Sejarah Lahirnya TNI: dari BKR hingga Menjadi Angkatan Bersenjata yang Disegani di Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejarah lahirnya TNI yang diperingati setiap 5 Oktober merupakan momentum untuk mengenang perjalanan panjang tentara Indonesia.
Di mulai saat masih bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk pada 22 Agustus 1945. BKR menjadi kekuatan bersenjata yang diandalkan dalam mempertahankan kemerdekaan. Tidak hanya di darat, BKR juga membangun kekuatannya di laut. Sejumlah tokoh dan pelaut-pelaut veteran Indonesia yang pernah bertugas di Koninklijke Marine yakni, Angkatan Laut Kerajaan Belanda dan Kaigun pada masa pendudukan Jepang seperti R.E. Martadinata, Mas Pardi, dan M. Nazir, ikut membidani lahirnya BKR laut yang kini menjadi TNI Angkatan Laut (AL).
Tidak hanya itu, BKR juga membangun kekuatannya di udara. Dirintis oleh para mantan anggota korps penerbangan Belanda, seperti Militaire Luchtvaart (ML), Marine-Luchtvaartdienst (MLD), dan Vrijwillig Vliegers Corps, dan Rikugun Koku Butai, Kaigun Koku Butai, serta Nanpo Koku Kabusyiki, Jepang. BKR udara berdiri di daerah-daerah yang memiliki pangkalan udara, salah satu pendirinya adalah, Komodor Udara R. Soerjadi Soerjadarma.
Angkatan bersenjata ini selanjutnya berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945. Namun agar sesuai dengan dasar militer international, angkatan perang Republik Indonesia kembali berubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada 7 Januari 1946.
Selanjutnya, TRI sebagai tentara regular bersama dengan laskar-laskar dan badan-badan perjuangan rakyat bertempur melawan penjajah di seluruh wilayah nusantara mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga kedaulatan negara.
Presiden Soekarno kemudian mempersatukan dua kekuatan bersenjata TRI dan badan dan laskar perjuangan rakyat dengan mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) Pada 3 Juni 1947. Keberadaan TNI tidak berjalan lama, upaya penjajah yang masih ingin menguasai Indonesia membuat negara ini kembali terpecah. Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan itu maka dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan antara TNI dan KNIL. Pada 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan, sehingga APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
Selama masa-masa kritis perang kemerdekaan 1945-1949, TNI berhasil mewujudkan dirinya sebagai tentara rakyat, tentara revolusi, dan tentara nasional. Hingga akhirnya pada 1962, pemerintah kembali menyatukan angkatan perang dan Kepolisian Negara menjadi Angkatan Bersenjata Republika Indonesia (ABRI).
Mulai Disegani dan Diperhitungkan Dunia
Di awal era 1960 an ini, kekuatan bersenjata Indonesia mulai diperhitungkan di dunia. Hal itu ditandai dengan kepemilikan alutsita yang mumpuni di eranya seperti, kapal perang (KRI) pesawat pembom jarak jauh Tupolev Tu-16, jet tempur MiG dan sebagainya. Begitu juga di laut, Indonesia juga dilengkapi dengan armada tempur canggih dan modern di eranya.
Di antaranya, 12 kapal selam dan dua kapal induk untuk kapal selam yaitu, KRI Ratulangi dan KRI Thamrin. Adapun 12 kapal selam yakni, Kapal Selam Tjandrasa, Kapal Selam Tjakra 401, Kapal Selam Nanggala 402, RI Nagabanda (NBD) 403, RI Trisula (TSL) 404, RI Tjandrasa (TNS) 405, RI Nagarangsang (NRS) 406, RI Hendradjala (HAD) 407, RI Alugoro (AGR) 408, RI Widjajadanu (WDU) 409, RI Pasopati (PST) 410, RI Tjudamani (TDN) 411, RI Bramastra (BMA) 412.
Tidak hanya alutsistanya yang modern dan canggih, kemampuan tempur angkatan bersenjata Indonesia juga disegani. Salah satunya, saat Operasi Trikora, merebut Irian Barat (sekarang Papua). Saat itu, angkatan bersenjata Indonesia mampu mengusir Belanda dari Tanah Papua. Begitu juga saat Operasi Dwikora di Kalimantan. Dalam operasi tersebut, angkatan bersenjata Indonesia mampu mempermalukan pasukan elite Inggris, Special Air Service (SAS) dan Gurkha.
