Perludem Desak KPU Tunda Pilkada 2020 atas Persetujuan Pemerintah dan DPR

Jum'at, 05 Juni 2020 - 11:02 WIB
loading...
Perludem Desak KPU Tunda Pilkada 2020 atas Persetujuan Pemerintah dan DPR
Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) kembali mendesak agar Pilkada Serentak 2020 yang akan digelar pada Desember mendatang ditunda. Perlu persetujuan dari pemerintah dan DPR terkait hal ini.

Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menyatakan, berdasarkan kesimpulan rapat antara Komisi II DPR, Pemerintah, dan penyelenggara pemilu pada Rabu, 3 Juni 2020 mengungkap fakta penting yakni anggaran untuk biaya pelaksanaan Pilkada 2020 dengan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19 belum juga ada.

"Sementara itu, pada kesempatan rapat tersebut KPU mengajukan usulan tambahan anggaran pilkada 2020 sampai dengan sebesar 5 triuliun (pagu atas)," ungkap Fadli kepada SINDOnews, Jumat (5/6/2020).

Menurut Fadli, RDP tiga pihak tersebut selanjutnya menghasilkan tiga kesepakatan. Pertama, sehubungan dengan pilkada dengan protokol Coronavirus disease 2019 (Covid-19), diperlukan diperlukan penyesuaian kebutuhan barang dan atau anggaran, serta penetapan jumlah pemilih per tempat pemungutan suara (TPS) maksimal 500 orang. ( ).

Kedua, lanjut dia, terkait penyesuaian kebutuhan tambahan barang dan atau anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, disetujui dapat dipenuhi juga melalui sumber APBN, dengan memerhatikan kemampuan APBD di daerah masing-masing. Terkait hal ini, akan segera diadakan rapat kerja gabungan antara Mendagri, Menteri Keuangan, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan penyelenggara pemilu.

"Ketiga, agar terjadi efisiensi dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, Komisi II DPR RI meminta penyelenggara pemilu untuk melakukan restrukturisasi anggaran yang dialokasikan untuk setiap tahapan pilkada. Restrukturisasi anggaran tersebut mesti diserahkan kepada Komisi II DPR RI dan Kemendagri sebelum rapat kerja gabungan diadakan," papar dia.

Selain itu, kata Fadli, kesimpulan rapat juga menggambarkan secara terbuka bahwa anggaran tambahan untuk pengadaan alat kesehatan bagi penyelenggara pemilu masih akan dibicarakan kembali dengan menteri keuangan. Menurut dia, kondisi ini tentu saja mengherankan. Jika melacak keyakinan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu untuk segera memulai kembali tahapan pilkada, ternyata berbanding terbalik dengan realitas yang dihadapi langsung oleh para pemangku kepentingan kepemiluan ini.

"Misalnya saja, bagaimana mungkin anggaran pengadaan alat protokol kesehatan dan biaya tambahan untuk penyelenggaraan pilkada sebagai konsekuensi dari penambahan TPS masih belum dapat dipastikan, sementara tahapannya akan dimulai pada 15 Juni 2020. Jika dihitung mundur dari hari ini, pilkada akan dimulai dalam 11 hari ke depan," tuturnya.

Pertanyaan penting lagi, katanya, apakah cukup waktu untuk mengadakan alat protokol kesehatan dan pelindung diri dalam jumlah banyak dalam waktu 11 hari, sementara tahapan pilkada tidak mungkin dilaksanakan tanpa alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu. Termasuk juga usulan yang disampaikan oleh Komisi II DPR, bahwa alat pelindung diri bagi penyelenggara pemilu langsung diberikan dalam bentuk barang. Sehingga, tidak perlu mekanisme tahapan pengadaan sendiri.

Pertanyaan lanjutannya lagi, sambung dia, apakah sudah tersedia alat pelindung diri dalam bentuk barang langsung yang akan diserahkan ke penyelenggara tersebut? Menurutnya, pertanyaan-pertanyaan ini yang penting untuk dijawab secara komprehensif oleh DPR, Pemerintah, dan penyelenggara pemilu.

Menurut dia, jawaban atas pertanyaan tersebut juga nanti yang akan mengonfirmasi, bahwa persiapan melanjutkan tahapan Pilkada 2020 tidak bisa hanya bermodalkan semangat, tekad, dan keyakinan. "Berdasarkan uraian diatas, kami mendesak agar KPU memutuskan kembali untuk menunda Pilkada 2020 dengan persetujuan DPR dan Pemerintah. Kondisi pandemi yang belum juga mereda, serta persiapan kelanjutan pilkada di tengah pandemi yang masih jauh dari matang, hanya akan menimbulkan masalah besar di kemudian hari," pungkasnya.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3223 seconds (0.1#10.140)