Komnas PA Desak BPOM Beri Pelabelan Bebas BPA di Kemasan Plastik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komnas Perlindungan Anak (PA) mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera memberi pelabelan bebas zat BPA pada kemasan plastik. Hal itu penting karena seluruh anak Indonesia baik balita maupun yang masih dalam kandungan harus terbebas dari zat berbahaya tersebut.
Hal itu ditegaskan Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait saat diskusi peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang mengusung tema “Hak Hidup Anak, Bebaskan dari Bisphenol A yang Mengancam. Demi kepentingan Anak, Ayo Dukung Pelabelan BPA Sekarang Juga”. Hadir dalam diskusi tersebut, pakar Pendidikan Autis Imaculata Sumiyati dan Ikatan Dokter Indonesia yang juga Wakil Ketua PDUI Hartati B Bangsa.
"Dalam rangka menegakkan hak anak atas kesehatan dan hak hidup. Bertepatan dengan Hari Hak Asasi manusia mendesak dan mendukung BPOM selaku pemegang regulator untuk memberikan label pada kemasan plastik yang terbuat dari polycarbonat. Untuk keberlangsungan hak hidup anak, negara tidak boleh kalah dengan industri. Mengingat BPA dapat mengancam Hak hidup anak maka Komnas PA mendukung Badan POM sebagai pemegang regulasi untuk melakukan Pelabelan yang jelas agar dapat diketahui masyarakat," kata Arist, Senin (13/12/2021).
Menurut Arist, rencana BPOM memberi label pada galon guna ulang yang terbuat dari bahan polycarbonat dan kemasan plastik lainnya dengan kode daur ulang No 7 yang mengandung BPA sejalan dengan semangat HAM. Terutama bagi anak - anak di mana hak hidup sehat harus mendapat perhatian khusus.
“Sudah menjadi pengetahuan masyarakat luas bahwa zat kimia BPA pada kemasan plastik No 7 secara akumulatif dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti, kanker, tumor, kelahiran bayi prematur, syaraf dan autis. Itu sebabnya dalam diskusi kali ini menghadirkan pakar pendidikan autis. Agar mengetahui bahwa menangani anak yang autis lebih sulit jika dibandingkan dengan mencegahnya. Cara mencegahnya, salah satunya dengan memberi makan dan minuman yang tidak mengandung zat yang berbahaya bagi usia rentan,” katanya.
Senada, Pakar Pendidikan Autis Imaculata Sumiyati mengatakan, bagi ibu hamil jika pola makan tidak dijaga dan tidak memilih kemasan plastik yang aman, sama saja meracuni janin. ”Inilah yang berakibat anak cacat atau terkena auitis. Di sekolah milik saya, anak yang mau daftar sekitar 600 orang. Sekarang ini yang di-blow-up anak autis yang keren. Itu hanya satu dua orang. Sedangkan yang lain kondisinya parah. Satu aja yang pinter tapi di posting terus menerus. Kalau usia 14 tahun ke atas harus ditangani Rumah sakit Jiwa. Karena itu, wajib mutlak kemasan plastik BPA harus diberi label," tandasnya.
Wakil Ketua PDUI Hartati B Bangsa juga mendukung perjuangan Komnas PA agar kemasan mengandung BPA diberi label. Menurut dia, penelitian paling mutakhir pada 2021 tentang BPA bahwa zat kimia tersebut memberikan dampak kepada anak. "Dalam kasus hari ini adalah perubahan perilaku atau kita menyebutnya autisme. Tapi dalam perjalanannya proses penelitian ini akan terus berlanjut," ucapnya.
Hartati menyebut, ibu hamil merupakan objek yang paling rentan terpapar BPA. Untuk itu, solusi untuk mencegah anak autis adalah menghindari kemasan yang mengandung BPA sejak dini. ”Intinya Negara harus memberi label pada kemasan plastik yang mengandung BPA,” ucapnya.
Hal itu ditegaskan Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait saat diskusi peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang mengusung tema “Hak Hidup Anak, Bebaskan dari Bisphenol A yang Mengancam. Demi kepentingan Anak, Ayo Dukung Pelabelan BPA Sekarang Juga”. Hadir dalam diskusi tersebut, pakar Pendidikan Autis Imaculata Sumiyati dan Ikatan Dokter Indonesia yang juga Wakil Ketua PDUI Hartati B Bangsa.
"Dalam rangka menegakkan hak anak atas kesehatan dan hak hidup. Bertepatan dengan Hari Hak Asasi manusia mendesak dan mendukung BPOM selaku pemegang regulator untuk memberikan label pada kemasan plastik yang terbuat dari polycarbonat. Untuk keberlangsungan hak hidup anak, negara tidak boleh kalah dengan industri. Mengingat BPA dapat mengancam Hak hidup anak maka Komnas PA mendukung Badan POM sebagai pemegang regulasi untuk melakukan Pelabelan yang jelas agar dapat diketahui masyarakat," kata Arist, Senin (13/12/2021).
Menurut Arist, rencana BPOM memberi label pada galon guna ulang yang terbuat dari bahan polycarbonat dan kemasan plastik lainnya dengan kode daur ulang No 7 yang mengandung BPA sejalan dengan semangat HAM. Terutama bagi anak - anak di mana hak hidup sehat harus mendapat perhatian khusus.
“Sudah menjadi pengetahuan masyarakat luas bahwa zat kimia BPA pada kemasan plastik No 7 secara akumulatif dapat menimbulkan berbagai macam penyakit seperti, kanker, tumor, kelahiran bayi prematur, syaraf dan autis. Itu sebabnya dalam diskusi kali ini menghadirkan pakar pendidikan autis. Agar mengetahui bahwa menangani anak yang autis lebih sulit jika dibandingkan dengan mencegahnya. Cara mencegahnya, salah satunya dengan memberi makan dan minuman yang tidak mengandung zat yang berbahaya bagi usia rentan,” katanya.
Senada, Pakar Pendidikan Autis Imaculata Sumiyati mengatakan, bagi ibu hamil jika pola makan tidak dijaga dan tidak memilih kemasan plastik yang aman, sama saja meracuni janin. ”Inilah yang berakibat anak cacat atau terkena auitis. Di sekolah milik saya, anak yang mau daftar sekitar 600 orang. Sekarang ini yang di-blow-up anak autis yang keren. Itu hanya satu dua orang. Sedangkan yang lain kondisinya parah. Satu aja yang pinter tapi di posting terus menerus. Kalau usia 14 tahun ke atas harus ditangani Rumah sakit Jiwa. Karena itu, wajib mutlak kemasan plastik BPA harus diberi label," tandasnya.
Wakil Ketua PDUI Hartati B Bangsa juga mendukung perjuangan Komnas PA agar kemasan mengandung BPA diberi label. Menurut dia, penelitian paling mutakhir pada 2021 tentang BPA bahwa zat kimia tersebut memberikan dampak kepada anak. "Dalam kasus hari ini adalah perubahan perilaku atau kita menyebutnya autisme. Tapi dalam perjalanannya proses penelitian ini akan terus berlanjut," ucapnya.
Hartati menyebut, ibu hamil merupakan objek yang paling rentan terpapar BPA. Untuk itu, solusi untuk mencegah anak autis adalah menghindari kemasan yang mengandung BPA sejak dini. ”Intinya Negara harus memberi label pada kemasan plastik yang mengandung BPA,” ucapnya.
(cip)