PWNU Papua Minta Muktamar ke 34 NU Pertimbangkan Tren Omicron, Natal, dan Tahun Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - PWNU Papua buka suara menyikapi dua arus pendapat menyangkut penjadwalan ulang Muktamar ke-34 NU yang cenderung makin meruncing. Mereka berharap rapat Harian Syuriyah – Tanfidziyah yang digelar pada Selasa, 7 Desember 2021, PBNU menemukan kata mufakat terkait waktu pelaksanaan Muktamar.
“Yang terpenting dasar hukum rapat ini yang sesuai putusan Munas-Konbes ya. Bahwa jika waktu Muktamar berubah karena suatu kondisi, maka perubahan keputusannya diserahkan kepada PBNU. Saya kira kita semua harus mengacu pada itu,” kata Ketua PWNU Papua Toni Wanggai saat dihubungi, Sabtu (4/12/2021).
Anggota Majelis Rakyat Papua ini juga menyerukan agar penentuan waktu hajatan Muktamar selayaknya juga tidak mengabaikan event besar lainnya yaitu Natal dan Tahun Baru. Sebagai organisasi yang dikenal dengan sikap tasamuh dan toleransinya yang tinggi terhadap minoritas, menurutnya, sudah sepatutnya NU menghormati perayaan hari besar agama lain. “Kami di Papua ini minoritas. Tapi kami punya tradisi ya, untuk menghormati Natal, kami selalu hadir silaturrahmi, kami juga saling menjaga rumah ibadah,” urainya.
Toni meyakini, sejumlah pengurus NU di wilayah yang lain juga memiliki tradisi yang sama. Tradisi menjaga rumah ibadah agama sahabat, tradisi anjangsana, termasuk bagaimana menjaga kenyamanan dan keamanan mereka ketika melaksanakan puncak malam Kudus, sudah sejak lama menjadi bagian dari ekspresi sikap toleran sesama anak bangsa.
Dia menambahkan, melihat tren gelombang ketiga Covid-19 dengan varian baru Omicron yang mulai dikonfirmasi penyebarannya di sejumlah negara, Toni berpendapat, penundaan Muktamar ke-34 NU sampai awal 2022 jauh lebih aman dan maslahat. “Sampai awal Januari 2022 nanti kita dan dunia kan menghadapi tren gelombang ketiga. Sahabat kita Nasrani yang punya event besar saja taat PPKM, kok masak kita enggak,” tandasnya.
Sebagai kader NU yang terbiasa hidup ditengah-tengah perbedaan, Toni berharap Muktamar ke-34 NU nanti juga bisa dihadiri oleh sahabat-sahabat dari tokoh perwakilan lintas agama. Ini menurutnya penting untuk meneguhkan jati diri NU sebagai ormas terbesar yang bisa diteladani dalam hal moderasi dan toleransi bergama.
“Yang terpenting dasar hukum rapat ini yang sesuai putusan Munas-Konbes ya. Bahwa jika waktu Muktamar berubah karena suatu kondisi, maka perubahan keputusannya diserahkan kepada PBNU. Saya kira kita semua harus mengacu pada itu,” kata Ketua PWNU Papua Toni Wanggai saat dihubungi, Sabtu (4/12/2021).
Anggota Majelis Rakyat Papua ini juga menyerukan agar penentuan waktu hajatan Muktamar selayaknya juga tidak mengabaikan event besar lainnya yaitu Natal dan Tahun Baru. Sebagai organisasi yang dikenal dengan sikap tasamuh dan toleransinya yang tinggi terhadap minoritas, menurutnya, sudah sepatutnya NU menghormati perayaan hari besar agama lain. “Kami di Papua ini minoritas. Tapi kami punya tradisi ya, untuk menghormati Natal, kami selalu hadir silaturrahmi, kami juga saling menjaga rumah ibadah,” urainya.
Toni meyakini, sejumlah pengurus NU di wilayah yang lain juga memiliki tradisi yang sama. Tradisi menjaga rumah ibadah agama sahabat, tradisi anjangsana, termasuk bagaimana menjaga kenyamanan dan keamanan mereka ketika melaksanakan puncak malam Kudus, sudah sejak lama menjadi bagian dari ekspresi sikap toleran sesama anak bangsa.
Dia menambahkan, melihat tren gelombang ketiga Covid-19 dengan varian baru Omicron yang mulai dikonfirmasi penyebarannya di sejumlah negara, Toni berpendapat, penundaan Muktamar ke-34 NU sampai awal 2022 jauh lebih aman dan maslahat. “Sampai awal Januari 2022 nanti kita dan dunia kan menghadapi tren gelombang ketiga. Sahabat kita Nasrani yang punya event besar saja taat PPKM, kok masak kita enggak,” tandasnya.
Sebagai kader NU yang terbiasa hidup ditengah-tengah perbedaan, Toni berharap Muktamar ke-34 NU nanti juga bisa dihadiri oleh sahabat-sahabat dari tokoh perwakilan lintas agama. Ini menurutnya penting untuk meneguhkan jati diri NU sebagai ormas terbesar yang bisa diteladani dalam hal moderasi dan toleransi bergama.
(cip)