Pemblokiran Internet Berpengaruh pada Banyak Sektor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembatasan akses internet harus dilakukan dengan parameter yang terukur. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menyatakan dampaknya ke banyak sektor, seperti ekonomi dan pendidikan.
Pada tahun 2019, pemerintah dua kali melakukan pembatasan akses internet, yakni saat kerusuhan di Bawaslu pada 22 Mei dan Papua pada Agustus. Atas tindakan itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Safenet menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Komunikasi dan Informatika (menkominfo) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). (Baca juga: Divonis Bersalah oleh PTUN, PKS: Pemerintah Jangan Suka Langgar Aturan)
“Kami melihat pemerintah seolah-olah tidak memiliki batasan apa yang harus diputus dan blokir, serta mekanismenya seperti apa. Hanya dengan klaim bahwa postingan itu hoaks, diputus akses internet,” ujar Direktur LBH Pers Ade Wahyudi dalam konferensi pers daring, Kamis (4/6/2020).
Pada Rabu lalu, Majelis Hakim PTUN memvonis Presiden Jokowi dan Menkominfo bersalah atas tindakan memutus akses internet di Papua. “Dalam putusan majelis hakim menyebutkan bahwa pengurangan hak berinternet berdampak pada hak asasi manusia lainnya. Ketika internet dibatasi ada hak-hak lain terbatasi, seperti pendidikan dan ekonomi,” terangnya.
Ade menceritakan sebelum melakukan gugatan, pihaknya telah mengirim surat keberatan kepada presiden dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun, keduanya tidak merespons.
Dalam kesempatan itu, Ade juga mengklarifikasi putusan yang mengharuskan Presiden Jokowi dan Menkominfo meminta maaf ke warga Papua. Dia memastikan itu tidak ada. Pada saat awal menggugat, tuntutan itu sempat ada tapi kemudian dihilangkan.
Gugatan ini dilayangkan agar pemerintah tidak sembarangan melakukan pembatasan internet. Preseden itu ada ketika pemerintah melakukan pada Mei 2019 di seputaran Bawaslu, Jakarta. Tindakan itu tidak ada yang menggugat. Pada Agustus, pemerintah mengulang kembali tindak serupa di Papua. (Baca juga: Divonis Bersalah karena Blokir Internet Papua, Ini Respons Pemerintah)
“Tindakan ini sangat mungkin terulang karena tidak di-challenge. Peluang di masa depan makin besar. Kami berpikiran ini harus membawa ini ke proses hukum,” terang Ketua Umum AJI Abdul Manan.
Pada tahun 2019, pemerintah dua kali melakukan pembatasan akses internet, yakni saat kerusuhan di Bawaslu pada 22 Mei dan Papua pada Agustus. Atas tindakan itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Safenet menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Komunikasi dan Informatika (menkominfo) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). (Baca juga: Divonis Bersalah oleh PTUN, PKS: Pemerintah Jangan Suka Langgar Aturan)
“Kami melihat pemerintah seolah-olah tidak memiliki batasan apa yang harus diputus dan blokir, serta mekanismenya seperti apa. Hanya dengan klaim bahwa postingan itu hoaks, diputus akses internet,” ujar Direktur LBH Pers Ade Wahyudi dalam konferensi pers daring, Kamis (4/6/2020).
Pada Rabu lalu, Majelis Hakim PTUN memvonis Presiden Jokowi dan Menkominfo bersalah atas tindakan memutus akses internet di Papua. “Dalam putusan majelis hakim menyebutkan bahwa pengurangan hak berinternet berdampak pada hak asasi manusia lainnya. Ketika internet dibatasi ada hak-hak lain terbatasi, seperti pendidikan dan ekonomi,” terangnya.
Ade menceritakan sebelum melakukan gugatan, pihaknya telah mengirim surat keberatan kepada presiden dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun, keduanya tidak merespons.
Dalam kesempatan itu, Ade juga mengklarifikasi putusan yang mengharuskan Presiden Jokowi dan Menkominfo meminta maaf ke warga Papua. Dia memastikan itu tidak ada. Pada saat awal menggugat, tuntutan itu sempat ada tapi kemudian dihilangkan.
Gugatan ini dilayangkan agar pemerintah tidak sembarangan melakukan pembatasan internet. Preseden itu ada ketika pemerintah melakukan pada Mei 2019 di seputaran Bawaslu, Jakarta. Tindakan itu tidak ada yang menggugat. Pada Agustus, pemerintah mengulang kembali tindak serupa di Papua. (Baca juga: Divonis Bersalah karena Blokir Internet Papua, Ini Respons Pemerintah)
“Tindakan ini sangat mungkin terulang karena tidak di-challenge. Peluang di masa depan makin besar. Kami berpikiran ini harus membawa ini ke proses hukum,” terang Ketua Umum AJI Abdul Manan.
(kri)