Haji Batal, Ongkos Haji Bisa Ditarik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Keputusan besar pemerintah yang akhirnya membatalkan pemberangkatan haji di tengah pandemi Covid-19 tahun ini mendapat respons positif dari berbagai kalangan. Langkah ini tepat untuk memberikan perlindungan kepada para calon jamaah haji.
Di saat pandemi global yang belum diketahui kapan akan berakhir ini, pembatalan haji menjadi pilihan terbaik. Sebab jika haji tetap diselenggarakan, maka potensi meledaknya wabah Covid-19 dalam jumlah besar sangat mungkin terjadi. Skema-skema sebagai dampak pembatalan haji yang telah dibuat Kementerian Agama seperti keleluasaan penarikan biaya perjalanan haji (Bipih) kembali juga membuat masyarakat semakin bisa memahami keputusan ini. Namun pada tahapan teknisnya, sejumlah kebijakan ini perlu mendapat pengawalan berbagai pihak agar hak-hak jamaah tidak sampai terkurangi. Apalagi jumlah calon jamaah haji yang batal tahun ke Tanah Suci tahun ini mencapai 221.000 orang.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pembatalan haji juga disebabkan hingga kemarin Pemerintah Arab Saudi belum memberikan siynal apakah akan menyelenggarakan haji tahun ini atau tidak. “Berhubung hal ini membutuhkan persiapan dan waktu untuk itu sudah tidak memadai, maka kita putuskan tidak akan memberangkatkan haji tahun ini,” kata Jokowi saat pertemuan dengan sejumlah tokoh agama di Istana Negara, Jakarta, kemarin. (Baca: Pembatalan Haji Sepihak, Ketua Komisi VIII DPR: Mungkin Menag Tak Tahu Undang-Undang)
Pembatalan haji dikuatkan dengan terbitnya Keputusan Menteri Agama (KMA) No 494/2020. Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi Menag menegaskan bahwa keputusan ini sudah melalui kajian mendalam. Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jamaah. Agama, tandas Menag, mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. “Sesuai amanat Undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jamaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi,” sambungnya.
Selain soal keselamatan, Menag juga mengungkapkan bahwa kebijakan diambil karena hingga saat ini Saudi belum membuka akses layanan penyelenggaraan haji. Akibatnya, Pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jamaah. Sesuai rencana Kemenag, keberangkatan kloter pertama akan dilakukan pada 26 Juni mendatang. Di sisi lain, beberapa hal teknis perlu persiapan panjang seperti visa, penerbangan, dan layanan di Saudi. “Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Padahal, akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka,” tuturnya.
Menag menyatakan, pembatalan keberangkatan jamaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI). Dengan demikian, maka tak hanya jamaah yang menggunakan kuota haji pemerintah dan visa haji mujamalah atau furada turut tidak akan diberangkatkan.
Pengembalian Ongkos
Dengan pembatalan ini, maka calon jamaah yang gagal berangkat tahun ini akan berhaji pada 2021 mendatang. Di sisi lain, dampak dari pembatalan ini, pemerintah juga mengizinkan calon jamaah haji yang ingin menarik kembali uang pelunasan biaya haji (Bipih). Kemenag sebenarnya memberikan dua pilihan terkait Bipih ini. Pertama, setoran pelunasan dari jamaah akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Kedua, biaya pelunasan bisa diambil calon jamaah dengan mengajukan surat permohonan sebelumnya. Jika jamaah memilih opsi pertama, maka nilai manfaat dari setoran pelunasan itu juga akan diberikan oleh BPKH kepada jamaah paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 2021 nanti.
Komite Nasional (Komhas) Haji dan Umrah mengapresiasi langkah pemerintah yang membatalkan haji tahun ini. Apalagi pembatalan tersebut mempertimbangkan aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan jamaah yang menjadi faktor utama mengingat pandemi Covid-19 yang melanda dunia belum juga kunjung reda. “Komnas Haji dan Umrah mengapresiais setinggi-tinggi sikap tegas Menteri Agama karena yang begitu memprioritaskan keselamatan jemaah dari pada kepentingan-kepentingan lainnya, utamanya dari aspek ekonomi,” ujar Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj. (Baca juga: Menag Facrul Razi Ajak Jamaah Ikhlas)
Keputusan yang tanpa harus menunggu menunggu pengumuman resmi Arab Saudi ini menandakan pemerintah Indonesia adalah negara yang berdaulat penuh. Namun demikian, yang terpenting adalah publik bisa mengawal konsekuensi dari pembatalan haji ini. Di antaranya, pengembalian uang pelunasan dan juga dokumen-dokumen calon jamaah yang sudah masuk agar tetap dijaga dan calon jamaah tidak dirugikan. “Utamanya menyangkut pengelolaan dan transparansi pengembalian biaya kepada jemaah yang batal berangkat,” katanya.
Ketua Panja Haji DPR Marwan Dasopang juga mengakui keputusan pemerintah sudah tepat. "Kita sudah lama meminta pemerintah itu memutuskan. Orang supaya tenang batinnya, berangkat atau tidak," ujar Marwan.
