PKN Ingin Kontestasi Pilpres Bukan Hanya untuk Putra-putri Pemilik Parpol
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Gede Pasek Suardika menyoroti soal dasar hitungan pemilu presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Di mana ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) menggunakan hitungan hasil Pemilu 2019 yang sudah dipakai sebelumnya.
"Hari ini, mestinya ada kesepakatan untuk Pilpres yang akan datang itu semua partai politik bisa mengusung logikanya, bagaimana untuk Pilpres yang akan datang partai-partai baru tidak bisa mengusung capres. Padahal semua partai politik ini kan harus sama dia di dalam kompetisi demokrasi tetapi sekarang diatur adalah harus hasil pemilihan sebelumnya, jadi yang sudah pernah dipakai, dipakai lagi," ujar Pasek kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Jumat (5/11/2021). Baca juga: PKN Akan Ditertawakan Demokrat Jika Tak Lolos Jadi Peserta Pemilu
Oleh karena itu, Pasek menilai perlu pemikiran dan terobosan bahwa kalau ingin demokrasi itu setara levelnya maka siapapun parpol yang lolos verifikasi pemilu berhak mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Namun, diakuinya bahwa itu akan sulit karena harus berhitung prosentase perolehan kursi dan suara.
"Tapi, harus ada solusi di situ, apa lewat Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) atau apa, karena substansi demokrasinya jangan dikorbankan dengan urusan teknis, apa mungkin Presidential Threshold jadi buat 0%, bagaimana caranya ya amandemen misalnya," usulnya.
"Atau ada terobosan lain, diberikan alokasi minimal semua partai yang lolos verifikasi pemilu, diasumsikan mendapatkan bekal sekian, kira-kira gitu misalnya, ini kan menerobos kalau tidak terjadi amendemen, tetapi esensial demokrasinya adalah semua partai politik itu setara," imbuh mantan Ketua Komisi III DPR ini.
Sehingga, kata mantan politisi Partai Demokrat ini, semua partai peserta pemilu bisa mengusung calon di legislatif maupun di eksekutif. Tapi ia yakin bahwa partai di DPR enggan melakukan itu. Padahal, perlu dipikirkan bagaimana semua anak bangsa mampu menerobos oligarki partai. Sehingga Pilpres bukan hanya untuk putra-putri pemilik partai.
"Dia mampu menerobos sebuah kultur politik di mana sebuah partai politik dibangun dengan cara monarki "untuk anak mama atau untuk anak papa" (anak-anak elite parpol). Itu bisa diterobos dengan sistem ini atau dia akan mampu menerobos lagi ketika partai politik dikonstruksikan sebagai sebuah perusahaan, di mana partai politik menjadi kapital, ada pemegang saham mayoritas di situ, yang menentukan ke mana arahnya. Siapa yang didukung, putra-putra bangsa yang berangkat dari kaum pergerakan ini nggak dapat, dari mana saya maju untuk mengabdi pada bangsa dan negara kalau tidak dibuatkan pintu," jelasnya.
Padahal, kata Pasek, negara ini maju dan merdeka bukan karena sistem kapital dan sistem monarki tapi karena dibawa oleh kaum pergerakan, mereka berdiskusi melakukan aksi dan advokasi sehingga Indonesia merdeka, dari Perhimpunan Indonesia kemudian Sumpah Pemuda kemudian Indonesia merdeka. Tetapi hari ini ketika Indonesia sudah merdeka, kaum pergerakan tidak ada jalan untuk mendapatkan haknya untuk bisa mengabdi pada republik ini dalam sistem Presidential Threshold.
"DPR sekarang dan pemerintah sekarang untuk membuka ruang putra-putra bangsa yang lain, bisa menerobos jangan sampai lu lagi, lu lagi, anak lu, anak lu anak lu dan sebagainya, sehingga rakyat tidak punya pilihan. Ini saya kira agak sedikit nyeleneh tapi kita diskusikan ini, karena hak orang untuk jadi calon presiden kan harus dibuka ruang. Jangan ditutup serapat mungkin, ngapain buka aja, toh rakyat juga yang milih, kalau sudah kuat, infrastuktur kuat ngapain takut, kalau orangnya bagus, kualitasnya bagus ngapain takut," tantangnya. Baca juga: Berhasil Pimpin Jateng, Zulhas Nilai Ganjar Bisa Sukses di Level Nasional
"Kalau ingin meriah Pemilu 2024, toh Bapak Jokowi enggak maju, Bapak Kiai (Ma'ruf Amin) juga enggak maju. Ya sudah, ini saya kira bisa menjadi ruang baru, terobosan baru sehingga 2024 kita melihat pesta demokrasi yang meriah, bukan pesta demokrasi yang semata perebutan anak pangeran," pungkasnya.