Di era kepemimpinan Presiden Soeharto, pada awal 1970-an kemampuan angkatan bersenjata Indonesia semakin teruji dan disegani setelah melakukan Operasi Seroja di Timor Timor (sekarang Timor Leste). Ketangguhan prajurit TNI kembali menorehkan prestasi setelah berhasil membebaskan puluhan sandera pesawat Garuda DC-9 yang dibajak teroris di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand pada Maret 1981.
Memasuki era 1990-an angkatan bersenjata Indonesia kembali menunjukkan kehebatannya setelah berhasil membebaskan para peniliti Ekspedisi Lorentz 95 yang diculik separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Seiring perubahan politik nasional dan bergulirnya Reformasi 1998, di era kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) nama ABRI berubah menjadi TNI. Selanjutnya, proses modernisasi alutsista TNI mulai dilakukan sejak kepemimpinan Megawati Soekarnoputri hingga saat ini.
Berdasarkan situs Global Fire Power (GFP), kekuatan militer yang dimiliki Indonesia berada di peringkat 16 dari 140 negara dan yang terkuat di Asia Tenggara berdasarkan jumlah sumber daya manusia, angkatan udara, darat, dan laut, serta sumber daya alam, logistik, keuangan, dan geografi.
Hingga saat ini, Indonesia memiliki total hingga 800.000 personel militer, dengan 400.000 anggota aktif dan sisanya yang merupakan anggota cadangan.
Kekuatan Angkatan Darat Indonesia saat ini memiliki total 331 tank, 1.430 kendaraan tempur lapis baja, 153 artileri swagerak, 366 artileri tarik, dan 63 peluncur roket. Sedangkan kekuatan Angkatan Laut dengan jumlah total kapal sebanyak 282 buah dengan rincian tujuh kapal fregat, 24 kapal korvet, lima kapal selam, 179 kapal patroli, 10 kapal penyapu ranjau.
Kekuatan pertahanan udara Indonesia terdiri dari 41 pesawat tempur, 38 pesawat serang udara, 109 pesawat latih, 64 pesawat angkut, 17 pesawat intai dan misi khusus, 1 pesawat tanker, 188 helikopter, dan 15 helikopter tempur.
Di mulai saat masih bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk pada 22 Agustus 1945. BKR menjadi kekuatan bersenjata yang diandalkan dalam mempertahankan kemerdekaan. Tidak hanya di darat, BKR juga membangun kekuatannya di laut. Sejumlah tokoh dan pelaut-pelaut veteran Indonesia yang pernah bertugas di Koninklijke Marine yakni, Angkatan Laut Kerajaan Belanda dan Kaigun pada masa pendudukan Jepang seperti R.E. Martadinata, Mas Pardi, dan M. Nazir, ikut membidani lahirnya BKR laut yang kini menjadi TNI Angkatan Laut (AL).
Tidak hanya itu, BKR juga membangun kekuatannya di udara. Dirintis oleh para mantan anggota korps penerbangan Belanda, seperti Militaire Luchtvaart (ML), Marine-Luchtvaartdienst (MLD), dan Vrijwillig Vliegers Corps, dan Rikugun Koku Butai, Kaigun Koku Butai, serta Nanpo Koku Kabusyiki, Jepang. BKR udara berdiri di daerah-daerah yang memiliki pangkalan udara, salah satu pendirinya adalah, Komodor Udara R. Soerjadi Soerjadarma.
Angkatan bersenjata ini selanjutnya berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945. Namun agar sesuai dengan dasar militer international, angkatan perang Republik Indonesia kembali berubah menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada 7 Januari 1946.
Selanjutnya, TRI sebagai tentara regular bersama dengan laskar-laskar dan badan-badan perjuangan rakyat bertempur melawan penjajah di seluruh wilayah nusantara mempertahankan kemerdekaan bangsa dan menjaga kedaulatan negara.
Presiden Soekarno kemudian mempersatukan dua kekuatan bersenjata TRI dan badan dan laskar perjuangan rakyat dengan mengesahkan berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) Pada 3 Juni 1947. Keberadaan TNI tidak berjalan lama, upaya penjajah yang masih ingin menguasai Indonesia membuat negara ini kembali terpecah. Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada Desember 1949, Indonesia berubah menjadi negara federasi dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sejalan dengan itu maka dibentuk pula Angkatan Perang RIS (APRIS) yang merupakan gabungan antara TNI dan KNIL. Pada 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi negera kesatuan, sehingga APRIS berganti nama menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).
