Membangun Mobil Listrik, Menatap Langit Biru

Sabtu, 06 November 2021 - 05:37 WIB
loading...
Membangun Mobil Listrik,...
Membangun Mobil Listrik, Menatap Langit Biru
A A A
Paul Sutaryono
Staf Ahli Pusat Studi BUMN, Pengamat Perbankan & Mantan Assistant Vice President BNI

Membaca bukuTowards the Age of Electric Vehicles, seolah kita telah berada di era mobil listrik di Indonesia. Langit tampak biru. Mengapa? Lantaran mobil listrik mampu menekan polusi udara karena emisi karbon lebih rendah daripada mobil berbahan bakar minyak (BBM). Mampukah industri mobil listrik dan baterai menyuburkan pertumbuhan ekonomi?

baca juga: Ini Dia Powerbank Buat Mobil Listrik Buatan Zipcharge

Bagaimana perkembangan mobil listrik di dunia? Hal itu berawal dari kesepakatan Perjanjian Perancis pada 2015 efektif 2020, yang bertujuan untuk mengurangi efek pemanasan global yang disebabkan antara lain oleh emisi gas karbon kendaraan BBM. Karena itu, penyiapan larangan penjualan kendaraan yang menggunakan BBM untuk diganti mobil listrik merupakan agenda penting di berbagai negara.

Pemerintah Inggris di bawah Perdana Menteri (PM) Boris Johnson telah mengumumkan Inggris akan melarang penjualan dengan BBM mulai 2030. Artinya, Inggris memajukan larangan itu 10 tahun lebih cepat. Langkah itu diambil pemerintah Metropolitan Tokyo, Jepang yang menerapkan waktu yang sama 2030.

Penjualan mobil listrik mengalami lonjakan tajam 43% dari 2,26 juta unit pada 2019, menjadi 3,24 juta unit pada 2020. Secara kumulatif, jumlah penjualan kendaraan listrik tertinggi terjadi di China yang mencapai 4.710 unit per Desember 2020. Lalu, Eropa 3.327 unit, Amerika Serikat (AS) 1.786 unit, disusul Jerman, Norwegia, Perancis, Inggris, Jepang, Belanda, dan Swedia.

baca juga: Menko Airlangga Ikut Bertemu Joe Biden, AS Diajak Investasi Mobil Listrik

Patut diakui mobil listrik Tesla menjadi pionir. Jika penjualan mobil listrik di AS hanya naik 4% per 2020, maka penjualan mobil listrik diperkirakan akan lebih tinggi pada 2021. Selesainya fasilitas pabrik Tesla di Austin akan menambah kapasitas produksi mobil listrik pada 2021. Sementara itu, peningkatan kapasitas mobil listrik dari General Motors juga akan mempercepat peningkatan penjualan mobil listrik di AS.

Tak kalah dengan AS dan Eropa, China bakal menjadi raksasa industri mobil listrik. China merupakan negara yang telah memberikan kontribusi sangat besar terhadap emisi gas rumah kaca 28,5%, dari emisi CO2 pada 2018 (How is China Managing Its Greenhouse Gas Emissions?, China Power, CSIS). Terkait dengan Perjanjian Paris itu, China setuju untuk mengurangi emisi gas 60-65%. Pada 2018, di China terdapat 2,3 juta mobil listrik atau 45% dari seluruh mobil di dunia. Bahkan, China mendorong jumlah mobil listrik mencapai 5 juta unit pada 2020. Untuk itu, pemerintah China memberikan insentif untuk pengembangan mobil listrik.

Di China, ada banyak perusahaan yang memproduksi mobil listrik untuk dijual kepada masyarakat. Salah satu perusahaan mobil listrik yang layak disebut adalah BYD yang semula hanya membuat baterai untuk motor, mobil dan keperluan lainnya. Demikian pula perusahaan Nio dan Wuling yang produk mobilnya kian marak di Indonesia. Perusahaan Wuling mulai memproduksi mobil listrik kelascity cardengan harga sangat rendah, di bawah Rp100 juta.

baca juga: Tesla Uji Coba Supercharger di Belanda, Bisa Digunakan Mobil Listrik Lain

Mobil listrik Wuling memiliki daya jangkau yang relatif terbatas. Namun, mobil listrik itu memang diproduksi dengan tujuan untuk mobilitas dalam kota. Tentu mobil listrik Wuling tak setara dengan mobil listrik buatan Tesla yang harganya bisa mencapai 10 kali lipat. Dalam peringkat produsen mobil listrik di China, Wuling masih kalah oleh Tesla. Saat ini, Tesla sudah membangun pabriknya di Shanghai, China. Produknya Tesla Model 3 bisa dikatakan laris manis di China.

Bagaimana laju industri mobil listrik di Jepang? Baru-baru ini ada artikel yang membahas masa depan industri mobil di Jepang dan Jerman. Artikel itu menyatakan jika kendaraan dengan BBM melibatkan 30.000 komponen sedangkan mobil listrik hanya memerlukan separuhnya. Artinya, produsen komponen yang antara lain melibatkan usaha kecil dan menengah (UKM) akan terganggu dengan makin banyak mobil listrik. Lebih lanjut, artikel itu mengatakan Jepang akan kehilangan paling sedikit 200.000 lapangan pekerjaan. Itulah disrupsi pada industri kendaraan mobil Jepang. Wah!

