Perjalanan Berliku Jenderal Soedirman, dari Guru hingga Panglima Besar

Kamis, 25 November 2021 - 13:54 WIB
loading...
A A A
Perjalanan Berliku Jenderal Soedirman, dari Guru hingga Panglima Besar

Jenderal Soedirman sedang melaksanakan salat Idul Fitri di Lapangan Ikada pada November 1946. FOTO/ANRI


Melansir berbagai sumber, hal inilah yang menyebabkan permusuhan antara Jenderal Soedirman dan Jenderal Spoor. Agresi Militer II yang terjadi pada 19 Desember 1948 adalah aksi yang dirancang oleh Jenderal Spoor sebagai tindak lanjut dari Perjanjian Linggarjati. Agresi ini merupakan perwujudan dari Operasi Kraai yang dirancang sejak Oktober 1948 untuk menggulingkan pemerintahan RI dan angkatan perangnya. Keberhasilan operasi ini akan berdampak besar bagi pihak Belanda.

Namun, pertemuan 15 menit antara Soekarno dan Jenderal Soedirman di Istana Negara memberikan dorongan kuat untuk tentara RI. Sebelum meninggalkan Istana Negara, Panglima Besar Soedirman menuliskan Perintah Kilat No 1 pukul 08.00 WIB. Secara garis besar, surat ini berisi perintah untuk melakukan perang gerilya. Surat perintah tersebut kemudian diteruskan ke RRI Yogyakarta melalui telepon dan disiarkan secepat mungkin. Hasilnya, meskipun Yogyakarta berhasil dikuasai Belanda, Presiden dan Wakilnya berhasil ditangkap, Jenderal Soedirman berhasil lolos dari cengkeraman Belanda dan memulai perang gerilya selama hampir 7 bulan.

Berita mengenai Belanda yang melakukan serangan militer mulai terkuak dan membuat tentara Indonesia menerima pengakuan yang lebih besar di mata dunia.

4. Penunjuk Jalan Jenderal Soedirman
Sepak terjang Jenderal Soedirman dalam melaksanakan rencana perang gerilya di masa Agresi Militer II Belanda tidak lepas dari bantuan masyarakat sekitar. Selain menyediakan tempat untuk singgah dan makanan, penduduk di tiap daerah yang dilalui rombongan Jenderal Soedirman dan tentaranya tersebut tidak segan memikul tenda hingga menunjukkan jalan.

Melansir berbagai sumber, pada 24 Januari 1949, salah satu pengawal Soedirman, Kapten Tjokropranolo, memutuskan untuk melakukan perjalanan dari Desa Jambu menuju Warungbung. Warga desa menyarankan pasukan untuk segera berangkat begitu pagi menyingsing, karena ada markas Belanda sejauh 1,5 kilometer dari tempat mereka berhenti.

Perjalanan Berliku Jenderal Soedirman, dari Guru hingga Panglima Besar


Jenazah Jenderal Soedirman saat disemayamkan di rumah duka Magelang pada 29 Januari 1950. Tampak para pelayat dan beberapa pengawal berada di sekeliling jenazah beliau. FOTO/ANRI


Pada 26 Januari 1949, mereka berhasil melewati rintangan tersebut dan kembali mencari penunjuk jalan dari Ponorogo ke Trenggalek. Oleh penduduk setempat, mereka diperkenalkan oleh seorang penunjuk jalan dengan panggilan Putih.

Mulanya, pasukan tentara merasa curiga karena Putih memiliki perawakan kecil dan terlihat berperangai lembut. Namun, ternyata hanya si Putihlah yang berani mengantar pasukan tentara tersebut menuju tujuan mereka. Padahal saat itu lokasi mereka sudah sangat dekat dengan pasukan Belanda. Setelah beberapa hari menjadi penunjuk jalan, Tjokropranolo baru mengetahui bahwa Putih sebenarnya adalah seorang waria. Hal ini sedikit banyak melegakan perasaannya yang sejak awal merasa curiga karena si Putih selalu terlihat seperti menyembunyikan sesuatu. Pasukan Jenderal Soedirman akhirnya dapat sampai ke tempat tujuan dengan selamat berkat panduan Putih.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1418 seconds (0.1#10.140)