Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Mudik ke Kampus Tegalboto Unej
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) M Nurul Ghufron mudik kembali ke Kampus Tegalboto, Universitas Jember (Unej) , Jumat (22/10/2021). Kedatangan pria yang juga dosen Fakultas Hukum Unej ini membawa dua agenda.
Agenda pertama adalah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding, MoU) antara KPK dengan Unej. Kedua dalam rangka memberikan kuliah umum bertema Membangun Integritas Bangsa di Pendidikan sebagai Bagian dari Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa.
Kuliah umum digelar secara luring terbatas dihadiri oleh para Wakil Dekan III dan perwakilan mahasiswa dari BEM dan BPM. Sementara 2000 lebih mahasiswa lainnya mengikuti kuliah umum secara daring.
Dalam kuliah umumnya, pria yang akrab dipanggil Ghufron ini menegaskan kembali pentingnya menjaga integritas dan marwah dunia pendidikan termasuk kampus sebagai lembaga yang mencetak intelektual. Pasalnya jika dunia pendidikan gagal mencetak lulusan yang berintegritas maka potensi tindak pidana korupsi akan terus muncul.
“Ada data yang menunjukkan 86 persen koruptor yang ditangkap KPK adalah lulusan perguruan tinggi, tentu ini ironis sekali. Oleh karena itu perguruan tinggi wajib mencetak lulusan yang berintegritas, dan untuk membentuk jiwa integritas ini dapat dicapai dengan tiga langkah, yakni memperbaiki tata nilai, tata kelola, dan tata kesejahteraan,” ujarnya.
Pada sisi tata nilai, maka dunia pendidikan sangat berperan, di mana nilai-nilai kejujuran harus diajarkan sedari dini kepada anak didik. Begitu pula Program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang kini digalakkan, menurut Ghufron, jangan hanya ditekankan pada link and match dengan industri semata, namun juga harus pada usaha bagaimana agar lulusan perguruan tinggi menjadi kader-kader antikorupsi.
“Oleh karena itu KPK bekerja sama dengan dunia perguruan tinggi, seperti yang kita lakukan dengan Universitas Jember. Kami juga membangun sistem tata kelola yang baik, dan bersinergi dengan lembaga lain guna merumuskan tata kesejahteraan yang adil berlandaskan profesionalisme,” jelas mantan Dekan Fakultas Hukum Unej ini.
Ghufron mengingatkan keluarga besar Universitas Jember agar tetap mewaspadai potensi tindak pidana korupsi yang bisa muncul di mana saja termasuk di dunia pendidikan. Pria asli Madura ini lantas memaparkan data dari Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) KPK tahun 2020.
Ternyata 80% orang tua siswa memberikan hadiah bagi guru setelah proses kenaikan kelas di sekolah. Begitu pula di saat mahasiswa ujian akhir, seringkali membawa konsumsi bagi dosen penguji.
“Ini kebiasaan yang jika dibiarkan bakal menjadi budaya gratifikasi yang tergolong korupsi walau mungkin niatnya untuk berterima kasih. Saat saya menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, kebiasaan ini saya larang,” tegasnya.
Dalam sesi diskusi, Ketua LP2M Prof Yuli Witono yang hadir secara daring menanyakan apakah politik biaya tinggi memicu tindak pidana korupsi di Indonesia? Sementara itu M Hakim, mahasiswa Hubungan Internasional mengusulkan hukuman pemiskinan bagi koruptor.
Menanggapi pertanyaan Prof Yuli Witono, Ghufron membenarkan fakta bahwa politik biaya tinggi berkontribusi memunculkan tindak pidana korupsi karena kepala daerah yang terpilih berusaha mengembalikan modal saat mengikuti pemilihan kepala daerah. Ghufron juga setuju hukuman pemiskinan bagi koruptor diberlakukan.
“Di Belanda penjara lowong, sebab ada hukuman pemiskinan bagi terpidana korupsi bahkan mereka ditambahi melakukan hukuman kerja sosial seperti menjadi pembersih fasilitas umum sambil mengenakan seragam yang bertuliskan koruptor. Jadi terpidana korupsi atau juga tindak pidana lain tidak selalu menghabiskan waktu di penjara. Namun, tentu aturan pemiskinan bagi koruptor serta sistem pemilihan kepala daerah yang adil menjadi ranah eksekutif dan legislatif untuk merumuskan undang-undangnya. Kami di KPK beserta Polri dan Kejaksaan menjadi pelaksana dari undang-undang dan aturan yang ada,” jawab dia.
Sementara itu dalam kesempatan saat penandatanganan nota kesepahaman, Rektor Universitas Jember Iwan Taruna memaparkan adanya MoU dengan KPK akan memberikan banyak manfaat bagi kedua belah pihak. “Bagi kami di Universitas Jember, KPK akan turut aktif mengawasi pelaksanaan tata kelola perguruan tinggi yang baik seperti mulai tata kelola keuangan, tata kelola barang milik negara, hingga penerimaan mahasiswa dan pegawai. Sementara para pakar di berbagai bidang di Universitas Jember bisa membantu tugas dan program KPK,” jelas Iwan.