Hal itu membuat galau CEO Toyota yang menyatakan jika pemerintah Jepang menerapkan pembatasan penjualan mobil denganinternal combustion engineterlalu cepat yakni 2035, makaWe will be collapsed. Apakah kemudian pemerintah tidak melanjutkan komitmen Perjanjian Paris itu? Pemerintah Metropolitan Tokyo justru akan menerapkan ketentuan itu lebih cepat, yakni pada 2030.

baca juga: BMW dan Mercedes-Benz Bakal Investasi Mobil Listrik di Indonesia

Perkembangan itu mengandung arti, bahwa para pengusaha Jepang relatif tidak terlalu siap dalam menghadapi perubahan zaman. Kini masih sangat sedikit perusahaan mobil Jepang secara serius menyiapkan diri. Perusahaan yang sudah memproduksi baru Nissan Leaf dan Mitsubishi. Barangkali perusahaan yang bisa membaca tanda-tanda itu adalah Panasonic. Dengan melihat bahwa industri otomotif Jepang belum menunjukkan tanda-tanda persiapan ke arah mobil listrik, Panasonic kemudian berkolaborasi dengan Tesla. Baru-baru ini, Toyota menyatakan akan mengeluarkan dua produk mobil listrik untuk pasar AS bekerja sama dengan Subaru.

Sejatinya, Toyota dapat memanfaatkan pabrik mobil dengan BBM yang sudah ada selama ini untuk kemudian diubah menjadi pabrik mobil listrik. Simak saja, Tesla sangat tertolong dalam menyongsong lonjakan permintaan mobil listrik buatannya karena fasilitas pabrik yang mereka akuisisi dari NUMMI (patungan Toyota dengan General Motors) di Fremont. Inilah tantangan serius bagi Toyota yang memilikibrandtinggi dan total produksi terbesar di dunia.

Industri Mobil Listrik Nasional

Tak hanya AS, Eropa, China dan Jepang, namun pemerintah Indonesia pun kini sedang membangun dan mengembangkan industri mobil listrik dan baterai. Industri itu dari hulu ke hilir. Presiden Joko Widodo telah melakukan peletakan batu pertama pembangunan pabrik baterai mobil listrik di Karawang, Jawa Barat, pada 16 September 2021. Hal itu bertujuan untuk memacu industri mobil listrik yang akan mulai Mei 2022 sekaligus untuk mengundang investor global.

baca juga: Chery QQ Ice Cream Laris Manis, Bayangi Mobil Listrik Termurah China

Misalnya, Hyundai dan LG Energy Solution Ltd keduanya dari Korea Selatan dan Tesla dari AS (KoranKontan, 15 Januari 2021). Sayangnya, Tesla mengundurkan diri dan lebih memilih Jerman, India dan Texas, AS. Program mobil listrik merupakan buah investasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang bertujuan untuk menarik investasi asing.

Untuk mendorong industri mobil listrik, pemerintah telah menerbitkan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Perubahan itu bertujuan agar usaha pertambangan mineral dan batubara dapat memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara. Regulasi itu penting sebagai payung hukum bagi industri tersebut.

Pertumbuhan Ekonomi

Ekonomi akan tumbuh seiring dengan pembangunan pabrik mobil listrik dan baterai, pabrik feronikel, baja karbon dan baja antikarat, stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU). Ekonomi pun akan tumbuh sejalan dengan laju ekspor sektor pertambangan seperti besi dan baja.

baca juga: Perbandingan Harga Mobil Listrik antara Indonesia dan Malaysia, Mana Lebih Murah?

Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi akan tumbuh. Sebut saja, Timika atau Tembaga Pura di Papua sebagai pusat tambang emas Freeport, Morowali di Sulawesi Tengah, Kolaka dan Konawe, Sulawesi Tenggara, serta Soroako, Sulawesi Selatan sebagai pusat industri nikel. Untuk itu, investor asing diharapkan untuk berinvestasi dengan mendirikan pabrik mobil listrik dan baterai di dalam negeri.

Demikian pula, bank dapat ikut mengucurkan kredit di sektor pertambangan. Emiten di sektor pertambangan seperti nikel, baja dan batubara pun akan ikut menikmati manisnya industri ini. Sarinya, saham mereka akan terkerek tinggi.

Saran

Mengapa Cyrillus Harinowo (Komisaris BCA dan Pembina Pusat Studi BUMN) dan Ika Maya Sari Khaidir (Kepala Sentra Bisnis Komersial, Kantor Wilayah XII BCA) sebagai penulis buku ini memilih judul buku dalam Bahasa Inggris? Mungkin, mereka menganggap topik mobil listrik itu sudah mengglobal.

baca juga: Tak Sekadar Jualan, Hyundai Punya Ekosistem Mobil Listrik Lengkap buat Indonesia

Namun, judul itu bisa menekan minat orang untuk membacanya lantaran mengira buku itu berbahasa asing yang tak dikuasainya. Padahal buku ini ditulis dalam Bahasa Indonesia bahkan dikuatkan Kata Pengantar oleh Presiden Joko Widodo dan dilengkapi dengan data dan analisis sehingga patut dibaca siapa saja. Hal itu sebagai sumbang saran dalam membangun dan mengembangkan industri mobil listrik.

Judul: Towards the Age of Electric Vehicles

Penulis: Cyrillus Harinowo PhD, dan Ika Maya Sari Khaidir SE MM

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama (GPU)

Cetakan : pertama, Juni 2021

Ukuran : 330 halaman, 15 x 23 cm

ISBN : 978-602-06-5477-5

ISBN : 978-602-06-5478-2
(ymn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1473 seconds (0.1#10.140)