Konvensi Rakyat Partai Perindo dan Rekrutmen Caleg

Rabu, 15 Desember 2021 - 15:46 WIB
loading...
Konvensi Rakyat Partai...
Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Anggota Dewan Nasional, Ketua Bersama Komite Eksekutif Konvensi Rakyat. Foto/Dok SINDOnews
A A A
Ferry Kurnia Rizkiyansyah,
Anggota Dewan Nasional, Ketua Bersama Komite Eksekutif Konvensi Rakyat

Tahapan Pemilihan Umum 2024 secara resmi memang belum ditetapkan dan dimulai. Akan tetapi, partai-partai politik sudah mulai melakukan berbagai langkah persiapan. Selain melakukan penataan struktur kepartaian hingga tingkat ranting, saat ini partai politik juga tengah sibuk melakukan perekrutan calon legislatif (caleg) untuk dimajukan dalam pemilihan umum (pemilu) mendatang.

Harus diakui memang bukan hal mudah bagi partai politik untuk merekrut calon-calon legislatif berkompeten dan memiliki basis pemilih konkret untuk kemudian mengisi daftar calon legislatif di seluruh tingkatan pemilihan. Kandidasi calon-calon legislatif merupakan hal sangat krusial bagi partai politik menjelang pemilihan umum. Pada tahapan ini calon-calon legislatif didaftarkan oleh partai politik untuk memperebutkan kursi DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Pengisian daftar calon legislatif harus dilakukan cermat dan serius. Apalagi di pemilihan umum mendatang sistem proporsional terbuka masih diberlakukan sebagaimana pemilihan-pemilihan umum terdahulu. Jika partai politik menempatkan calon-calon legislatif yang tidak memiliki kompetensi memadai dan basis pemilih konkret, maka berpotensi tidak dapat menarik hati pemilih untuk memilih calon legislatif partai politik bersangkutan. Partai politik pengusung pun akan mengalami kerugian besar karena tidak mampu memperoleh kursi di legislatif sehingga perjuangan politik partai selama lima tahun mendatang tidak dapat belanjut di lembaga legislatif.

Jadi, rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif merupakan variabel sangat menentukan bagaimana sebuah partai politik dapat memperolah kursi di lembaga legislatif melalui pemilihan umum. Ketika rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif tidak dikelola secara baik oleh partai politik, maka akan berdampak pada kerja-kerja pemenangan partai politik bersangkutan, terutama dalam merealisasikan perolehan suara menjadi kursi di lembaga legislatif.

Problematika utama dalam pencalonan legislatif oleh partai politik di Indonesia selama ini adalah cenderung berlangsung secara tertutup. Partai-partai politik tidak memberikan informasi secara lengkap dan juga memadai kepada publik mengenai mekanisme rekrutmen dan proses seleksi calon legislatif. Nama calon-calon legislatif seakan tiba-tiba turun dari langit terpampang di daftar calon tetap yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tidak ada transparansi dalam proses rekrutmen calon legislatif dilakukan oleh partai-partai politik selama ini.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memang mengamanatkan pelaksanaan seleksi calon-calon legislatif harus berlangsung demokratis dan terbuka sesuai anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai politik. Namun, tepat di titik inilah selama ini terjadi distorsi dalam rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif oleh partai politik.

Di satu sisi, undang-undang memerintahkan seleksi calon-calon legislatif dilakukan secara demokratis dan terbuka, namun, di sisi lain dipersempit agar sesuai dengan lingkup partai politik bersangkutan atau dalam hal ini anggaran dasar/anggaran rumah tangga partai politik. Ambiguitas regulasi itu kemudian mendorong para elite partai politik di tingkat pusat untuk menggunakan kebijaksanaan mereka dalam menentukan bagaimana rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif dilakukan. Alhasil transparansi atau keterbukaan menjadi hal yang tidak mungkin terjadi dalam rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif tersebut.

Rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif dilakukan secara tertutup dan elitis karena diserahkan kepada segelintir elite partai politik di tingkat pusat. Akibat lebih lanjut dari hal tersebut para calon legislatif tidak terdorong untuk menelurkan gagasan segar guna menarik perhatian dari elite-elite partai politik dan juga pemilih. Alih-alih berlomba-lomba dalam menelurkan gagasan, mereka justru berlomba-lomba untuk melakukan politik transaksional dengan elite-elite partai politik di tingkat pusat dalam rangka mengamankan kandidasi mereka.

Hal buruk lain yang juga terjadi dalam rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif selama ini akibat dilakukan secara tertutup dan elitis adalah penempatan calon legislatif sesuai relasi kuasa antara calon legislatif bersangkutan dengan elite partai di tingkat pusat. Tidak jarang ditemui terdapat calon legislatif telah memiliki basis jaringan dan dukungan konkret di suatu daerah pemilihan namun harus menerima realitas pahit dipindahkan di daerah pemilihan lain karena diniliai bersikap tidak sesuai dengan keinginan elite partai di tingkat pusat.