Agenda pertama adalah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding, MoU) antara KPK dengan Unej. Kedua dalam rangka memberikan kuliah umum bertema Membangun Integritas Bangsa di Pendidikan sebagai Bagian dari Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa.
Kuliah umum digelar secara luring terbatas dihadiri oleh para Wakil Dekan III dan perwakilan mahasiswa dari BEM dan BPM. Sementara 2000 lebih mahasiswa lainnya mengikuti kuliah umum secara daring.
Dalam kuliah umumnya, pria yang akrab dipanggil Ghufron ini menegaskan kembali pentingnya menjaga integritas dan marwah dunia pendidikan termasuk kampus sebagai lembaga yang mencetak intelektual. Pasalnya jika dunia pendidikan gagal mencetak lulusan yang berintegritas maka potensi tindak pidana korupsi akan terus muncul.
“Ada data yang menunjukkan 86 persen koruptor yang ditangkap KPK adalah lulusan perguruan tinggi, tentu ini ironis sekali. Oleh karena itu perguruan tinggi wajib mencetak lulusan yang berintegritas, dan untuk membentuk jiwa integritas ini dapat dicapai dengan tiga langkah, yakni memperbaiki tata nilai, tata kelola, dan tata kesejahteraan,” ujarnya.
Pada sisi tata nilai, maka dunia pendidikan sangat berperan, di mana nilai-nilai kejujuran harus diajarkan sedari dini kepada anak didik. Begitu pula Program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) yang kini digalakkan, menurut Ghufron, jangan hanya ditekankan pada link and match dengan industri semata, namun juga harus pada usaha bagaimana agar lulusan perguruan tinggi menjadi kader-kader antikorupsi.
“Oleh karena itu KPK bekerja sama dengan dunia perguruan tinggi, seperti yang kita lakukan dengan Universitas Jember. Kami juga membangun sistem tata kelola yang baik, dan bersinergi dengan lembaga lain guna merumuskan tata kesejahteraan yang adil berlandaskan profesionalisme,” jelas mantan Dekan Fakultas Hukum Unej ini.
Ghufron mengingatkan keluarga besar Universitas Jember agar tetap mewaspadai potensi tindak pidana korupsi yang bisa muncul di mana saja termasuk di dunia pendidikan. Pria asli Madura ini lantas memaparkan data dari Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) KPK tahun 2020.
Ternyata 80% orang tua siswa memberikan hadiah bagi guru setelah proses kenaikan kelas di sekolah. Begitu pula di saat mahasiswa ujian akhir, seringkali membawa konsumsi bagi dosen penguji.
“Ini kebiasaan yang jika dibiarkan bakal menjadi budaya gratifikasi yang tergolong korupsi walau mungkin niatnya untuk berterima kasih. Saat saya menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, kebiasaan ini saya larang,” tegasnya.
Dalam sesi diskusi, Ketua LP2M Prof Yuli Witono yang hadir secara daring menanyakan apakah politik biaya tinggi memicu tindak pidana korupsi di Indonesia? Sementara itu M Hakim, mahasiswa Hubungan Internasional mengusulkan hukuman pemiskinan bagi koruptor.
Menanggapi pertanyaan Prof Yuli Witono, Ghufron membenarkan fakta bahwa politik biaya tinggi berkontribusi memunculkan tindak pidana korupsi karena kepala daerah yang terpilih berusaha mengembalikan modal saat mengikuti pemilihan kepala daerah. Ghufron juga setuju hukuman pemiskinan bagi koruptor diberlakukan.
“Di Belanda penjara lowong, sebab ada hukuman pemiskinan bagi terpidana korupsi bahkan mereka ditambahi melakukan hukuman kerja sosial seperti menjadi pembersih fasilitas umum sambil mengenakan seragam yang bertuliskan koruptor. Jadi terpidana korupsi atau juga tindak pidana lain tidak selalu menghabiskan waktu di penjara. Namun, tentu aturan pemiskinan bagi koruptor serta sistem pemilihan kepala daerah yang adil menjadi ranah eksekutif dan legislatif untuk merumuskan undang-undangnya. Kami di KPK beserta Polri dan Kejaksaan menjadi pelaksana dari undang-undang dan aturan yang ada,” jawab dia.
Sementara itu dalam kesempatan saat penandatanganan nota kesepahaman, Rektor Universitas Jember Iwan Taruna memaparkan adanya MoU dengan KPK akan memberikan banyak manfaat bagi kedua belah pihak. “Bagi kami di Universitas Jember, KPK akan turut aktif mengawasi pelaksanaan tata kelola perguruan tinggi yang baik seperti mulai tata kelola keuangan, tata kelola barang milik negara, hingga penerimaan mahasiswa dan pegawai. Sementara para pakar di berbagai bidang di Universitas Jember bisa membantu tugas dan program KPK,” jelas Iwan.
(kri)