BPOM Pastikan Paparan BPA AMDK Galon Masih Aman untuk Bayi dan Ibu Hamil

Kamis, 07 Oktober 2021 - 22:37 WIB
loading...
BPOM Pastikan Paparan...
Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang mamastikan bahwa paparan BPA di Indonesia masih aman, termasuk untuk bayi, anak-anak, dan ibu hamil. FOTO/TANGKAPAN LAYAR
A A A
JAKARTA - BPOM memastikan paparan Bisfenol A ( BPA ) di Indonesia masih aman, termasuk untuk bayi, anak-anak, dan ibu hamil. BPOM sudah membandingkan dengan melihat standar yang disusun Otoritas Keamanan Makanan Eropa atau European Food Safety Authority (EFSA) dan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi.

"Kami selalu membuat kajian paparan BPA dari kemasan makanan, termasuk di dalam air minum kemasan itu secara berkala," kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang dalam diskusi virtual bertajuk 'Keamanan Kemasan Bahan Pangan Berbahan Baku Plastik yang Mengandung Unsur BPA', Kamis (6/10/2021).

Rita mengatakan BPOM juga telah membandingkan dengan melihat standar BPA yang disusun EFSA. Menurutnya, ESFA menetapkan tolerable daily intake (TDI) BPA ini adalah 4 miligram perkilogram berat badan individu perhari dari konsumsinya. "Artinya, BPA yang ditoleransi oleh tubuh manusia sebanyak itu jumlahnya," katanya.

Baca juga: Soal Produk Bebas BPA, Komnas PA Desak Badan POM Buat Aturan

Tidak hanya itu, menurut Rita, BPOM juga mengecek berapa angka kecukupan gizi dari setiap individu yang mengonsumsi AMDK yang sesuai dengan Permenkes Nomor 28 Tahun 2019 tentang angka kecukupan gizi. "Jadi, berapa konsumsi air minum, katakanlah untuk bayi itu sebesar 0,9 liter, itu kami hitung," katanya.

Tidak hanya itu, BPOM juga menguji cemaran BPA dalam produk AMDK di dalam tubuh orang dewasa. Cemarannya itu, kata Rita, dibandingkan dengan standar EFSA, dan ditemukan dalam tubuh orang dewasa hanya 2,920% paparannya, ibu hamil 3,316%, anak-anak 6,199%, dan bayi 7,008%.

"Artinya apa? Dari data ini terlihat memang persentase paparannya itu dibandingkan dengan standar dari tolerable daily intake yang ditoleransi masih sangat kecil. Jadi dari sini terlihat paparan BPA di Indonesia masih aman, termasuk untuk bayi, anak-anak dan ibu hamil. Ini masih ditoleransi," katanya.

Dia menegaskan, BPOM selalu mengawal keamanan pangan yang beredar di masyarakat, termasuk dalam hal mutu dan gizinya. Hal itu juga sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU No 18 Tahun 2012, bahwa kemasan pangan yang beredar pun harus yang tidak berbahaya. Ini juga sejalan dengan PP 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan.

Baca juga: Narasi Negatif Soal BPA Jangan Sampai Ganggu Sektor Industri

Dia mengutarakan dalam hal pengawasan terkait dengan kemasan AMDK, BPOM juga mengacu kepada Peraturan Menteri Perindustrian No 96 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan. Sebelumnya, Kemenperin merilis bahwa produk AMDK galon berbahan PC aman bagi konsumen. Hal itu karena telah melalui proses pengujian parameter Standar Nasional Indonesia (SNI) di laboratorium yang telah ditunjuk dan mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN).

"Jadi, ketika industri AMDK itu ingin meregistrasikan, menerbitkan izin edar, untuk semua produk AMDK-nya, dia harus sudah tara pangan. Setelah itu, kami punya aturan food grade sebagaimana diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan," tutur Rita.

Menurut Rita, semua kemasan plastik yang digunakan untuk AMDK, baik dari PET, PP, PC, itu sesuai dengan aturannya. "Itu sudah ada, kemasan plastiknya pun sudah diatur," ucapnya.

Pada 2021, BPOM juga melakukan uji laboratorium terhadap sampling kemasan galon air minum dalam kemasan (AMDK) jenis polikarbonat (PC). Hasilnya, ditemukan adanya migrasi BPA dari kemasan galon sebesar rata-rata 0,033 bpj. "Nilai ini jauh di bawah batas maksimal migrasi yang telah ditetapkan BPOM, yaitu sebesar 0,6 bpj," ucap Rita.

Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia Prof Aru Wisaksono Sudoyo yang juga menjadi narasumber dalam acara itu menegaskan, belum ada bukti bahwa plastik yang dipakai sehari-hari itu menjadi penyebab dari penyakit kanker. Dia mengatakan hanya mengetahui kemasan stereofoam saja yang sudah terbukti bias memindahkan molekul-molekul plastiknya. Itu juga jika kemasan stereofoam itu dipanaskan atau dibuat untuk membungkus makanan berlemak.

Selain itu, juga makanan kaleng yang jika dipanaskan berikut dengan kalengnya akan menyebabkan berpindahnya BPA ke makanan yang di dalamnya. "Tapi belum cukup kuat mengatakan kalau air dalam kemasan itu bias menyebabkan kanker," katanya.

Ketua Pengurus Harian Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan terkait dengan keamanan pangan ini sudah diatur, baik di level Undang-Undang atau PP atau peraturan teknis lainnya. Namun, katanya, kehadiran kemasan plastik membuat dampak yang signifikan, baik itu untuk lingkungan global atau bahkan untuk kesehatan manusia sebagai penggunanya.

"Dari satu sisi, kemasan plastik itu punya nilai plus tapi di sisi lain juga harus ada aspek-aspek yang kita perhatikan, baik untuk lingkungan global maupun pada sisi kesehatan. Apalagi saat ini kita lagi terfokus pada perubahan iklim global, di mana sampah plastik punya kontribusi yang signifikan dalam hal ini," katanya.

Sebelumnya, Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi mengakui belum pernah menerima pengaduan dari konsumen terkait bahaya penggunaan kemasan pangan. Yang ada itu, konsumen mengadu karena adanya makanan yang rusak yang ada dalam kemasannya.

"Kalau untuk pengaduan khusus untuk wadahnya atau kemasannya, kami belum pernah menerima pengaduan dari konsumen hingga saat ini. Tapi kalau produknya, isinya, misalnya makanannya atau minumannya rusak, itu ada," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0837 seconds (0.1#10.140)