Mengenang Tokoh dan Buku
loading...
A
A
A
Adib Baroya Al Fahmi
Mahasiswa UIN Raden Mas Said Solo, Jamaah Sinau Sabtu Siang
Bandung Mawardi (BM) mengenang buku dan tokoh berusia seabad. Sekian tokoh dan buku tak diinginkan berlalu. Penghormatan dengan esai-esai yang secara informatif mengenalkan ulang, memberi apresiasi, juga ralat-ralat. Kita tahu, BM rajin membikin peringatan-peringatan. Kerja dilakukan bermisi memuliakan sejarah dan persembahan masa silam.
baca juga: Resensi Buku Lagi Probation: Menikmati Susahnya Mencari Kerja
Pembuktian berupa buku berjudul Titik Membara: Kumpulan Esai Seabad Tokoh dan Buku. Melalui buku ini, BM menghadirkan tokoh-tokoh yang menderas di arus seni, pers, budaya, pendidikan-pengajaran, sampai politik. Pusparagam tema membuat kita beranjak dari tokoh ke tokoh, demikian latar biografis yang membentuk masa kanak dan perspektif hidupnya, juga warisan agung yang pantas kita kenang-rawat. Kita pun diajak berkelana.
Untuk tokoh, BM mengisahkan kritikus sastra HB Jassin, komikus RA Kosasih, penggubah naskah drama Utuy Tatang Sontani, sosiolog Selo Soemardjan, komponis Ismail Marzuki, sampai leksikograf Hassan Shadily. Sekian tokoh kembali terkabarkan dan terkenang di abad 21. Mereka bergerak membentuk sejarah Indonesia, dari bergam sisi dan dimensi. Kita masih layak memberi pemuliaan meski jarak lebar terbentang, dan tinggalan-tinggalan mungkin telah mendekam di album sejarah atau malah berserakan tak terekam.
Penghormatan atas sosok-sosok turut membentuk sejarah Indonesia itu, sedikit-banyak membantu mengembalikan ingatan kita dan memercikan renungan atas pengabdian, pengorbanan, dan kesungguhan. Ini mencandrakan masih ada yang bisa dipetik dari suatu waktu yang, jauh di belakang. Anutan berpekerti dan etos hidup pun lamat-lamat tersurat. Khazanah dari masa lalu yang kaya itu masih perlu didaratkan-diobrolkan. Anggap saja BM membawa nampan berisi secangkir sejarah yang siap diteguk-disantap sidang pembaca.
baca juga: Apresiasi Sastra, PBSI UIN Jakarta Gelar Ziarah dan Persembahan untuk WS Rendra
Meski berisi esai-esai berkiblat masa lalu, dan seakan BM sendiri memanggul misi kronik, ia tak lupa menyenggol isu-isu mutakhir yang layak disimak. Kisah bersejarah bisa jadi acuan membenahi sengkarut masa sekarang. Tentu, bila tekun menilik dan mau. Nada-nada seperti ini akan terasa di beberapa esai BM.
Sekian esai dalam buku ini memiliki panjang-pendek yang tak menentu. Ada yang panjang, demikian pula ada yang pendek. BM berusaha mengajukan pelbagai referensi, dari buku atau terbitan berkala umpama majalah. “Dua ciri yang gampang diingat dari esai-esainya ialah pandangannya yang terkesan sinis dan referensinya yang melimpah,” begitu pengantar penerbit.
baca juga: Mengenang Amir Hamzah, Tokoh Pujangga Baru yang Ditangkap dan Dihabisi Pasukan Pesindo
Mahasiswa UIN Raden Mas Said Solo, Jamaah Sinau Sabtu Siang
Bandung Mawardi (BM) mengenang buku dan tokoh berusia seabad. Sekian tokoh dan buku tak diinginkan berlalu. Penghormatan dengan esai-esai yang secara informatif mengenalkan ulang, memberi apresiasi, juga ralat-ralat. Kita tahu, BM rajin membikin peringatan-peringatan. Kerja dilakukan bermisi memuliakan sejarah dan persembahan masa silam.
baca juga: Resensi Buku Lagi Probation: Menikmati Susahnya Mencari Kerja
Pembuktian berupa buku berjudul Titik Membara: Kumpulan Esai Seabad Tokoh dan Buku. Melalui buku ini, BM menghadirkan tokoh-tokoh yang menderas di arus seni, pers, budaya, pendidikan-pengajaran, sampai politik. Pusparagam tema membuat kita beranjak dari tokoh ke tokoh, demikian latar biografis yang membentuk masa kanak dan perspektif hidupnya, juga warisan agung yang pantas kita kenang-rawat. Kita pun diajak berkelana.
Untuk tokoh, BM mengisahkan kritikus sastra HB Jassin, komikus RA Kosasih, penggubah naskah drama Utuy Tatang Sontani, sosiolog Selo Soemardjan, komponis Ismail Marzuki, sampai leksikograf Hassan Shadily. Sekian tokoh kembali terkabarkan dan terkenang di abad 21. Mereka bergerak membentuk sejarah Indonesia, dari bergam sisi dan dimensi. Kita masih layak memberi pemuliaan meski jarak lebar terbentang, dan tinggalan-tinggalan mungkin telah mendekam di album sejarah atau malah berserakan tak terekam.
Penghormatan atas sosok-sosok turut membentuk sejarah Indonesia itu, sedikit-banyak membantu mengembalikan ingatan kita dan memercikan renungan atas pengabdian, pengorbanan, dan kesungguhan. Ini mencandrakan masih ada yang bisa dipetik dari suatu waktu yang, jauh di belakang. Anutan berpekerti dan etos hidup pun lamat-lamat tersurat. Khazanah dari masa lalu yang kaya itu masih perlu didaratkan-diobrolkan. Anggap saja BM membawa nampan berisi secangkir sejarah yang siap diteguk-disantap sidang pembaca.
baca juga: Apresiasi Sastra, PBSI UIN Jakarta Gelar Ziarah dan Persembahan untuk WS Rendra
Meski berisi esai-esai berkiblat masa lalu, dan seakan BM sendiri memanggul misi kronik, ia tak lupa menyenggol isu-isu mutakhir yang layak disimak. Kisah bersejarah bisa jadi acuan membenahi sengkarut masa sekarang. Tentu, bila tekun menilik dan mau. Nada-nada seperti ini akan terasa di beberapa esai BM.
Sekian esai dalam buku ini memiliki panjang-pendek yang tak menentu. Ada yang panjang, demikian pula ada yang pendek. BM berusaha mengajukan pelbagai referensi, dari buku atau terbitan berkala umpama majalah. “Dua ciri yang gampang diingat dari esai-esainya ialah pandangannya yang terkesan sinis dan referensinya yang melimpah,” begitu pengantar penerbit.
baca juga: Mengenang Amir Hamzah, Tokoh Pujangga Baru yang Ditangkap dan Dihabisi Pasukan Pesindo