Pangkostrad Mendadak Dicopot kala Jakarta Mencekam: Kisah Kegentingan 98

Sabtu, 16 Oktober 2021 - 05:40 WIB
loading...
Pangkostrad Mendadak Dicopot kala Jakarta Mencekam: Kisah Kegentingan 98
Massa mengepung kendaraan yang terbakar di Jakarta Pusat dalam kerusuhan 14 Mei 1998. Kerusuhan saat itu menjadi salah satu sejarah kelam bangsa Indonesia. FOTO/Reuters
A A A
JAKARTA - Masa transisi setelah mundurnya Presiden Soeharto 21 Mei 1998 penuh gejolak. Situasi politik nasional sangat menegangkan dan penuh ketidakpastian. Ibu Kota mencekam.

Di tengah suasana yang belum stabil itu, pada 22 Mei Presiden BJ Habibie menerima laporan terjadinya pergerakan pasukan Angkatan Darat ke Istana dan Patra Jasa, Kuningan atau sekitar kediamannya. Disebutkan, pergerakan pasukan itu tanpa sepengetahuan Panglima ABRI Wiranto .

Mantan Danjen Kopassus Sintong Panjaitan menceritakan, pergerakan pasukan Kostrad itu sebenarnya bisa dicek terlebih dahulu. Namun karena keterbatasan waktu, kehadiran mereka tak sempat dicek.

Saat itu pula Presiden memerintahkan agar jabatan Pangkostrad yang dipegang Letjen TNI Prabowo Subianto dicopot. Tak tanggung-tanggung, jabatan itu harus diserahterimakan hari itu juga, sebelum matahari terbenam.

“Sebelum terbenam?” tanya Wiranto dikisahkan buku Hendro Subroto dalam buku ‘Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando’ dikutip SINDOnews, Jumat (15/10/2021).

Sintong menyangkal pergantian Pangkostrad terkait dirinya. Sebelumnya Jenderal Baret Merah ini pernah dicopot sebagai Pangdam usai Tragedi Dili.

Sintong menegaskan tak ada keterkaitan apapun mutasi Pangkostrad dengan dirinya. Apalagi disebut sebagai tindakan balas dendam.

“Keputusan itu diberikan langsung oleh Presiden BJ Habibie kepada Jenderal TNI Wiranto, Panglima ABRI. Jadi kalau ada orang yang mengatakan bahwa Prabowo diganti karena Sintong, hal itu tidak benar,” ujarnya.
Pangkostrad Mendadak Dicopot kala Jakarta Mencekam: Kisah Kegentingan 98

Letjen Prabowo Subianto (kiri) berfoto dengan Mayjen Muchdi Purwopranjono yang
menggantikannya menjadi Danjen Kopassus setelah acara serah terima di Jakarta,
28 Maret 1998. Foto/Reuters

Prabowo menepis keras tuduhan yang menyebut dirinya hendak melakukan kudeta. Informasi itu jelas keliru dan salah besar. Demikian ditulis Femi A Soempeno dalam 'Prabowo dari Cijantung Bergerak ke Istana'.

Lulusan Akademi Militer 1974 ini menduga ada kelompok tertentu yang menjadikannya kambing hitam untuk menutupi keterlibatan mereka dalam kerusuhan 13-14 Mei.

Dalam pertemuan di Istana, Prabowo menanyakan apakah Presiden tahu dirinya hendak dicopot dari Pangkostrad. Menurut Femi, Habibie mengaku tahu. Prabowo juga tahu Wiranto telah menginstruksikan pergantian Pangkostrad harus dilakukan hari itu juga.

Dari Istana Prabowo menemui KSAD Soebagyo HS. Jenderal Kopassus itu lantas memberitahu Prabowo akan digeser sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI di Bandung. Mendengar itu, Prabowo disebut menolak.

Soebagyo memahami penolakan itu. Prabowo baru 63 hari menjabat Pangkostrad. Namun sebagai teman dan atasan, dia memberitahu penolakan itu secara militer tak dapat diterima.

“Wo, kalau kamu menolak, berarti kamu nggak menghormati pimpinan, nggak menghormati atasan dan pimpinanmu. Ini semua kan bertujuan baik,” ucap Bagyo.

Jumat sore selepas Maghrib, Prabowo menyerahkan jabatan Pangkostrad kepada KSAD. Pada pukul 19.00 WIB, Soebagyo mengamanatkan jabatan itu kepada Letjen Johny Lumintang.
Pangkostrad Mendadak Dicopot kala Jakarta Mencekam: Kisah Kegentingan 98

PanglimaABRI Jenderal Wiranto. Foto/Reuters

Tergusurnya Prabowo sebagai orang nomor satu di Kostrad semakin menguatkan kabar rivalitasnya dengan Wiranto. Bukan rahasia, di antara dua jenderal itu terdapat friksi.

Wiranto dalam bukunya ‘Bersaksi di Tengah Badai’ mengakui isu rivalitasnya dengan Prabowo santer beredar di kalangan masyarakat. Bahkan isu tersebut juga menjadi sorotan di kalangan para pengamat militer.

Namun, bagi Wiranto, tudingan itu tak masuk akal. “Misalnya dikatakan saya mengganjal karier Prabowo. Untuk apa?” ucapnya.

“Dalam kehidupan militer, seseorang berhasil atau tidak dalam meniti kariernya sangat ditentukan oleh prestasi dan perilakunya sendiri,” ucap jenderal lulusan 1968 ini.

Sejarah mencatat, dalam situasi krisis itu Pangkostrad selanjutnya diganti Mayjen TNI Jhony Lumintang. Menurut Sintong, pada waktu itu terdapat empat calon yang yakni Lumintang, Mayjen TNI Djaja Suparman, Mayjen TNI Endriartono Sutarto, dan Mayjen TNI Djamari Chaniago.

Di antara empat perwira tinggi tersebut, kata Sintong, ditinjau dari segi penugasan maupun senioritas, Asisten Operasi Panglima ABRI Johny Lumintang paling memenuhi. Dia pun akhirnya ditunjuk sebagai Pangkostrad.

Namun Johny Lumintang ternyata tak sampai 24 jam menjabat. Terjadi kontroversi soal ini. Surat perintah Pangab tentang penunjukan itu dianggap bukan definitif alias sementara. Di sisi lain KSAD menganggap Lumintang sah sebagai pejabat definitif.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1802 seconds (0.1#10.140)