Mencari Partnership Proyek Bandara
loading...
A
A
A
SEBAGAI negara kepulauan, Indonesia membutuhkan transportasi udara agar bisa menghubungkan antarpulau dan membantu mobilitas penduduk lewat jalur udara. Keberadaan bandar udara (bandara) sangat vital sebagai infrastruktur utama transportasi udara.
Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) proyek infrastruktur, termasuk bandara masih menjadi prioritas meskipun pandemi Covid-19 masih melanda. Bahkan, tak hanya bandara, banyak proyek infrastruktur megah yang juga dibangun di tengah situasi pandemi.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan saat ini ada 351 bandara di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, 2016-2021, bandara baru bertambah 87 unit, yang umumnya merupakan bandara penerbangan domestik. Dari 351 bandara yang tercatat itu, sebagian besar (57,8% atau 203 bandara) dikelola oleh Kementerian Perhubungan melalui Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Selain itu, 77 bandara dikelola Pemerintah Daerah dan 28 unit bandara dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (15 unit oleh PT Angkasa Pura 1, dan 19 unit oleh PT Angkasa Pura 2). Sisanya, dikelola oleh TNI dan swasta. Ada dua BUMN yang bertugas mengelola bandara di Indonesia, yakni Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II.
Namun sayangnya, di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, proyek infrastruktur tak sepenuhnya berjalan mulus. Kondisi ekonomi yang masih mengalami tekanan, tentunya berimbas pada daya beli masyarakat dan perputaran ekonomi antardaerah pun ikut terhambat.
Pemerintah pun tak tinggal diam dengan kondisi ini, bahkan harus memutar otak bagaimana agar proyek infrastruktur tidak mandek. Berbagai skema dilakukan pemerintah agar pembangunan bandara tetap bisa dilaksanakan. Pemerintah menawarkan skema kerja sama pengelolaan bandara di Tanah Air dengan menggandeng perusahaan asing.
Bandara Komodo misalnya, merupakan proyek bandara pertama yang melibatkan investor asing. Pemenang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam proyek tersebut adalah PT Cardig Aero Service Tbk (CAS), Changi Airports International Pte Ltd (CAI), dan Changi Airports MENA Pte Ltd.
Konsorsium Cardig dan Changi menanamkan investasi sebesar Rp1,2 triliun dalam kurun waktu maksimal lima tahun. Dana tersebut akan digunakan untuk belanja modal pengembangan Bandara Komodo. Selain itu, konsorsium juga akan menyediakan belanja operasional sebesar Rp5,7 triliun dalam kurun waktu 25 tahun. Setelah masa konsesi 25 tahun berakhir, konsorsium akan menyerahkan kembali pengelolaan Bandara Komodo kepada pemerintah.
Selain Bandara Komodo, sejumlah bandara yang ditawarkan diantaranya Bandara Internasional Kualanamu Medan yang dijajaki ke investor asal India.
PT Angkasa Pura I sebagai pengelola bandara di wilayah Indonesia bagian timur juga menyiapkan daur ulang aset (asset recycling) pada sejumlah bandara. Bandara yang dalam waktu dekat akan kedatangan investor yaitu Bandara Lombok Zainuddin Abdul Madjid, Nusa Tenggara Barat. Bandara lainnya yakni Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan. Demikian juga dengan Bandara Ngurah Rai, Bali yang disiapkan untuk didaur ulang. Perseroan juga mencari mitra strategis untuk Bandara Hang Nadim Batam dan Bandara Dhoho Kediri.
Pandemi Covid-19 turut berdampak terhadap penurunan drastis lalu-lintas penumpang di sejumlah bandara baik yang dikelola oleh Angkasa Pura I maupun Angkasa Pura II. Akibat dampak pandemi Covid-19 yang membuat kinerja operasional dan keuangan tertekan dan berdampak kepada kemampuan membayar kewajiban pinjaman, jumlah utang berbunga PT Angkasa Pura I kepada kreditur dan investor hingga November 2021 tembus di angka Rp28 triliun.
Setidaknya dengan rencana strategis pemerintah mencari investor asing ke proyek bandara dalam negeri dapat mengurangi beban pengelola bandara.
Partnership proyek bandara ini pun diklaim sudah menjadi tren di dunia dan strategis serta akan memberi banyak keuntungan, terutama traffic, teknologi hingga modal. Semoga tahun depan ekonomi dapat kembali pulih dan harapan pemerintah mengundang investor asing dapat terwujud.
Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) proyek infrastruktur, termasuk bandara masih menjadi prioritas meskipun pandemi Covid-19 masih melanda. Bahkan, tak hanya bandara, banyak proyek infrastruktur megah yang juga dibangun di tengah situasi pandemi.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan saat ini ada 351 bandara di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, 2016-2021, bandara baru bertambah 87 unit, yang umumnya merupakan bandara penerbangan domestik. Dari 351 bandara yang tercatat itu, sebagian besar (57,8% atau 203 bandara) dikelola oleh Kementerian Perhubungan melalui Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Selain itu, 77 bandara dikelola Pemerintah Daerah dan 28 unit bandara dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (15 unit oleh PT Angkasa Pura 1, dan 19 unit oleh PT Angkasa Pura 2). Sisanya, dikelola oleh TNI dan swasta. Ada dua BUMN yang bertugas mengelola bandara di Indonesia, yakni Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II.
Namun sayangnya, di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini, proyek infrastruktur tak sepenuhnya berjalan mulus. Kondisi ekonomi yang masih mengalami tekanan, tentunya berimbas pada daya beli masyarakat dan perputaran ekonomi antardaerah pun ikut terhambat.
Pemerintah pun tak tinggal diam dengan kondisi ini, bahkan harus memutar otak bagaimana agar proyek infrastruktur tidak mandek. Berbagai skema dilakukan pemerintah agar pembangunan bandara tetap bisa dilaksanakan. Pemerintah menawarkan skema kerja sama pengelolaan bandara di Tanah Air dengan menggandeng perusahaan asing.
Bandara Komodo misalnya, merupakan proyek bandara pertama yang melibatkan investor asing. Pemenang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam proyek tersebut adalah PT Cardig Aero Service Tbk (CAS), Changi Airports International Pte Ltd (CAI), dan Changi Airports MENA Pte Ltd.
Konsorsium Cardig dan Changi menanamkan investasi sebesar Rp1,2 triliun dalam kurun waktu maksimal lima tahun. Dana tersebut akan digunakan untuk belanja modal pengembangan Bandara Komodo. Selain itu, konsorsium juga akan menyediakan belanja operasional sebesar Rp5,7 triliun dalam kurun waktu 25 tahun. Setelah masa konsesi 25 tahun berakhir, konsorsium akan menyerahkan kembali pengelolaan Bandara Komodo kepada pemerintah.
Selain Bandara Komodo, sejumlah bandara yang ditawarkan diantaranya Bandara Internasional Kualanamu Medan yang dijajaki ke investor asal India.
PT Angkasa Pura I sebagai pengelola bandara di wilayah Indonesia bagian timur juga menyiapkan daur ulang aset (asset recycling) pada sejumlah bandara. Bandara yang dalam waktu dekat akan kedatangan investor yaitu Bandara Lombok Zainuddin Abdul Madjid, Nusa Tenggara Barat. Bandara lainnya yakni Sultan Hasanuddin, Sulawesi Selatan. Demikian juga dengan Bandara Ngurah Rai, Bali yang disiapkan untuk didaur ulang. Perseroan juga mencari mitra strategis untuk Bandara Hang Nadim Batam dan Bandara Dhoho Kediri.
Pandemi Covid-19 turut berdampak terhadap penurunan drastis lalu-lintas penumpang di sejumlah bandara baik yang dikelola oleh Angkasa Pura I maupun Angkasa Pura II. Akibat dampak pandemi Covid-19 yang membuat kinerja operasional dan keuangan tertekan dan berdampak kepada kemampuan membayar kewajiban pinjaman, jumlah utang berbunga PT Angkasa Pura I kepada kreditur dan investor hingga November 2021 tembus di angka Rp28 triliun.
Setidaknya dengan rencana strategis pemerintah mencari investor asing ke proyek bandara dalam negeri dapat mengurangi beban pengelola bandara.
Partnership proyek bandara ini pun diklaim sudah menjadi tren di dunia dan strategis serta akan memberi banyak keuntungan, terutama traffic, teknologi hingga modal. Semoga tahun depan ekonomi dapat kembali pulih dan harapan pemerintah mengundang investor asing dapat terwujud.
(bmm)