Namun demikian, kata politikus PKB ini, Komisi VIII mewanti-wanti pemerintah agar bisa menjamin hak-hak calon jamaah haji. Pertama, porsi keberangkatannya harus diamankan untuk pekansanaan haji tahun berikutnya. Kedua, bagi jamaah yang sudah melaksanakan kewajibannya, yakni pelunasan biaya haji maka harus teramankan dengan baik. "Kalau dia sudah melunasi tahun ini maka tahun depan haknya untuk berangkat harus dijamin, sekalipun nanti akan ada perubahan ongkos haji karena dia sudah melunasi tahun ini," katanya.
Ketiga, tutur Marwan, bila ada jamaah yang butuh untuk dikembalikan haknya pada saat ini maka harus dikembalikan dengan porsi keberangkatannya tidak terganggu. Kendati menyetujui substansi pembatalan ibadah haji, namun Marwan menyesalkan keputusan pemerintah yang mengumumkan pembatalan ibadah haji tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan Komisi VIII. "Kita meminta pemerintah mengagendakan raker dulu, baru diumumkan. Tapi ini sudah diumumkan," jelasnya. (Baca juga: Deretan Imbas Pembatalan Pemberangkatan Jamaah Haji 2020)
Kalangan agen haji dan umrah juga bisa memahami keputusan pemerintah ini. Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) menilai pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jamaah. “Keputusan penundaan haji tahun ini memang pahit, tapi inilah yang terbaik untuk kita semua,” kata Ketua Umum DPP AMPHURI Joko Asmoro.
Agar masyarakat tidak bingung dengan keputusan pemerintah ini Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily meminta kepada pemerintah untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenasi argumentasi darurat syar’i yang membuat pemberangkatan haji ditiadakan tahun ini. “Seberapa darurat syar’i kah sehingga Pemerintah Indonesia tidak mengirimkan calon jemaah haji?” kata Ace. (Lihat Videonya: Demi Keselamatan Jamaah, Pemerintah Batalkan Ibadah Haji 2020)
Menurut dia, pemerintah harus meminta bantuan kepada para ulama maupun ormas-ormas agama Islam untuk ikut menjelaskan kepada publik mengenai keputusan ini. “Pemerintah harus meminta pendapat para Ulama dan tokoh-tokoh agama serta ormas keagamaan seperti MUI, NU, Muhammadiyah, untuk menjelaskan darurat syar’i-nya,” pinta Ace. (Dita Angga/Abdul Rochim/Kiswondari)
Di saat pandemi global yang belum diketahui kapan akan berakhir ini, pembatalan haji menjadi pilihan terbaik. Sebab jika haji tetap diselenggarakan, maka potensi meledaknya wabah Covid-19 dalam jumlah besar sangat mungkin terjadi. Skema-skema sebagai dampak pembatalan haji yang telah dibuat Kementerian Agama seperti keleluasaan penarikan biaya perjalanan haji (Bipih) kembali juga membuat masyarakat semakin bisa memahami keputusan ini. Namun pada tahapan teknisnya, sejumlah kebijakan ini perlu mendapat pengawalan berbagai pihak agar hak-hak jamaah tidak sampai terkurangi. Apalagi jumlah calon jamaah haji yang batal tahun ke Tanah Suci tahun ini mencapai 221.000 orang.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pembatalan haji juga disebabkan hingga kemarin Pemerintah Arab Saudi belum memberikan siynal apakah akan menyelenggarakan haji tahun ini atau tidak. “Berhubung hal ini membutuhkan persiapan dan waktu untuk itu sudah tidak memadai, maka kita putuskan tidak akan memberangkatkan haji tahun ini,” kata Jokowi saat pertemuan dengan sejumlah tokoh agama di Istana Negara, Jakarta, kemarin. (Baca: Pembatalan Haji Sepihak, Ketua Komisi VIII DPR: Mungkin Menag Tak Tahu Undang-Undang)
Pembatalan haji dikuatkan dengan terbitnya Keputusan Menteri Agama (KMA) No 494/2020. Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi Menag menegaskan bahwa keputusan ini sudah melalui kajian mendalam. Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jamaah. Agama, tandas Menag, mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. “Sesuai amanat Undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanaan jamaah haji harus dijamin dan diutamakan, sejak dari embarkasi atau debarkasi, dalam perjalanan, dan juga saat di Arab Saudi,” sambungnya.
Selain soal keselamatan, Menag juga mengungkapkan bahwa kebijakan diambil karena hingga saat ini Saudi belum membuka akses layanan penyelenggaraan haji. Akibatnya, Pemerintah tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan persiapan dalam pelaksanaan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada jamaah. Sesuai rencana Kemenag, keberangkatan kloter pertama akan dilakukan pada 26 Juni mendatang. Di sisi lain, beberapa hal teknis perlu persiapan panjang seperti visa, penerbangan, dan layanan di Saudi. “Belum ditambah keharusan karantina 14 hari sebelum keberangkatan dan saat kedatangan. Padahal, akses layanan dari Saudi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan mulai dibuka,” tuturnya.