Jelas sekali ketertutupan informasi mengenai mekanisme rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif oleh partai politik selama ini telah membuat publik tidak mengetahui bagaimana dan seperti apa partai politik menjalankan fungsi rekrutmen politik mereka. Juga bagaimana partai politik melakukan kaderisasi anggota mereka untuk diikutkan dalam pencalonan anggota legislatif yang akan menduduki jabatan politik di lembaga eksekutif maupun legislatif.

Padahal, transparansi dalam rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif di pemilihan umum akan mengarahkan partai politik dalam memperkuat demokratisasi internal di partai politik masing-masing. Apalagi partai politik merupakan badan publik juga memperoleh suntikan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau sumbangan publik. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik setiap badan publik memperoleh pendanaan negara memiliki kewajiban untuk memberikan data dan informasi publik.

Jadi, tuntutan publik terhadap partai politik untuk mengedepankan transparansi dalam rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif di pemilihan umum bukanlah hal berlebihan. Derajat transparansi dapat dilihat dari pemenuhan sejumlah indikator antara lain: (1) Ketersediaan informasi secara jelas mengenai prosedur di setiap rencana dan kegiatan; (2) Kemudahan akses informasi; (3) Keberadaan mekanisme pengaduan, dan (4) Ketersediaan arus informasi (Krina, 2003:15)

Konvensi Rakyat
Dalam konteks itu, ikhtiar politik tengah dilakukan Partai Perindo saat ini dalam rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif melalui mekanisme konvensi patut diapresiasi. Sebuah terobosan baru dalam rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif dengan berbasis digital sehingga dapat diakses oleh siapa pun dan juga dari mana pun. Melalui konvensi ini Partai Perindo hendak membuka pintu seluas mungkin bagi siapa pun untuk ikut serta dalam rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif dalam Pemilu 2024.

Tujuan Konvensi Rakyat ini, pertama, menjaring warga negara Indonesia yang berminat menjadi bakal calon anggota legislatif (Bacaleg) dari Partai Perindo di semua tingkat pemilihan. Kedua, membentuk ekosistem demokrasi digital yang mampu memperkuat partisipasi politik masyarakat dalam proses pencalonan anggota legislatif. Ketiga, meningkatkan kesetaraan, keadilan, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam proses pencalonan dengan menggunakan teknologi modern. Keempat, memilih calon anggota legislatif yang berintegritas politik tinggi, bermartabat terhadap pendukung dan pemilihnya, serta memiliki relasi kokoh dengan Partai Perindo untuk memperjuangkan kesejahteraan publik sesuai dengan cita-cita dan garis politik partai.

Sedangkan esensi dari Konvensi Rakyat itu sendiri adalah inklusivitas, partisipatif, transparansi, akuntabilitas dan demokrasi substantif dalam prosesnya. Semua itu berjalan melalui sistem teknologi informasi yaitu mendaftar melalui proses kandidasi secara daring pada sistem yang ada di konvensirakyat.com. Ini merupakan upaya maksimal yang dapat dilakukan di tengah ancaman politik uang dan patologi pemilu lainnya dalam proses elektoral. Melalui sistem yang akuntabel, maka upaya untuk mencederai proses demokrasi dapat ditekan dengan serius.

Penjaringan dimulai dengan pra tahapan konvensi tahap I dimulai sejak 25 November 2021 hingga Mei 2022. Pada tahapan ini publik dapat mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif secara daring melalui situs resmi konvensi Partai Perindo. Setiap orang pendaftar harus melampirkan bukti dukungan dari 25 orang untuk pencalonan di tingkat DPRD kabupaten/kota, 50 dukungan untuk pencalonan di tingkat DPRD provinsi, dan 100 dukungan untuk pencalonan di tingkat DPR RI.

Pemungutan suara elektronik untuk konvensi ini dijadwalkan pada 17 Agustus 2022 hingga Maret 2023. Partai Perindo menetapkan perolehan suara minimal 2.500 bagi calon legislatif di tingkat DPR RI, 1.500 suara bagi calon legislatif di tingkat DPRD provinsi, dan 500 suara bagi calon legislatif di tingkat DPRD kabupaten / kota. Hasil pemungutan suara elektronik (e-voting) diumumkan sekitar Maret 2023. Dari sana kemudian Partai Perindo akan menetapkan calon-calon legislatif akan didaftarkan melalui Komisi Pemilihan Umum sebagai daftar calon tetap.

Tidak berlebihan untuk mengatakan kehadiran konvensi Partai Perindo menjadi angin segar bagi kehidupan politik di Indonesia, terutama dalam hal rekruitmen dan kandidasi politik. Melalui konvensi ini pintu telah dibuka seluas mungkin bagi siapa pun untuk berpartisipasi dalam rekrutmen dan kandidasi calon-calon legislatif dalam pemilihan umum tahun 2024.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1384 seconds (0.1#10.140)