Selama masa-masa kritis perang kemerdekaan 1945-1949, TNI berhasil mewujudkan dirinya sebagai tentara rakyat, tentara revolusi, dan tentara nasional. Hingga akhirnya pada 1962, pemerintah kembali menyatukan angkatan perang dan Kepolisian Negara menjadi Angkatan Bersenjata Republika Indonesia (ABRI).
Mulai Disegani dan Diperhitungkan Dunia
Di awal era 1960 an ini, kekuatan bersenjata Indonesia mulai diperhitungkan di dunia. Hal itu ditandai dengan kepemilikan alutsita yang mumpuni di eranya seperti, kapal perang (KRI) pesawat pembom jarak jauh Tupolev Tu-16, jet tempur MiG dan sebagainya. Begitu juga di laut, Indonesia juga dilengkapi dengan armada tempur canggih dan modern di eranya.
Di antaranya, 12 kapal selam dan dua kapal induk untuk kapal selam yaitu, KRI Ratulangi dan KRI Thamrin. Adapun 12 kapal selam yakni, Kapal Selam Tjandrasa, Kapal Selam Tjakra 401, Kapal Selam Nanggala 402, RI Nagabanda (NBD) 403, RI Trisula (TSL) 404, RI Tjandrasa (TNS) 405, RI Nagarangsang (NRS) 406, RI Hendradjala (HAD) 407, RI Alugoro (AGR) 408, RI Widjajadanu (WDU) 409, RI Pasopati (PST) 410, RI Tjudamani (TDN) 411, RI Bramastra (BMA) 412.
Tidak hanya alutsistanya yang modern dan canggih, kemampuan tempur angkatan bersenjata Indonesia juga disegani. Salah satunya, saat Operasi Trikora, merebut Irian Barat (sekarang Papua). Saat itu, angkatan bersenjata Indonesia mampu mengusir Belanda dari Tanah Papua. Begitu juga saat Operasi Dwikora di Kalimantan. Dalam operasi tersebut, angkatan bersenjata Indonesia mampu mempermalukan pasukan elite Inggris, Special Air Service (SAS) dan Gurkha.
Di era kepemimpinan Presiden Soeharto, pada awal 1970-an kemampuan angkatan bersenjata Indonesia semakin teruji dan disegani setelah melakukan Operasi Seroja di Timor Timor (sekarang Timor Leste). Ketangguhan prajurit TNI kembali menorehkan prestasi setelah berhasil membebaskan puluhan sandera pesawat Garuda DC-9 yang dibajak teroris di Bandara Don Mueang, Bangkok, Thailand pada Maret 1981.
Memasuki era 1990-an angkatan bersenjata Indonesia kembali menunjukkan kehebatannya setelah berhasil membebaskan para peniliti Ekspedisi Lorentz 95 yang diculik separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Seiring perubahan politik nasional dan bergulirnya Reformasi 1998, di era kepemimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) nama ABRI berubah menjadi TNI. Selanjutnya, proses modernisasi alutsista TNI mulai dilakukan sejak kepemimpinan Megawati Soekarnoputri hingga saat ini.
Berdasarkan situs Global Fire Power (GFP), kekuatan militer yang dimiliki Indonesia berada di peringkat 16 dari 140 negara dan yang terkuat di Asia Tenggara berdasarkan jumlah sumber daya manusia, angkatan udara, darat, dan laut, serta sumber daya alam, logistik, keuangan, dan geografi.
Hingga saat ini, Indonesia memiliki total hingga 800.000 personel militer, dengan 400.000 anggota aktif dan sisanya yang merupakan anggota cadangan.
Kekuatan Angkatan Darat Indonesia saat ini memiliki total 331 tank, 1.430 kendaraan tempur lapis baja, 153 artileri swagerak, 366 artileri tarik, dan 63 peluncur roket. Sedangkan kekuatan Angkatan Laut dengan jumlah total kapal sebanyak 282 buah dengan rincian tujuh kapal fregat, 24 kapal korvet, lima kapal selam, 179 kapal patroli, 10 kapal penyapu ranjau.
Kekuatan pertahanan udara Indonesia terdiri dari 41 pesawat tempur, 38 pesawat serang udara, 109 pesawat latih, 64 pesawat angkut, 17 pesawat intai dan misi khusus, 1 pesawat tanker, 188 helikopter, dan 15 helikopter tempur.
(cip)