Gunakan Paramater Perang, Perpres TNI Sulit Mengungkap Jaringan Teroris
loading...
A
A
A
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam yang juga menjadi narasumber dalam diskusi ini menambahkan, dinamika ingin terlibatnya TNI dalam pemberantasan terorisme sebenarnya sejak lama. Bahkan menurutnya, rancangan perpres yang telah diserahkan ke DPR sejak awal Mei 2020 ternyata drafnya sama dengan yang sebelumnya diajukan beberapa tahun lalu. Dia menyarankan DPR dalam pertimbangannya untuk menolak perpres tersebut. Sementara Presiden diingatkan untuk mendengarkan suara rakyat yang meminta pencabutan rancangan perpres tersebut. (Baca juga: Jokowi Diminta Tak Tandatangani Perpres Pelibatan TNI Atasi Terorisme)
Choirul mewanti-wanti, tanpa adanya kontrol dari parlemen, maka presiden sebagai panglima tertinggi dapat ikut terseret bila militer melakukan pelanggaran HAM dalam penanganan terorisme. “Komnas HAM dapat memanggil Presiden untuk BAP bila ada pelanggaran HAM dilakukan oleh TNI,” ucap Choirul.
Lebih jauh Choirul berpendapat, perpres akan menyeret kembalinya Orde Baru, bahkan mungkin lebih parah karena ketersediaan alat. “Polisi sendiri ketika melakukan penyadapan harus seizin pengadilan. Di perpres ini sendiri tidak ada, enggak ada kontrol apapun. Itu sangat berbahaya,” imbuhnya.
Selain Ali Safa'at dan Choirul Anam, sosok lain yang turut menjadi narasumber dalam diskusi virtual ini adalah Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia/ (PBHI) Julius Ibrani.
Choirul mewanti-wanti, tanpa adanya kontrol dari parlemen, maka presiden sebagai panglima tertinggi dapat ikut terseret bila militer melakukan pelanggaran HAM dalam penanganan terorisme. “Komnas HAM dapat memanggil Presiden untuk BAP bila ada pelanggaran HAM dilakukan oleh TNI,” ucap Choirul.
Lebih jauh Choirul berpendapat, perpres akan menyeret kembalinya Orde Baru, bahkan mungkin lebih parah karena ketersediaan alat. “Polisi sendiri ketika melakukan penyadapan harus seizin pengadilan. Di perpres ini sendiri tidak ada, enggak ada kontrol apapun. Itu sangat berbahaya,” imbuhnya.
Selain Ali Safa'at dan Choirul Anam, sosok lain yang turut menjadi narasumber dalam diskusi virtual ini adalah Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia/ (PBHI) Julius Ibrani.
(cip)