Demokrat Ingatkan Ancaman Gelombang Ketiga Covid-19 di Tahun 2022
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengingatkan risiko terjadinya penyebaran pandemi Covid-19 gelombang ketiga (third wave) yang akan mengancam kembali kehidupan, kesehatan, dan ekonomi tahun 2022 menjadi salah satu tantangan besar yang harus diperhatikan.
Hal tersebut disampaikan Ibas saat menjadi pemateri di acara Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Jawa Timur Business Forum, Sabtu (27/11/21). Seminar yang diselenggarakan di Universitas Islam Malang tersebut mengangkat topik “Recovery Ekonomi Pasca Pandemi”.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini menjadi pembicara di seminar sesi pertama dengan subtema “Arah dan Kebijakan Recovery Ekonomi Pasca Pandemi”. Ibas hadir secara virtual karena tengah menemani sang ayah, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sedang menjalani pengobatan kanker prostat di Amerika Serikat.
Pada seminar tersebut Ibas memaparkan pandangannya terkait “Pengendalian Pandemi Demi Pemulihan Ekonomi Indonesia”. Menurut Ibas, terdapat beberapa tantangan yang menghadang dalam upaya mengendalikan Pandemi Covid-19.
Pertama, Ibas mengingatkan risiko terjadinya penyebarkan pandemi gelombang ketiga akan mengancam kembali kehidupan, kesehatan, dan ekonomi Indonesia di tahun 2022. “Kita lihat negara di Eropa hari ini tengah alami badai tersebut. Sehingga jika kebijakan kita tidak antisipatif dan adaptif dengan cepat dan tepat, maka kurva penyebaran Covid-19 yang boleh dikatakan bisa ditekan saat ini, bisa kembali naik secara drastis,” ujarnya.
Selain itu, munculnya varian baru Covid-19 yang berasal dari Afrika Selatan, varian Omicron saat ini telah menjadi perhatian besar dunia. Beberapa negara bahkan sudah menutup pintu kedatangan bagi para pendatang dari Afrika atau negara-negara yang telah terinfeksi varian tersebut. Dengan adanya fakta ini, jangan sampai Indonesia mengalami keterlambatan pencegahan maupun penanganan seperti sebelumnya.
Kedua, faktor libur akhir tahun yang semakin dekat dapat kembali menimbulkan keramaian besar bagi masyarakat yang ingin berlibur atau berwisata. Apalagi jumlah perjalanan dan kunjungan daerah wisata bisa menjadi risiko penyebaran kembali Covid-19 jika tidak ditangani secara serius.
“Kemudian, keterlambatan distribusi vaksin tahap satu dan dua pun bisa menghambat pembentukan herd immunity serta kembali pulihnya kegiatan ekonomi Indonesia,” tambah Ibas.
Menurut Ibas, masih terasa dan terlihat kurangnya ketaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan juga dapat menjadikan risiko penularan di tempat umum seperti pusat perbelanjaan dan kegiatan ekonomi lainnya.
Terakhir, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI ini menyebutkan keterbatasan anggaran pemerintah berakibat pada kurang idealnya kebijakan pengendalian pandemi yang diterapkan sehingga krisis ini tidak dapat segera diselesaikan. “Apalagi terkesan negara tetap dual track dalam pembangunan infrastruktur dan program pemulihan ekonomi nasional, mengingat anggaran cukup terbatas.”
“Meskipun demikian, orang santun mengatakan tidak peduli seberapa lambat anda berjalan, selama anda tidak berhenti!” imbuh Ibas.
Oleh karena itu, pada pemaparan ini Ibas juga menyampaikan beberapa langkah dan solusi pengendalian pandemi yang dapat diterapkan untuk mempercepat penyelesaian krisis. Pertama, percepatan distribusi, alokasi, dan pelaksanaan vaksin secara universal. Hal tersebut penting bagi pemulihan kegiatan ekonomi dan vaksinasi untuk generasi muda (5-12 tahun), serta penting bagi akselerasi pemulihan sektor pendidikan Indonesia ke depan.
Kedua, penurunan biaya tes PCR (bagian dari testing dan tracing) akan dapat mendorong meningkatnya kinerja sektor transportasi dan pariwisata. Tentu sembari tetap mempertahankan protokol kesehatan Covid-19.
Ketiga, meningkatkan kontribusi gotong royong pihak swasta terhadap bidang kesehatan. “Dapat melalui pembayaran pajak yang notabene adalah salah satu sumber utama anggaran belanja pemerintah dan merupakan bagian penerimaan negara. Selain itu, melalui vaksinasi mandiri yang dilakukan pihak swasta untuk mengisi celah distribusi vaksin yang belum optimal,” papar Ibas.
Kemudian, pembukaan usaha baru atau peningkatan skala usaha di bidang kesehatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia juga diperlukan. Seperti pemenuhan kebutuhan akan alat kesehatan, obat-obatan, dan jasa kesehatan lainnya. Menurut Ibas program-program CSR juga sangat dibutuhkan dalam rangka kolaborasi pengendalian Covid-19.
Keempat, berkaitan dengan hal teknis kebersamaan dan kemandirian dalam tindakan pengendalian yang dilakukan swasta. Misalnya, tes rutin untuk pegawai, pesantren, dan lain sebagainya guna membantu pembentukan imunitas kelompok.
Terakhir, menurut Ibas kerja sama antar pihak juga perlu untuk ditingkatkan sebagai upaya pengendalian pandemi. “Penguatan dan perluasan kerja sama antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat dalam bersama mengendalikan pandemi dan memulihkan perekonomian Indonesia”.
