Ki Bagoes Hadikoesoemo Menolak Perintah Seikerei, Kolonel Jepang Menggebrak Meja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tokoh Muhammadiyah Ki Bagoes Hadikoesoemo dipanggil Jepang karena menolak seikerei. Meski Kepala Kempeitai Kolonel Tsuda menggebrak meja, Ki Bagoes tetap pada pendiriannya.
Ki Bagoes Hadikoesoemo merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah yang pada 2015 dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Di masa pendudukan Jepang, Ki Bagoes pernah menolak perintah melakukan seikerei.
Diketahui, seikerei adalah sikap menghormat dan membungkukkan badan ke arah matahari terbit setiap pagi, setiap pertemuan umum, dan setiap nama Tenno Haika, Kaisar Jepang, disebut.
Sejumlah ulama dengan gagah berani menolak melakukan hal itu. Sebut saja Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya, Jawa Barat KH Zaenal Mustafa, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo. Alasan yang dikemukakan pun senada, seikerei bertentangan dengan ajaran Islam dan merusak tauhid.
Perlawanan Ki Bagoes Hadikoesoemo untuk menolak seikerei diwujudkan saat pimpinan Muhammadiyah periode 1942-1953 itu menerbitkan maklumat yang ditujukan kepada umat Islam untuk tidak melakukan seikerei.
Larangan melakukan seikerei didengar pimpinan Kempeitai. Kempeitai adalah Satuan Polisi Militer Jepang yang ditempatkan di seluruh wilayah Jepang termasuk daerah jajahan.
Kempeitai kemudian memanggil Ki Bagoes untuk menghadap Kempeitai di Yogyakarta. Pemanggilan Ki Bagoes oleh Kempeitai itu tak hanya membuat khawatir pria yang lahir di Yogyakarta, 24 November 1890 itu. Rekan-rekannya dan rakyat pun waswas. Apalagi, Jepang terkenal kejam terhadap siapa saja yang membangkang kebijakan Jepang.
Singkat cerita, Ki Bagoes memenuhi panggilan Kempeitai, diterima oleh Kepala Kempeitai Kolonel Tsuda. Apa yang terjadi dalam pertemuan itu?
Di salah satu sudut ruangan tempat digelarnya Pameran Tokoh Ki Bagoes Hadikoesoemo di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, pada tahun 2017, terpampang percakapan antara Ki Bagoes dengan Kolonel Tsuda.
"Tuan Ki Bagoes, saya minta kepada semua orang Islam dan Muhammadiyah agar melakukan upacara seikerei!" kata Tsuda.
Ki Bagoes menjawab,"Tidak mungkin Tuan. Agama Islam melarang."
Kolonel Tsuda tak terima. Dia kembali meminta agar Ki Bagoes memerintahkan rakyat untuk melakukan seikerei.
"Kalau tidak tahu, maka saya beritahu bahwa membungkuk kepada sesama manusia itu dilarang oleh agama saya," jawab Ki Bagoes.
Sang Kolonel tetap tak terima. Dia kembali menegaskan bahwa seikerei itu sebuah perintah dan wajib dilaksanakan. Tetapi, Ki Bagoes tetap pada pendiriannya. Malah, pria yang lahir dengan nama R Dayat atau Hidayat itu meminta agar Kolonel Tsuda yang memerintahkan langsung.
Kolonel Tsuda menggelengkan kepalanya. "Tidak, Tuan Ki Bagoes yang memerintahkan. Tuan pemimpin Islam, orang Islam akan menurut."
"Tidak bisa Tuan. Agama melarang. Saya tidak bisa memerintahkan itu," jawab anak dari Raden Kaji Lurah Hasyim yang menjabat sebagai abdi dalem Lurah bidang keagamaan di Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono VIII itu.
Mendengar jawaban Ki Bagoes, Kolonel Tsuda menggebrak meja. Ki Bagoes pun terkejut. Dia mencoba tenang, lalu mengatakan,"Tuan menganut agama seperti saya, sekalipun berlainan. Tentu Tuan juga tidak mau melanggar ajaran agama Tuan. Seperti kami orang Islam tidak mau melanggar ajaran kami."
Percakapan berhenti di situ. Bahkan, keduanya minum teh bareng. Ki Bagoes pulang dan bersujud syukur karena Jepang tidak berhasil menaklukkan hatinya dan tidak pula berani memerintahkan kekerasan agar umat Islam melakukan seikerei.
