BMKG Ungkap Penyebab Udara Jateng dan Yogya Semakin Panas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ) mencatat temperatur rata-rata di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami tren kenaikan dalam 30 tahun terakhir. Kenaikan suhu udara tidak terjadi secara merata, wilayah daratan mengalami kenaikan lebih tinggi daripada pesisir.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, kondisi ini terjadi selain karena peningkatan emisi gas rumah kaca, juga diakibatkan tingginya laju perubahan penggunaan lahan.
Mengacu pada Perjanjian Paris, kata Dwikorita, seluruh negara wajib membuat kebijakan dan aksi iklim untuk mencegah suhu bumi tidak melewati ambang batas 2 derajat Celsius dan berupaya maksimal untuk tidak melewati ambang batas 1,5 derajat Celcius dibandingkan masa pra-industri.
Baca juga: Hari Ini, Suhu Udara di Jakarta Diperkirakan Capai 35 Derajat Celcius
"Secara mikro di kawasan Gunung Merapi, kenaikan suhu udara ada tren kenaikan selama 30 tahun sebesar 0,7 derajat Celcius. Selain di Kawasan gunung Merapi, tren suhu di perkotaan menunjukkan tren kenaikan temperatur, khusus Kota Yogyakarta dari tahun 2007. Ternyata memang ada korelasi khusus antara penutup lahan dengan kenaikan suhu," kata Dwikorita dikutip dari keterangannya saat mengunjungi kawasan Bendungan Kali Gendol, Yogyakarta, Senin (11/10/2021).
Dwikorita mengatakan, analisis tersebut diambil dari hasil pengumpulan data rata-rata suhu udara selama 30 tahun sejak 1990. Saat ini BMKG tengah mengupayakan pengumpulan data lebih jauh ke belakang yaitu selama kurun waktu 50 tahun guna melihat signifikansi perubahannya.
Menurut Dwikorita, secara ekologis hutan lindung Gunung Merapi merupakan kawasan yang mempengaruhi kondisi, terutama kualitas lingkungan secara luas di wilayah Yogyakarta serta Jawa Tengah. Artinya, ini berperan besar dalam menjaga keseimbangan lingkungan di dua provinsi tersebut.
Baca juga: Minggu, Suhu Udara Bandung Raya 18,8-30,4 Derajat Celsius
"Jika kawasan ini rusak, maka akan mempengaruhi kemampuan kawasan di sekitarnya dalam hal adaptasi perubahan iklim," katanya.
Dwikorita mengatakan, tren peningkatan suhu udara seperti ini juga terjadi di kota-kota besar lainnya. Karena itu, tren tersebut harus direspons semua pihak karena bisa membawa dampak pada keberlangsungan hidup manusia. Khusus wilayah Yogyakarta, komponen ekologis di kawasan lindung Gunung Merapi harus menjadi perhatian serius, utamanya perubahan penutup lahan.
Pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, harus melakukan upaya-upaya mitigasi sebagai bentuk tanggung jawab serta kepedulian terhadap kualitas lingkungan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, kondisi ini terjadi selain karena peningkatan emisi gas rumah kaca, juga diakibatkan tingginya laju perubahan penggunaan lahan.
Mengacu pada Perjanjian Paris, kata Dwikorita, seluruh negara wajib membuat kebijakan dan aksi iklim untuk mencegah suhu bumi tidak melewati ambang batas 2 derajat Celsius dan berupaya maksimal untuk tidak melewati ambang batas 1,5 derajat Celcius dibandingkan masa pra-industri.
Baca juga: Hari Ini, Suhu Udara di Jakarta Diperkirakan Capai 35 Derajat Celcius
"Secara mikro di kawasan Gunung Merapi, kenaikan suhu udara ada tren kenaikan selama 30 tahun sebesar 0,7 derajat Celcius. Selain di Kawasan gunung Merapi, tren suhu di perkotaan menunjukkan tren kenaikan temperatur, khusus Kota Yogyakarta dari tahun 2007. Ternyata memang ada korelasi khusus antara penutup lahan dengan kenaikan suhu," kata Dwikorita dikutip dari keterangannya saat mengunjungi kawasan Bendungan Kali Gendol, Yogyakarta, Senin (11/10/2021).
Dwikorita mengatakan, analisis tersebut diambil dari hasil pengumpulan data rata-rata suhu udara selama 30 tahun sejak 1990. Saat ini BMKG tengah mengupayakan pengumpulan data lebih jauh ke belakang yaitu selama kurun waktu 50 tahun guna melihat signifikansi perubahannya.
Menurut Dwikorita, secara ekologis hutan lindung Gunung Merapi merupakan kawasan yang mempengaruhi kondisi, terutama kualitas lingkungan secara luas di wilayah Yogyakarta serta Jawa Tengah. Artinya, ini berperan besar dalam menjaga keseimbangan lingkungan di dua provinsi tersebut.
Baca juga: Minggu, Suhu Udara Bandung Raya 18,8-30,4 Derajat Celsius
"Jika kawasan ini rusak, maka akan mempengaruhi kemampuan kawasan di sekitarnya dalam hal adaptasi perubahan iklim," katanya.
Dwikorita mengatakan, tren peningkatan suhu udara seperti ini juga terjadi di kota-kota besar lainnya. Karena itu, tren tersebut harus direspons semua pihak karena bisa membawa dampak pada keberlangsungan hidup manusia. Khusus wilayah Yogyakarta, komponen ekologis di kawasan lindung Gunung Merapi harus menjadi perhatian serius, utamanya perubahan penutup lahan.
Pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, harus melakukan upaya-upaya mitigasi sebagai bentuk tanggung jawab serta kepedulian terhadap kualitas lingkungan.
(abd)