Tingkatkan Kapasitas Faskes untuk Antisipasi Puncak Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 masih sulit diprediksi kapan akan berakhir. Harus dilakukan segala upaya untuk mencegah dan antisipasi membeludaknya orang positif Covid-19 yang membutuhkan layanan kesehatan.
Kapusdatin dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan, pihaknya sudah bergerak menangani pandemi Covid-19 itu saat memulangkan warga negara Indonesia (WNI) di Hubei, China, pada akhir Januari lalu.
"Kami mendukung dari sisi pendanaan untuk menjemput WNI dan anak buah kapal. BNPB main dibelakang membantu pendanaan," tutur Agus dalam diskusi daring Satu Asa Lawan Covid-19 di Jakarta, Rabu (22/4/2020).
Semakin ke sini peran BNPB semakin vital dalam koordinasi dan penanganan pandemi Covid-19. Apalagi, Kepala BNPB Doni Monardo ditetapkan sebagai Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Gugus Tugas, katanya, sekarang mengerahkan segala daya, seperti mengaktifkan banyak lab untuk pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) dan mendatangkan alat kesehatan.
Agus memaparkan pihaknya menggalang relawan dari semua daerah. Sekarang, jumlahnya sudah mencapai 26.000 orang. Rinciannya, 5.000 orang tenaga medis dan 21.000 nonmedis. Gugus Tugas tengah berusaha meningkatkan kapasitas pemeriksaan lab PCR hingga 10.000-25.000 per hari. "Kami mendatangkan reagen dari Korsel dan Tiongkok untuk memenuhi itu," tuturnya.
Pendekatan yang dilakukan dalam penanganan Covid-19 ini adalah mengusahakan yang sehat tetap sehat, yang kurang sehat jadi sehat, dan yang sakit menjadi sembuh. Layar pertama pencegahan ada di masyarakat. Mereka diminta tetap di rumah, menjaga stamina dan berolahraga agar tidak terpapar Covid-19.
"Ini arahnya ke telemedicine, isolasi mandiri. Yang sakit sedang masuk RS darurat, dan berat ke RS rujukan,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan perlu mempersiapkan rumah sakit sebagai antisipasi beban puncak pandemi. Beberapa ahli ada yang memprediksi puncaknya akan terjadi dalam dua minggu ke depan dan menukik tajam setelah itu. Di sisi lain, ada yang memprediksi kenaikannya perlahan. Ini butuh waktu penanganan yang agak panjang. ( ).
Kedua opsi itu membutuhkan ruang perawatan dan tenaga medis yang mencukupi, serta tes PCR yang cepat. Dari banyak prediksi jumlah orang yang akan terpapar Covid-19 itu mencapai 100.000. Amin mengungkapkan, saat ini orang yang positif dan dirawat di rumah sakit (RS) sekitar 80 persen.
Tentu RS dan tenaga medis akan kewalahan apabila puncaknya mencapai 100.000 orang. Jika diasumsikan yang membutuhkan pelayanan medis 80 persen, harus ada 80.000 bed di RS.
"Itu akan sangat mempengaruhi kesembuhan dan kebutuhan tenaga medis karena jumlah pasien melebihi kapasitas fasilitas kesehatan. Kita pernah lihat foto-foto (di luar negeri) ada orang-orang tergeletak di RS begitu banyak. Kita tidak ingin seperti itu."
Kapusdatin dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan, pihaknya sudah bergerak menangani pandemi Covid-19 itu saat memulangkan warga negara Indonesia (WNI) di Hubei, China, pada akhir Januari lalu.
"Kami mendukung dari sisi pendanaan untuk menjemput WNI dan anak buah kapal. BNPB main dibelakang membantu pendanaan," tutur Agus dalam diskusi daring Satu Asa Lawan Covid-19 di Jakarta, Rabu (22/4/2020).
Semakin ke sini peran BNPB semakin vital dalam koordinasi dan penanganan pandemi Covid-19. Apalagi, Kepala BNPB Doni Monardo ditetapkan sebagai Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Gugus Tugas, katanya, sekarang mengerahkan segala daya, seperti mengaktifkan banyak lab untuk pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) dan mendatangkan alat kesehatan.
Agus memaparkan pihaknya menggalang relawan dari semua daerah. Sekarang, jumlahnya sudah mencapai 26.000 orang. Rinciannya, 5.000 orang tenaga medis dan 21.000 nonmedis. Gugus Tugas tengah berusaha meningkatkan kapasitas pemeriksaan lab PCR hingga 10.000-25.000 per hari. "Kami mendatangkan reagen dari Korsel dan Tiongkok untuk memenuhi itu," tuturnya.
Pendekatan yang dilakukan dalam penanganan Covid-19 ini adalah mengusahakan yang sehat tetap sehat, yang kurang sehat jadi sehat, dan yang sakit menjadi sembuh. Layar pertama pencegahan ada di masyarakat. Mereka diminta tetap di rumah, menjaga stamina dan berolahraga agar tidak terpapar Covid-19.
"Ini arahnya ke telemedicine, isolasi mandiri. Yang sakit sedang masuk RS darurat, dan berat ke RS rujukan,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan perlu mempersiapkan rumah sakit sebagai antisipasi beban puncak pandemi. Beberapa ahli ada yang memprediksi puncaknya akan terjadi dalam dua minggu ke depan dan menukik tajam setelah itu. Di sisi lain, ada yang memprediksi kenaikannya perlahan. Ini butuh waktu penanganan yang agak panjang. ( ).
Kedua opsi itu membutuhkan ruang perawatan dan tenaga medis yang mencukupi, serta tes PCR yang cepat. Dari banyak prediksi jumlah orang yang akan terpapar Covid-19 itu mencapai 100.000. Amin mengungkapkan, saat ini orang yang positif dan dirawat di rumah sakit (RS) sekitar 80 persen.
Tentu RS dan tenaga medis akan kewalahan apabila puncaknya mencapai 100.000 orang. Jika diasumsikan yang membutuhkan pelayanan medis 80 persen, harus ada 80.000 bed di RS.
"Itu akan sangat mempengaruhi kesembuhan dan kebutuhan tenaga medis karena jumlah pasien melebihi kapasitas fasilitas kesehatan. Kita pernah lihat foto-foto (di luar negeri) ada orang-orang tergeletak di RS begitu banyak. Kita tidak ingin seperti itu."
(zik)