Menag menyatakan, pembatalan keberangkatan jamaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI). Dengan demikian, maka tak hanya jamaah yang menggunakan kuota haji pemerintah dan visa haji mujamalah atau furada turut tidak akan diberangkatkan.
Pengembalian Ongkos
Dengan pembatalan ini, maka calon jamaah yang gagal berangkat tahun ini akan berhaji pada 2021 mendatang. Di sisi lain, dampak dari pembatalan ini, pemerintah juga mengizinkan calon jamaah haji yang ingin menarik kembali uang pelunasan biaya haji (Bipih). Kemenag sebenarnya memberikan dua pilihan terkait Bipih ini. Pertama, setoran pelunasan dari jamaah akan disimpan dan dikelola secara terpisah oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Kedua, biaya pelunasan bisa diambil calon jamaah dengan mengajukan surat permohonan sebelumnya. Jika jamaah memilih opsi pertama, maka nilai manfaat dari setoran pelunasan itu juga akan diberikan oleh BPKH kepada jamaah paling lambat 30 hari sebelum pemberangkatan kloter pertama penyelenggaraan haji 2021 nanti.
Komite Nasional (Komhas) Haji dan Umrah mengapresiasi langkah pemerintah yang membatalkan haji tahun ini. Apalagi pembatalan tersebut mempertimbangkan aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan jamaah yang menjadi faktor utama mengingat pandemi Covid-19 yang melanda dunia belum juga kunjung reda. “Komnas Haji dan Umrah mengapresiais setinggi-tinggi sikap tegas Menteri Agama karena yang begitu memprioritaskan keselamatan jemaah dari pada kepentingan-kepentingan lainnya, utamanya dari aspek ekonomi,” ujar Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj. (Baca juga: Menag Facrul Razi Ajak Jamaah Ikhlas)
Keputusan yang tanpa harus menunggu menunggu pengumuman resmi Arab Saudi ini menandakan pemerintah Indonesia adalah negara yang berdaulat penuh. Namun demikian, yang terpenting adalah publik bisa mengawal konsekuensi dari pembatalan haji ini. Di antaranya, pengembalian uang pelunasan dan juga dokumen-dokumen calon jamaah yang sudah masuk agar tetap dijaga dan calon jamaah tidak dirugikan. “Utamanya menyangkut pengelolaan dan transparansi pengembalian biaya kepada jemaah yang batal berangkat,” katanya.
Ketua Panja Haji DPR Marwan Dasopang juga mengakui keputusan pemerintah sudah tepat. "Kita sudah lama meminta pemerintah itu memutuskan. Orang supaya tenang batinnya, berangkat atau tidak," ujar Marwan.
Namun demikian, kata politikus PKB ini, Komisi VIII mewanti-wanti pemerintah agar bisa menjamin hak-hak calon jamaah haji. Pertama, porsi keberangkatannya harus diamankan untuk pekansanaan haji tahun berikutnya. Kedua, bagi jamaah yang sudah melaksanakan kewajibannya, yakni pelunasan biaya haji maka harus teramankan dengan baik. "Kalau dia sudah melunasi tahun ini maka tahun depan haknya untuk berangkat harus dijamin, sekalipun nanti akan ada perubahan ongkos haji karena dia sudah melunasi tahun ini," katanya.
Ketiga, tutur Marwan, bila ada jamaah yang butuh untuk dikembalikan haknya pada saat ini maka harus dikembalikan dengan porsi keberangkatannya tidak terganggu. Kendati menyetujui substansi pembatalan ibadah haji, namun Marwan menyesalkan keputusan pemerintah yang mengumumkan pembatalan ibadah haji tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan Komisi VIII. "Kita meminta pemerintah mengagendakan raker dulu, baru diumumkan. Tapi ini sudah diumumkan," jelasnya. (Baca juga: Deretan Imbas Pembatalan Pemberangkatan Jamaah Haji 2020)
Kalangan agen haji dan umrah juga bisa memahami keputusan pemerintah ini. Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) menilai pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jamaah. “Keputusan penundaan haji tahun ini memang pahit, tapi inilah yang terbaik untuk kita semua,” kata Ketua Umum DPP AMPHURI Joko Asmoro.
Agar masyarakat tidak bingung dengan keputusan pemerintah ini Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily meminta kepada pemerintah untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenasi argumentasi darurat syar’i yang membuat pemberangkatan haji ditiadakan tahun ini. “Seberapa darurat syar’i kah sehingga Pemerintah Indonesia tidak mengirimkan calon jemaah haji?” kata Ace. (Lihat Videonya: Demi Keselamatan Jamaah, Pemerintah Batalkan Ibadah Haji 2020)
Menurut dia, pemerintah harus meminta bantuan kepada para ulama maupun ormas-ormas agama Islam untuk ikut menjelaskan kepada publik mengenai keputusan ini. “Pemerintah harus meminta pendapat para Ulama dan tokoh-tokoh agama serta ormas keagamaan seperti MUI, NU, Muhammadiyah, untuk menjelaskan darurat syar’i-nya,” pinta Ace. (Dita Angga/Abdul Rochim/Kiswondari)
(ysw)