Lihat Juga: Teliti Langkah Cak Imin sebagai Cawapres 2024, Mahasiswa S2 Paramadina Ini Raih IPK 3,95
"Hari ini, mestinya ada kesepakatan untuk Pilpres yang akan datang itu semua partai politik bisa mengusung logikanya, bagaimana untuk Pilpres yang akan datang partai-partai baru tidak bisa mengusung capres. Padahal semua partai politik ini kan harus sama dia di dalam kompetisi demokrasi tetapi sekarang diatur adalah harus hasil pemilihan sebelumnya, jadi yang sudah pernah dipakai, dipakai lagi," ujar Pasek kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Jumat (5/11/2021). Baca juga: PKN Akan Ditertawakan Demokrat Jika Tak Lolos Jadi Peserta Pemilu
Oleh karena itu, Pasek menilai perlu pemikiran dan terobosan bahwa kalau ingin demokrasi itu setara levelnya maka siapapun parpol yang lolos verifikasi pemilu berhak mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Namun, diakuinya bahwa itu akan sulit karena harus berhitung prosentase perolehan kursi dan suara.
"Tapi, harus ada solusi di situ, apa lewat Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) atau apa, karena substansi demokrasinya jangan dikorbankan dengan urusan teknis, apa mungkin Presidential Threshold jadi buat 0%, bagaimana caranya ya amandemen misalnya," usulnya.
"Atau ada terobosan lain, diberikan alokasi minimal semua partai yang lolos verifikasi pemilu, diasumsikan mendapatkan bekal sekian, kira-kira gitu misalnya, ini kan menerobos kalau tidak terjadi amendemen, tetapi esensial demokrasinya adalah semua partai politik itu setara," imbuh mantan Ketua Komisi III DPR ini.
Sehingga, kata mantan politisi Partai Demokrat ini, semua partai peserta pemilu bisa mengusung calon di legislatif maupun di eksekutif. Tapi ia yakin bahwa partai di DPR enggan melakukan itu. Padahal, perlu dipikirkan bagaimana semua anak bangsa mampu menerobos oligarki partai. Sehingga Pilpres bukan hanya untuk putra-putri pemilik partai.
"Dia mampu menerobos sebuah kultur politik di mana sebuah partai politik dibangun dengan cara monarki "untuk anak mama atau untuk anak papa" (anak-anak elite parpol). Itu bisa diterobos dengan sistem ini atau dia akan mampu menerobos lagi ketika partai politik dikonstruksikan sebagai sebuah perusahaan, di mana partai politik menjadi kapital, ada pemegang saham mayoritas di situ, yang menentukan ke mana arahnya. Siapa yang didukung, putra-putra bangsa yang berangkat dari kaum pergerakan ini nggak dapat, dari mana saya maju untuk mengabdi pada bangsa dan negara kalau tidak dibuatkan pintu," jelasnya.
Padahal, kata Pasek, negara ini maju dan merdeka bukan karena sistem kapital dan sistem monarki tapi karena dibawa oleh kaum pergerakan, mereka berdiskusi melakukan aksi dan advokasi sehingga Indonesia merdeka, dari Perhimpunan Indonesia kemudian Sumpah Pemuda kemudian Indonesia merdeka. Tetapi hari ini ketika Indonesia sudah merdeka, kaum pergerakan tidak ada jalan untuk mendapatkan haknya untuk bisa mengabdi pada republik ini dalam sistem Presidential Threshold.
"DPR sekarang dan pemerintah sekarang untuk membuka ruang putra-putra bangsa yang lain, bisa menerobos jangan sampai lu lagi, lu lagi, anak lu, anak lu anak lu dan sebagainya, sehingga rakyat tidak punya pilihan. Ini saya kira agak sedikit nyeleneh tapi kita diskusikan ini, karena hak orang untuk jadi calon presiden kan harus dibuka ruang. Jangan ditutup serapat mungkin, ngapain buka aja, toh rakyat juga yang milih, kalau sudah kuat, infrastuktur kuat ngapain takut, kalau orangnya bagus, kualitasnya bagus ngapain takut," tantangnya. Baca juga: Berhasil Pimpin Jateng, Zulhas Nilai Ganjar Bisa Sukses di Level Nasional
"Kalau ingin meriah Pemilu 2024, toh Bapak Jokowi enggak maju, Bapak Kiai (Ma'ruf Amin) juga enggak maju. Ya sudah, ini saya kira bisa menjadi ruang baru, terobosan baru sehingga 2024 kita melihat pesta demokrasi yang meriah, bukan pesta demokrasi yang semata perebutan anak pangeran," pungkasnya.
Lihat Juga: Teliti Langkah Cak Imin sebagai Cawapres 2024, Mahasiswa S2 Paramadina Ini Raih IPK 3,95
(kri)