Sumber: Bahan Pameran Tokoh "Ki Bagoes Hadikoesoemo" di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam Bonjol, Jakarta dan Wikipedia.
Ki Bagoes Hadikoesoemo merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah yang pada 2015 dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Di masa pendudukan Jepang, Ki Bagoes pernah menolak perintah melakukan seikerei.
Diketahui, seikerei adalah sikap menghormat dan membungkukkan badan ke arah matahari terbit setiap pagi, setiap pertemuan umum, dan setiap nama Tenno Haika, Kaisar Jepang, disebut.
Sejumlah ulama dengan gagah berani menolak melakukan hal itu. Sebut saja Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), pemimpin sebuah pesantren di Tasikmalaya, Jawa Barat KH Zaenal Mustafa, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo. Alasan yang dikemukakan pun senada, seikerei bertentangan dengan ajaran Islam dan merusak tauhid.
Perlawanan Ki Bagoes Hadikoesoemo untuk menolak seikerei diwujudkan saat pimpinan Muhammadiyah periode 1942-1953 itu menerbitkan maklumat yang ditujukan kepada umat Islam untuk tidak melakukan seikerei.
Larangan melakukan seikerei didengar pimpinan Kempeitai. Kempeitai adalah Satuan Polisi Militer Jepang yang ditempatkan di seluruh wilayah Jepang termasuk daerah jajahan.
Kempeitai kemudian memanggil Ki Bagoes untuk menghadap Kempeitai di Yogyakarta. Pemanggilan Ki Bagoes oleh Kempeitai itu tak hanya membuat khawatir pria yang lahir di Yogyakarta, 24 November 1890 itu. Rekan-rekannya dan rakyat pun waswas. Apalagi, Jepang terkenal kejam terhadap siapa saja yang membangkang kebijakan Jepang.
Singkat cerita, Ki Bagoes memenuhi panggilan Kempeitai, diterima oleh Kepala Kempeitai Kolonel Tsuda. Apa yang terjadi dalam pertemuan itu?
Di salah satu sudut ruangan tempat digelarnya Pameran Tokoh Ki Bagoes Hadikoesoemo di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, pada tahun 2017, terpampang percakapan antara Ki Bagoes dengan Kolonel Tsuda.
"Tuan Ki Bagoes, saya minta kepada semua orang Islam dan Muhammadiyah agar melakukan upacara seikerei!" kata Tsuda.
Ki Bagoes menjawab,"Tidak mungkin Tuan. Agama Islam melarang."
Kolonel Tsuda tak terima. Dia kembali meminta agar Ki Bagoes memerintahkan rakyat untuk melakukan seikerei.
"Kalau tidak tahu, maka saya beritahu bahwa membungkuk kepada sesama manusia itu dilarang oleh agama saya," jawab Ki Bagoes.
Sang Kolonel tetap tak terima. Dia kembali menegaskan bahwa seikerei itu sebuah perintah dan wajib dilaksanakan. Tetapi, Ki Bagoes tetap pada pendiriannya. Malah, pria yang lahir dengan nama R Dayat atau Hidayat itu meminta agar Kolonel Tsuda yang memerintahkan langsung.
Kolonel Tsuda menggelengkan kepalanya. "Tidak, Tuan Ki Bagoes yang memerintahkan. Tuan pemimpin Islam, orang Islam akan menurut."
"Tidak bisa Tuan. Agama melarang. Saya tidak bisa memerintahkan itu," jawab anak dari Raden Kaji Lurah Hasyim yang menjabat sebagai abdi dalem Lurah bidang keagamaan di Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono VIII itu.
Mendengar jawaban Ki Bagoes, Kolonel Tsuda menggebrak meja. Ki Bagoes pun terkejut. Dia mencoba tenang, lalu mengatakan,"Tuan menganut agama seperti saya, sekalipun berlainan. Tentu Tuan juga tidak mau melanggar ajaran agama Tuan. Seperti kami orang Islam tidak mau melanggar ajaran kami."
Percakapan berhenti di situ. Bahkan, keduanya minum teh bareng. Ki Bagoes pulang dan bersujud syukur karena Jepang tidak berhasil menaklukkan hatinya dan tidak pula berani memerintahkan kekerasan agar umat Islam melakukan seikerei.
Sumber: Bahan Pameran Tokoh "Ki Bagoes Hadikoesoemo" di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jalan Imam Bonjol, Jakarta dan Wikipedia.
(zik)