“Kita harus ingat, keyakinan, keberanian, dan semangat yang teguh, sangat penting untuk bertahan dari masa-masa yang sulit,“ tutupnya.
Hal tersebut disampaikan Ibas saat menjadi pemateri di acara Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Jawa Timur Business Forum, Sabtu (27/11/21). Seminar yang diselenggarakan di Universitas Islam Malang tersebut mengangkat topik “Recovery Ekonomi Pasca Pandemi”.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini menjadi pembicara di seminar sesi pertama dengan subtema “Arah dan Kebijakan Recovery Ekonomi Pasca Pandemi”. Ibas hadir secara virtual karena tengah menemani sang ayah, Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sedang menjalani pengobatan kanker prostat di Amerika Serikat.
Pada seminar tersebut Ibas memaparkan pandangannya terkait “Pengendalian Pandemi Demi Pemulihan Ekonomi Indonesia”. Menurut Ibas, terdapat beberapa tantangan yang menghadang dalam upaya mengendalikan Pandemi Covid-19.
Pertama, Ibas mengingatkan risiko terjadinya penyebarkan pandemi gelombang ketiga akan mengancam kembali kehidupan, kesehatan, dan ekonomi Indonesia di tahun 2022. “Kita lihat negara di Eropa hari ini tengah alami badai tersebut. Sehingga jika kebijakan kita tidak antisipatif dan adaptif dengan cepat dan tepat, maka kurva penyebaran Covid-19 yang boleh dikatakan bisa ditekan saat ini, bisa kembali naik secara drastis,” ujarnya.
Selain itu, munculnya varian baru Covid-19 yang berasal dari Afrika Selatan, varian Omicron saat ini telah menjadi perhatian besar dunia. Beberapa negara bahkan sudah menutup pintu kedatangan bagi para pendatang dari Afrika atau negara-negara yang telah terinfeksi varian tersebut. Dengan adanya fakta ini, jangan sampai Indonesia mengalami keterlambatan pencegahan maupun penanganan seperti sebelumnya.
Kedua, faktor libur akhir tahun yang semakin dekat dapat kembali menimbulkan keramaian besar bagi masyarakat yang ingin berlibur atau berwisata. Apalagi jumlah perjalanan dan kunjungan daerah wisata bisa menjadi risiko penyebaran kembali Covid-19 jika tidak ditangani secara serius.
“Kemudian, keterlambatan distribusi vaksin tahap satu dan dua pun bisa menghambat pembentukan herd immunity serta kembali pulihnya kegiatan ekonomi Indonesia,” tambah Ibas.
Menurut Ibas, masih terasa dan terlihat kurangnya ketaatan masyarakat terhadap protokol kesehatan juga dapat menjadikan risiko penularan di tempat umum seperti pusat perbelanjaan dan kegiatan ekonomi lainnya.
Terakhir, Wakil Ketua Badan Anggaran DPR RI ini menyebutkan keterbatasan anggaran pemerintah berakibat pada kurang idealnya kebijakan pengendalian pandemi yang diterapkan sehingga krisis ini tidak dapat segera diselesaikan. “Apalagi terkesan negara tetap dual track dalam pembangunan infrastruktur dan program pemulihan ekonomi nasional, mengingat anggaran cukup terbatas.”
“Meskipun demikian, orang santun mengatakan tidak peduli seberapa lambat anda berjalan, selama anda tidak berhenti!” imbuh Ibas.
Oleh karena itu, pada pemaparan ini Ibas juga menyampaikan beberapa langkah dan solusi pengendalian pandemi yang dapat diterapkan untuk mempercepat penyelesaian krisis. Pertama, percepatan distribusi, alokasi, dan pelaksanaan vaksin secara universal. Hal tersebut penting bagi pemulihan kegiatan ekonomi dan vaksinasi untuk generasi muda (5-12 tahun), serta penting bagi akselerasi pemulihan sektor pendidikan Indonesia ke depan.
Kedua, penurunan biaya tes PCR (bagian dari testing dan tracing) akan dapat mendorong meningkatnya kinerja sektor transportasi dan pariwisata. Tentu sembari tetap mempertahankan protokol kesehatan Covid-19.
Ketiga, meningkatkan kontribusi gotong royong pihak swasta terhadap bidang kesehatan. “Dapat melalui pembayaran pajak yang notabene adalah salah satu sumber utama anggaran belanja pemerintah dan merupakan bagian penerimaan negara. Selain itu, melalui vaksinasi mandiri yang dilakukan pihak swasta untuk mengisi celah distribusi vaksin yang belum optimal,” papar Ibas.
Kemudian, pembukaan usaha baru atau peningkatan skala usaha di bidang kesehatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia juga diperlukan. Seperti pemenuhan kebutuhan akan alat kesehatan, obat-obatan, dan jasa kesehatan lainnya. Menurut Ibas program-program CSR juga sangat dibutuhkan dalam rangka kolaborasi pengendalian Covid-19.
Keempat, berkaitan dengan hal teknis kebersamaan dan kemandirian dalam tindakan pengendalian yang dilakukan swasta. Misalnya, tes rutin untuk pegawai, pesantren, dan lain sebagainya guna membantu pembentukan imunitas kelompok.
Terakhir, menurut Ibas kerja sama antar pihak juga perlu untuk ditingkatkan sebagai upaya pengendalian pandemi. “Penguatan dan perluasan kerja sama antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat dalam bersama mengendalikan pandemi dan memulihkan perekonomian Indonesia”.
“Kita harus ingat, keyakinan, keberanian, dan semangat yang teguh, sangat penting untuk bertahan dari masa-masa yang sulit,“ tutupnya.
(kri)