Pemerintah Larang Cuti di Akhir Tahun, Epidemiolog: Harus Dibarengi Manajemen Risiko
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menetapkan larangan cuti bagi ASN, TNI/Polri, pegawai BUMN, hingga swasta selama libur akhir tahun. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 saat libur Natal dan Tahun Baru 2022 ( Nataru ).
Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menilai langkah pemerintah tersebut tepat. Namun hal tersebut harus dibarengi dengan manajemen risiko.
“Dengan adanya larangan cuti bagi ASN dan TNI Polri hingga swasta tentu akan menambah efektivitas (cegah penularan). Sebagai langkah mitigasi sudah benar dan tepat. Dan tentu hal ini harus dibarengi dengan strategi komunikasi risiko dan manajemen risiko dan literasi,” katanya, Senin (22/11/2021).
Menurutnya, manajemen risiko ini perlu dilakukan dengan meningkatkan literasi. Hal ini agar masyarakat memahami bahwa saat Nataru diperlukan kewaspadaan.
Dia mengatakan tanpa adanya literasi tersebut masyarakat bisa saja mengambil libur sebelum dan setelah Nataru. “Karena bicara libur, nah kalau sebelumnya sudah pada libur. Sebelumnya pada pergi kan tanpa memperhitungkan aspek-aspek mitigasi risiko kan sama akhirnya. Atau pasca natarunya (libur),” ungkapnya.
Selain itu juga efektivitas larangan ini juga bergantung pada manajemen risiko di pemerintah daerah. “Mereka enggak pergi tapi kan umumnya melakukan aktivitas rekreasi atau apa pun lah. Nah ini harus diberi opsi yang aman,” imbuhnya.
Dia menilai pemda bisa membuat daftar lokasi rekreasi yang aman dan sifatnya outdoor dengan protokol yang kuat. ”Sehingga masyarakat punya pilihan saya bisa ke sini dan tidak perlu jauh juga. Pemda juga bikin mana yang enggak aman,” pungkasnya.
Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman menilai langkah pemerintah tersebut tepat. Namun hal tersebut harus dibarengi dengan manajemen risiko.
“Dengan adanya larangan cuti bagi ASN dan TNI Polri hingga swasta tentu akan menambah efektivitas (cegah penularan). Sebagai langkah mitigasi sudah benar dan tepat. Dan tentu hal ini harus dibarengi dengan strategi komunikasi risiko dan manajemen risiko dan literasi,” katanya, Senin (22/11/2021).
Menurutnya, manajemen risiko ini perlu dilakukan dengan meningkatkan literasi. Hal ini agar masyarakat memahami bahwa saat Nataru diperlukan kewaspadaan.
Dia mengatakan tanpa adanya literasi tersebut masyarakat bisa saja mengambil libur sebelum dan setelah Nataru. “Karena bicara libur, nah kalau sebelumnya sudah pada libur. Sebelumnya pada pergi kan tanpa memperhitungkan aspek-aspek mitigasi risiko kan sama akhirnya. Atau pasca natarunya (libur),” ungkapnya.
Selain itu juga efektivitas larangan ini juga bergantung pada manajemen risiko di pemerintah daerah. “Mereka enggak pergi tapi kan umumnya melakukan aktivitas rekreasi atau apa pun lah. Nah ini harus diberi opsi yang aman,” imbuhnya.
Dia menilai pemda bisa membuat daftar lokasi rekreasi yang aman dan sifatnya outdoor dengan protokol yang kuat. ”Sehingga masyarakat punya pilihan saya bisa ke sini dan tidak perlu jauh juga. Pemda juga bikin mana yang enggak aman,” pungkasnya.
(rca)