Keberhasilan Ziggy Mengusik Ketenangan Pembaca

Sabtu, 13 November 2021 - 05:06 WIB
loading...
Keberhasilan Ziggy Mengusik Ketenangan Pembaca
Keberhasilan Ziggy Mengusik Ketenangan Pembaca
A A A
Khoimatun Nikmah
Penulis Lepas, Alumnus Universitas Semarang.

Novel dan sastra adalah hutan penuh segala kemungkinan. Bila seorang bertungkus-lumus menyusuri setiap kemungkinan sastra, maka kita akan menemukan banyak sekali kemungkinan dan hal-hal yang belum tergali oleh sastra itu sendiri.

baca juga: 6 Novel tentang Zodiak, dari Misteri hingga Fiksi Ilmiah

Ketika buku, Interior Chinatown terbit, seketika kita terkagum-kagum keberanian Charles Yu untuk memadukan skrip film dengan novel itu sendiri. Milkman karya Anna Burn pun pernah dielu-elukan sebagai keberanian baru dalam sastra. Atau suatu kali kita pernah menganggap gaya-gaya Danarto atau gaya eksperimental Iwan Simatupang sebagai gelombang baru dalam sastra Indonesia. Benar, tetapi apakah masih diperlukan pelabelan demikian untuk penulis generasi internet masa sekarang? Ketika zaman membuka diri begitu lebar dan kemungkinan terhampar begitu nyata.

Di satu sisi, kita gegap dan merayakannya dengan penuh kegembiraan. Bahwa sastra memiliki laju positif ke arah baik. Namun tidak bisa dimungkiri, kalau dengan pelabelan ‘pendobrak’ atau sejenis jusru membuat sastra memiliki jarak dan tekanan tersendiri kepada pembaca. Akibatnya hampir tidak ada di generasi milenial sekarang yang merasa penting untuk melabeli diri dan karyanya sebagai pendobrak dalam sastra. Sebab apa? Mereka tidak ingin menempatkan karya dan dirinya jauh dari pembaca, sehingga pembaca butuh mendaki beberapa anak tangga untuk memahami karya mereka. Sastrawan-sastrawan muda lebih suka mengungkapkan ini sebagai eksperimental tanpa harus mendobrak atau nyeleneh.

Satu karya yang baru-baru ini mencuri perhatian dengan keberanian dan bentuk ceritanya adalah karya punya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie, Kita Pergi Hari Ini atau Tempat-Tempat Indah dalam Mimpi-Mimpi Anak-Anak Baik-Baik. Ziggy jelas bukan termasuk pemain lama sehingga dia merasa perlu melabeli sebagai karya pendobrak. Tidak. Dia hadir sebagai pencerita ulung, yang memainkan sisi-sisi yang belum banyak dikerjakan oleh penulis lain.

baca juga: Anies Beberkan Kunci Jakarta Terpilih sebagai Kota Sastra Dunia

Novel tidak lebih dari 200 halaman ini, bercerita tentang interaksi lima bocah—Mi, Ma, Mo, Fifi, dan Fufu—dengan Nona Gigi pengasuh sementara mereka yang berwujud Kucing Luar Biasa dengan celemek. Tampak lucu. Namun, bukan berarti sepanjang novel kita tidak akan tergganggu oleh cerita dan cara Ziggy bercerita. Dia melakukan pendekatan pada kenyataan yang sedikit ‘mengusik’ ketenangan pembaca umumnya.

Pertama yang mencolok adalah keberadaan judul alternatif. Jelas ini hal baru dan berbeda dari novel Indonesia kebanyakan. Ini bukan subjudul, melainkan benar-benar judul alternatif. Ziggy dalam kesempatan soft-launching di Ubud Writers and Readers Festival (UWRF), Oktober lalu, menyingung alasan di balik penggunaan judul alternatif. Bahwa judul alternatif ini terinspirasi dari beberapa novel perempuan tahun 1920-an yang kerap kali menggunakan judul alternatif.

