jabatan waktu dan alasan bisa diberhentikannya kepala dan wakil kepala otorita. Karena, di Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa kepala dan wakil kepala otorita memegang jabatan selama 5 (lima) tahun, akan tetapi di sisi lain pada Pasal 10 ayat (2) dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh presiden sebelum masa jabatan berakhir. Jika dianalisis secara cermat, eksistensi kepala dan wakil kepala IKN serupa dengan menteri dan wakil menteri yang sewaktu-waktu bisa diberhentikan (reshuffle). Apabila frasa tersebut tetap dipertahankan dalam draf final, hendaknya perlu dilakukan rekonstruksi secara tegas alasan pemberhentian kepala otorita dan wakil kepala otorita agar terbebas dari pertimbangan subjektif presiden yang sewaktu-waktu bisa memberhentikan, dan juga memberikan jaminan kepastian hukum terkait alasan pemberhentiannya.
Apabila rumusan yang telah disebutkan di atas tetap dipertahankan dalam draf final, dipastikan kelak akan berakhir pada pengujian formil terhadap UU IKN di Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, seharusnya pemerintah selaku inisiator mempersiapkan RUU IKN secara matang tidak hanya kejar tayang. Dalam hal ini pemerintah perlu melakukan pengkajian lebih lama lagi, studi perbandingan dan sosialisasi, serta menyerap aspirasi masyarakat, khususnya masyarakat Kaltim mengenai alasan dan urgensi dilakukannya pemindahan ibu kota negara.
Di samping itu, ditemukan pula problematika substansi berupa rumusan pasal yang membingungkan. Munculnya pemerintahan khusus IKN yang dipimpin oleh kepala otorita IKN dan dibantu oleh seorang wakil kepala otorita yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh presiden. Otorita IKN adalah lembaga pemerintah setingkat kementerian yang dibentuk untuk melaksanakan persiapan, pembangunan dan pemindahan IKN, serta penyelenggaraan pemerintahan khusus IKN.
Nomenklatur “otorita” merupakan istilah yang belum familier di telinga publik. Jika ditelusuri sejarahnya, istilah otorita pernah digunakan pada Orde Baru, tepatnya pada 1970, ketika menamai Otorita Batam. Persisnya Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau lebih dikenal dengan Badan Otorita Batam sebagai penggerak pembangunan Batam.
Nanti istilah otorita pada IKN baru akan memunculkan problematika konstitusionalitas karena tidak dikenalnya istilah tersebut dalam konstitusi. Ditambah ketidakjelasan eksistensi kepala otorita IKN dan wakil kepala otorita IKN yang di satu sisi menjalankan pemerintahan khusus, di sisi lain tidak disebut sebagai kepala daerah, melainkan sebagai kepala dan wakil kepala otorita yang setingkat menteri.
Andaipun kedudukannya disebutkan sebagai lembaga nonkementerian, perlu diperjelas bagaimana koordinasi dan supervisi dengan lembaga kementerian yang sudah ada seperti Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Berdasarkan Naskah Akademik RUU IKN, alasan pemilihan istilah otorita adalah agar mudah melakukan tindakan cepat, dan kemampuan mengintegrasikan permasalahan sektor. Dengan alasan tersebut, terlihat pemerintah lebih mengutamakan pendekatan teknis ketimbang yuridis dan filosofis.
Hendaknya pemerintah bersama DPR menyesuaikan rumusan Pasal 18 UUD NRI 1945 dengan cara mengamendemen UUD NRI 1945 terlebih dahulu agar tidak terjadi mismatch antara norma UUD NRI 1945 dengan UU IKN. Meskipun diketahui proses amendemen tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, namun itu jalan terbaik untuk mendapatkan legitimasi hukum.
Selain itu, ada ketidakjelasan masa jabatan waktu dan alasan bisa diberhentikannya kepala dan wakil kepala otorita. Karena, di Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa kepala dan wakil kepala otorita memegang jabatan selama 5 (lima) tahun, akan tetapi di sisi lain pada Pasal 10 ayat (2) dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh presiden sebelum masa jabatan berakhir. Jika dianalisis secara cermat, eksistensi kepala dan wakil kepala IKN serupa dengan menteri dan wakil menteri yang sewaktu-waktu bisa diberhentikan (reshuffle). Apabila frasa tersebut tetap dipertahankan dalam draf final, hendaknya perlu dilakukan rekonstruksi secara tegas alasan pemberhentian kepala otorita dan wakil kepala otorita agar terbebas dari pertimbangan subjektif presiden yang sewaktu-waktu bisa memberhentikan, dan juga memberikan jaminan kepastian hukum terkait alasan pemberhentiannya.
Apabila rumusan yang telah disebutkan di atas tetap dipertahankan dalam draf final, dipastikan kelak akan berakhir pada pengujian formil terhadap UU IKN di Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, seharusnya pemerintah selaku inisiator mempersiapkan RUU IKN secara matang tidak hanya kejar tayang. Dalam hal ini pemerintah perlu melakukan pengkajian lebih lama lagi, studi perbandingan dan sosialisasi, serta menyerap aspirasi masyarakat, khususnya masyarakat Kaltim mengenai alasan dan urgensi dilakukannya pemindahan ibu kota negara.
(bmm)