Ginandjar: Iklim Demokrasi Sudah Bagus, Jangan Diperangkap Pihak yang Rindukan Otoriter
loading...

Eks Menteri Koordinator Perekonomian, Ginandjar Kartasasmita menilai, iklim demokrasi Indonesia sudah bagus. Foto/SINDOnews
A
A
A
JAKARTA - Menjelang Pilpres 2024 proses politik terasa lebih intens. Eks Menteri Koordinator Perekonomian, Ginandjar Kartasasmita menuturkan, ada beberapa penyebabnya. Pertama, tidak ada incumbent alias petahana sehingga, lapangan terbuka lebar.
"Banyak calon yang dianggap memiliki kesempatan untuk maju. Setiap calon banyak pendukung dan semua bermain di media, sehingga terasa hiruk pikuk," ujarnya, Rabu (29/12/2021).
Sementara yang kedua, ada semacam pesta survei politik. Para tokoh yang digadang-gadang menjadi capres 2024, berkejar-kejaran dalam survei. Para calon, diduganya punya surveyor sendiri sehingga, macam-macam prediksi bermunculan.
Baca juga: Golkar Belum Tergoda Calon Lain, Tegas Usung Airlangga Hartarto sebagai Capres 2024
"Sudah bisa terbaca polster mana berada di depan calon mana. Survei atau polling adalah gabungan profesi dan bisnis. Polling ada ilmunya, dan di banyak negara maju relatif akurat, kalau dijalankan secara profesional dan ilmiah. Tapi kalau bisnis yang menonjol, maka surveyor seperti tailor, hasil sesuai dengan ukuran pelanggan. Jujur saja susah kita membedakan antara tipe yang pertama dan kedua," beber Ginandjar.
Ginandjar menilai demokrasi Indonesia sudah lumayan baik. Contohnya, Joko Widodo (Jokowi) yang mampu menjadi presiden selama dua periode. Padahal, dia berlatar belakang biasa-biasa saja, pada waktu pertama kali maju. Tidak memiliki nama dan sumber daya yang besar. Tapi menang lantaran didukung rakyat kecil yang turut berkampanye dengan uang dari koceknya sendiri.
"Hampir sama dengan fenomena Obama di periode pertamanya. Itu saja menunjukkan bahwa demokrasi kita sudah terkonsolidasi," tuturnya.
Baca juga: SMRC: Publik Apresiasi Kinerja Airlangga Pimpin PEN
"Banyak calon yang dianggap memiliki kesempatan untuk maju. Setiap calon banyak pendukung dan semua bermain di media, sehingga terasa hiruk pikuk," ujarnya, Rabu (29/12/2021).
Sementara yang kedua, ada semacam pesta survei politik. Para tokoh yang digadang-gadang menjadi capres 2024, berkejar-kejaran dalam survei. Para calon, diduganya punya surveyor sendiri sehingga, macam-macam prediksi bermunculan.
Baca juga: Golkar Belum Tergoda Calon Lain, Tegas Usung Airlangga Hartarto sebagai Capres 2024
"Sudah bisa terbaca polster mana berada di depan calon mana. Survei atau polling adalah gabungan profesi dan bisnis. Polling ada ilmunya, dan di banyak negara maju relatif akurat, kalau dijalankan secara profesional dan ilmiah. Tapi kalau bisnis yang menonjol, maka surveyor seperti tailor, hasil sesuai dengan ukuran pelanggan. Jujur saja susah kita membedakan antara tipe yang pertama dan kedua," beber Ginandjar.
Ginandjar menilai demokrasi Indonesia sudah lumayan baik. Contohnya, Joko Widodo (Jokowi) yang mampu menjadi presiden selama dua periode. Padahal, dia berlatar belakang biasa-biasa saja, pada waktu pertama kali maju. Tidak memiliki nama dan sumber daya yang besar. Tapi menang lantaran didukung rakyat kecil yang turut berkampanye dengan uang dari koceknya sendiri.
"Hampir sama dengan fenomena Obama di periode pertamanya. Itu saja menunjukkan bahwa demokrasi kita sudah terkonsolidasi," tuturnya.
Baca juga: SMRC: Publik Apresiasi Kinerja Airlangga Pimpin PEN
Lihat Juga :