Selanjutnya adalah catatan kaki. Ziggy dalam novel ini menggunakan banyak sekali catatan kaki fiktif yang bukan bermaksud menjelaskan sebagaimana fungsi catatan kaki, melainkan membuatnya sebagai cerita sendiri. Sebab buku, jurnal, artikel, penulis, penerbit yang disebut dalam catatan kaki adalah fiktif. Sebuah totalitas memasukkan semua elemen dalam buku sebagai bagian dari rimba fiksi yang dibangun Ziggy. Selain bisa dinikmati, catatan-catatan kaki ini juga bisa dicermati sebagai keisengan yang menyenangkan dari Ziggy.

baca juga: Resensi Buku Lagi Probation: Menikmati Susahnya Mencari Kerja

Ziggy dalam novel ini juga bertutur dengan tidak biasa. Banyak sekali kalimat yang disengaja menggunakan homonim yang menghentak pembaca. Misalkan ketika diceritakan berkunjung ke rumah tetangga, maka anak-anak harus memberi salam. Salam yang muncul dalam logika orang kebanyakan adalah ucapan salam (greetings) ketika bersua pertama kali. Bagi Ziggy, tidak. Salam di sini adalah daun salam (Eugenia polyantha).

Tapi Ma tahu, karena dia adalah anak perempuan yang tahu banyak hal. Maka, dia keluarkan bungkusan plastik berisi Salam kering, dan berkata, “Halo.” (hal. 50) Frasa-frasa aneh seperti ini, akan kita temukan dalam sekujur tubuh novel. Bukan hal yang perlu dicela, tetapi menghadirkan gangguan yang tidak biasa kepada pembaca yang suka kenyamaan dalam membaca novel. Belum lagi menelisik kisah dan pesan-pesan tersembunyi dalam novel ini. Ziggy dengan nada anak-anak dan guyonannya, sedang mengkritik banyak hal yang terlalu nyaman dalam sistem sosial kita.

baca juga: Punya Taman Literasi, Anies: Jadikan Jakarta Kota Buku Dunia

Ziggy mengetengahkan bagaimana image normal dari anak laki-laki yang harus keren, dan anak perempuan haruslah manis, lembut. Tidak! Ziggy dalam novel ini ingin mendobrak stigma umum ini. Ya, Fufu anak laki-laki yang manis. Dan Fifi anak perempuan yang keren. Melepas stigma ini saja sudah suatu yang mendasar untuk pendidikan gender sedari dini. Belum lagi bagaimana keberadaan hewan manis kucing, bernama Nona Gigi dan bala-balanya di Kota Terapung Kucing Luar Biasa. Mereka diam-diam melawan domestikasi manusia dan menganggap musuh terbesar kucing adalah manusia.

Soal interaksi manusia dan kucing dalam novel ini pun sejatinya cukup menganggu. Digambarkan pembalasan dendam kucing kepada manusia adalah dengan mengolah tubuh, daging, tulang, kulit anak-anak. Menyeramkan memang. Tapi demikianlah cara Ziggy mengusik kenyamanan membaca kita. Dia hadir dengan sisi-sisi ekstrem yang selama ini muncul dalam stigma umum dalam wujud sebaliknya.

baca juga: Mengenang Tokoh dan Buku

Meskipun novel ini tampak gemas, unik, bertokoh anak-anak lengkap dengan ilustrasi. Jangan terburu-buru mendakwa novel ini cocok untuk kategori sastra anak. Ziggy memang konsen dengan dunia yang diceritakan oleh anak-anak, sebagaimana novel Di Tanah Lada yang menjadi salah satu pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta. Namun, perkara-perkara yang diketengahkan bukanlah hal yang enak dikonsumsi oleh anak-anak. Humor-humor sinikal, sesekali gelap, sedikit adegan visual mengganggu. Semuanya diramu dalam novel yang cukup pendek dengan keberhasilan mengusik yang harus diacungi jempol.

Ziggy tidak main-main untuk menghadirkan dunia dalam kepala anak-anak, sekaligus keseriusan mendobrak tatatan kalimat dalam kebanyakan novel. Tanpa perlu menunggu pelabelan pendobrak atau generasi baru, Ziggy telah lebih dulu membuktikannya. Berani menguji? Silakan dibaca. Pada halaman berapa ketenangan membaca kalian terusik? Saya, jujur diakui, sejak halaman sampul dan pilihan alternatif judul.

Judul : Kita Pergi Hari Ini: Atau Tempat-Tempat Indah Dalam Mimpi-Mimpi Anak-Anak Baik-Baik

Penulis : Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 192 halaman

Cetakan : Pertama, November 2021

ISBN : 978-602-06-5747-9
(hdr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2010 seconds (0.1#10.140)