Perpres tentang Nilai Ekonomi Karbon Dukung Pencapaian NDC Indonesia

Rabu, 03 November 2021 - 14:34 WIB
loading...
Perpres tentang Nilai...
Diskusi COP ke-26 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Paviliun Indonesia Selasa (2/11/2021) yang dihadiri Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Deputi Kemenkomarves Nani Hendiarti.Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru saja menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No. 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang di dalamnya juga mengatur tentang pasar karbon.

Ketentuan itu diyakini bisa mendukung pencapaian target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Indonesia sebagaimana tercantum dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk pengendalian perubahan iklim.

"Dengan adanya ketentuan tentang carbon pricing, maka hal ini akan semakin mempermudah pencapaian NDC Indonesia," kata Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan pada sesi panel diskusi di Paviliun Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia, Selasa 2 November 2021.



Dalam dokumen pembaruan NDC yang telah disampaikan pada UNFCCC pada Juli 2021, Indonesia berkomitmen untuk mencapai pengurangan emisi GRK sebanyak 41% pada 2030 dengan dukungan internasional. Selain itu, Indonesia juga berkomitmen untuk mencapai Net-Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat seperti tercantum dalam dokumen Long-Term Strategies for Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050).

Berdasarkan perhitungan LTS-LCCR 2050, Indonesia mampu mengurangi emisi hingga 50% dari kondisi business-as-usual, terutama dengan dukungan internasional. Perpres Nilai Ekonomi Karbon diharapkan bisa menggerakkan lebih banyak pembiayaan dan investasi hijau yang berdampak pada pengurangan emisi GRK.



Dalam Perpres Nilai Ekonomi Karbon ada beberapa mekanisme perdagangan karbon yang diatur yaitu, perdagangan antara dua pelaku usaha melalui skema cap and trade, pengimbangan emisi melalui skema carbon off set, pembayaran berbasis kinerja (result based payment), dan pungutan atas karbon, serta kombinasi dari skema yang ada.

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dewanthi menyatakan carbon pricing dapat menjadi insentif untuk pencapaian NDC. "Carbon pricing diharapkan mendukung instrumen lain yang juga dilakukan seperti pengendalian kebakaran hutan, pencegahan deforestasi dan degradasi, atau transisi teknologi untuk mewujudkan energi baru terbarukan," katanya.

Laksmi menjelaskan Perpres Nilai Ekonomi Karbon ditujukan untuk pasar domestik maupun internasional. Jika perdagangan karbon terjadi antara dua entitas di dalam negeri, maka perhitungan pengurangan emisi GRK yang dicapai akan tetap diperhitungkan sebagai kontribusi Indonesia. Adanya regulasi pasar karbon membuka peluang Indonesia untuk menerima pendanaan yang lebih luas dalam pengendalian perubahan iklim.

Duta Besar Indonesia untuk Jerman Arif Havas Oegroseno menyerukan agar dunia internasional mau mewujudkan penetapan harga karbon yang adil bagi negara-negara pemilik cadangan karbon. Havas mengungkapkan pengalaman yang dialami sebuah negara di Afrika di mana cadangan karbonnya hanya ditawar sangat rendah dengan harga USD2 per ton. "Kalau harga segitu sama dengan kolonialisasi," cetus dia.

Director Environment and Natural Resources Global Practice World Bank Benoit Bosquet mengapresiasi capaian Indonesia yang kini meregulasi carbon pricing. Dia mengungkapkan berdasarkan laporan terbaru World Bank penggalangan dana yang bisa dihasilkan dari carbon pricing bisa mencapai USD53 miliar pada 2020. "Dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk investasi hijau," kata Benoit Bosquet.

Dia mengingatkan carbon pricing tidak bisa bekerja sendirian untuk mencapai pengurangan emisi. Carbon pricing perlu didukung dengan kebijakan yang kuat, akuntabilitas dan transparan.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2085 seconds (0.1#10.140)